SIARAN PERS UNTUK DISIARKAN SEGERA

Data Terbaru Mengungkap 50 Bank dan Investor Terbesar Dunia Mendorong Deforestasi Melalui Investasi Besar dan Kebijakan yang Lemah

Investor ternama seperti BlackRock, Vanguard, State Street, PNB, EPF, GPIF, dan KWAP semuanya mendapatkan skor terendah

 

forests-siaran-pers

SIARAN PERS UNTUK DISIARKAN SEGERA

 

SIARAN PERS UNTUK DISIARKAN SEGERA. Jakarta, 9 Juni 2021 – 50 bank dan investor terbesar di dunia mendorong deforestasi melalui investasi besar dan kebijakan yang lemah pada komoditas terkait dengan perusakan hutan hujan tropis, menurut penelitian baru oleh Forests & Finance –– sebuah koalisi riset yang terdiri dari organisasi masyarakat sipil Amerika Serikat, Indonesia, Belanda, Brazil dan Malaysia. Penelitian ini menilai lembaga keuangan atas kinerjanya, termasuk bank internasional besar seperti Bank of America, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), dan investor utama seperti BlackRock, Vanguard, dan State Street, yang berada pada skor yang sangat rendah.

 

Desain terbaru pusat data Forests & Finance menunjukkan bahwa kebijakan lebih dari 50 lembaga keuangan ––menyumbang 128 miliar USD dalam bentuk kredit dan penjaminan untuk komoditas terkait dengan deforestasi sejak tahun 2016 s.d. 2020 dan 28,5 miliar USD dalam bentuk investasi per April 2021. Secara kolektif sangat lemah, dengan skor rata-rata 2,4 dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembiayaan untuk berbagai komoditas yang mendorong deforestasi (daging sapi, kelapa sawit, pulp dan kertas, karet, kedelai dan kayu) tidak tunduk pada kriteria dasar sosial, lingkungan atau pemeriksaan tata kelola, apalagi memenuhi verifikasi standar klien yang sebenarnya. Data terbaru juga menambahkan fitur-fitur penilaian kebijakan yang diperluas pada 6 sektor yang berisiko terhadap hutan; data obligasi dan kepemilikan saham yang diperbarui; serta studi kasus tentang dampak sosial dan lingkungan dari keuangan yang tidak bertanggung jawab.

 

“Melindungi hutan tropis dunia benar-benar tidak pernah sepenting ini bagi seluruh kehidupan di bumi. Akan tetapi, lembaga keuangan malah menulis cek kosong kepada perusahaan yang mendorong perusakan hutan dan pelanggaran hak asasi manusia. Lembaga keuangan harus mampu mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko ini dalam portofolio mereka, dan bukannya malah memberikan perusahaan-perusahaan ini hak untuk menghancurkan hutan.” ujar Merel van der Mark, Koordinator Koalisi Forests & Finance.

 

“Blackrock, manajer aset terbesar di dunia, memberikan sejumlah besar modal kepada perusahaan yang mendorong deforestasi dan merongrong hak-hak Masyarakat Adat, hingga mencapai 2 miliar USD. Nilai tersebut meningkat 157% dibandingkan April tahun lalu, saat kehidupan para penjaga Bumi kian terancam dan penggundulan hutan terus meroket. Blackrock perlu mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pendanaan perusakan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pelanggaran hak Masyarakat Adat, terutama di bioma sensitif seperti Amazon,” kata Moira Birss, Direktur Iklim dan Keuangan Amazon Watch.

 

“Lima investor terbesar di perusahaan terkait deforestasi di Asia Tenggara, semuanya mendapat skor sangat rendah dalam penilaian kami”. Kata Meenakshi Raman, Presiden SAM. “Kami membutuhkan investor untuk mengambil tanggung jawab atas investasi mereka. Hal ini termasuk mendanai masa depan yang berkembang untuk Asia Tenggara, alih-alih menghancurkannya.”

 

“Perbankan Indonesia, meski masih mendapat skor sangat rendah, menunjukkan beberapa peningkatan dalam penilaian kami sejak 2018”. Ungkap Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA. “Perbaikan positif ini adalah jalan yang tepat bagi bank-bank Indonesia. Hanya saja masih perlu untuk meningkatkan kebijakannya dan serius dalam penerapannya”. Lanjut Edi.

 

“Meski masih mendapat skor rendah pada kebijakannya, BNDES, investor terbesar komoditas berbasis lahan di Amerika Selatan, telah menurunkan eksposurnya pada perusahaan komoditas berisiko terhadap hutan yang beroperasi di Amerika Selatan selama setahun terakhir. Di sisi lain, lima investor teratas lainnya ––BlackRock, Fidelity Investments, Vanguard dan GPIF–– malah meningkatkan eksposur mereka. Semua perusahaan ini mendapat nilai sangat rendah dan masih ada investasi signifikan yang mengalir ke penggundulan hutan Amazon, dengan sedikit upaya lembaga keuangan untuk menghentikannya”. Ungkap Marcel, Direktur Eksekutif Repórter Brasil.

 

Sebuah studi mengindikasikan bahwa perusakan ekosistem hutan berkorelasi dengan munculnya penyakit zoonosis baru seperti virus corona, ini berarti menghentikan deforestasi sangat penting untuk mencegah terjadinya pandemi di masa depan. Namun, pada tahun 2020 saja 12,2 juta hektar hutan tropis hilang. Dari penilaian ini ditemukan bahwa lembaga keuangan telah meningkatkan investasi mereka untuk penggundulan hutan pada periode yang sama. Dibandingkan tahun 2020. Total nilai investasi pada perusahaan komoditas berbasis hutan telah meningkat dari 37,2 miliar USD pada April 2020 menjadi 45,7 miliar USD pada April 2021.

 

Penilaian tersebut juga menganalisis kebijakan umum dari sekitar 50 bank dan investor terbesar di dunia berdasarkan 35 kriteria Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (ESG), serta menggabungkannya dengan data yang dihitung dengan menggunakan informasi pembiayaan dan investasi yang tersedia di database Forest & Finance (periode Januari 2016 – April 2020 untuk data kredit, dan April 2021 untuk data investasi). Setiap bank atau investor diberi peringkat berdasarkan kebijakan mereka serta jumlah pembiayaan pembiayaan komoditas yang berisiko terhadap hutan untuk menghitung keseluruhan skor lembaga keuangan tersebut.

 

###

Catatan untuk redaksi:

  • Forests & Finance merupakan koalisi organisasi yang terdiri dari Rainforest Action Network, TuK INDONESIA, Profundo, Amazon Watch, Repórter Brasil, BankTrack, Sahabat Alam Malaysia, dan Friends of the Earth US.
  • Untuk mengetahui lebih lanjut tentang data terbaru Forest & Finance dan bagaimana menggunakan platform ini untuk mengidentifikasi tren keuangan, mengungkapkan transaksi dan membandingkan bank dan investor, silahkan bergabung dengan kami dalam Webinar Multinasional: Peluncuran Data Forests And Finance 2021. Webinar ini akan dilaksanakan pada: Rabu, 9 Juni 2021 | 15.00–16.30 WIB | via Zoom (dengan ID Webinar 942 5815 1688 atau klik ly/forestfinanceid untuk registrasi). Webinar ini rencananya akan dihadiri:
  1. Fiona Armintasari, Peneliti Responsi Bank
  2. Merel van der Mark, Koordinator Koalisi Forests and Finance
  3. Ward Warmerdam, Peneliti Profundo
  4. Edi Sutrsino, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA
  5. Bapak Enrico Hariantoro, Kepala Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi OJK*
  6. Ibu Tria Mutiari Meilan, BRI Sustainable Finance Team*

Kontak media:

Linda Rosalina:  [email protected]/+62 812-1942-7257

Chinese Banks’ Forest-Risk Financing

Forest-Risk – Financial flows and client risks

 

Forest-Risk

Chinese Banks’ Forest-Risk Financing

About this report

This report has been commissioned by Rainforest Action Network. It is supported by TuK Indonesia, BankTrack, China Environmental Paper Network, and Jikalahari.

 

About Forests & Finance

 

Forests & Finance is an initiative by a coalition of campaign and research organisations including Rainforest Action Network, TuK Indonesia, Profundo, Repórter Brasil, Amazon Watch, BankTrack and Sahabat Alam Malaysia. Collectively, they seek to achieve improved financial sector transparency, policies, systems and regulations, that ultimately prevent financial institutions from supporting the kind of environmental and social abuses that are all too common in the operations of many forest-risk sector clients.

 

About Profundo

With profound research and advice, Profundo aims to make a practical contribution to a sustainable world and social justice. Quality comes first, aiming at the needs of our clients. Thematically we focus on commodity chains, the financial sector and corporate social responsibility. More information on Profundo can be found at www.profundo.nl.

 

Authorship

This report was researched and written by Ward Warmerdam with contributions from Wen Bo, Sergio Bafoni and Merel van der Mark. Correct citation of this document: Warmerdam, W. (2021, March), Chinese forest-risk financing – Financial flows and clients risks, Amsterdam, The Netherlands: Profundo. Front page cover photograph by Jan Kronies – Unsplash.

 

Acknowledgements

The author would like to thank Wen Bo, Sergio Baffoni, Tom Picken, Steph Dowlen, Merel van der Mark for their input and support.

 

Disclaimer

Profundo observes the greatest possible care in collecting information and drafting publications but cannot guarantee that this report is complete. Profundo assumes no responsibility for errors in the sources used, nor for changes after the date of publication. The report is provided for informational purposes and is not to be read as providing endorsements, representations or warranties of any kind whatsoever

Read Detail And Download Report HERE

Refers To : http://forestsandfinance.org/

 

MUFG – Koalisi Masyarakat Sipil Menuntut Bank MUFG dan Danamon

Koalisi Masyarakat Sipil Menuntut Bank MUFG dan Danamon untuk Ikut Bertanggung Jawab terhadap Kerusakan Hutan, Krisis Iklim dan Pelanggaran HAM di Indonesia.

siaran-pers-koalisi-masyarakat-sipil-menuntut-bank-mufg

siaran-pers-koalisi-masyarakat-sipil-menuntut-bank-mufg

siaran-pers-koalisi-masyarakat-sipil-menuntut-bank-mufg-2

siaran-pers-koalisi-masyarakat-sipil-menuntut-bank-mufg-2

Bank Danamon jadi anak perusahaan MUFG yang mendapatkan pengecualian untuk mematuhi kebijakan minyak sawit dan kehutanan terbaru MUFG. Hal melemahkan kualitas Laporan Keberlanjutan Tahunan dan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan.

Koalisi masyarakat sipil hari ini melakukan aksi protes di depan kantor cabang Bank Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) di Jakarta. Koalisi menyerukan agar MUFG berhenti mendanai krisis iklim melalui kucuran dana yang diberikan untuk beberapa perusahaan-perusahaan tambang dan agribisnis besar di Indonesia.

Koalisi juga menuntut agar MUFG segera mengadopsi standar “Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut, dan Nol Eksploitasi” (NDPE), dan menerapkannya pada semua pembiayaan yang dilakukan oleh MUFG maupun anak-anak perusahaannya. Termasuk nasabahnya di Indonesia yang meliputi beberapa grup perusahaan terbesar yang memproduksi minyak sawit, bubur kertas & kertas, seperti Grup Sinar Mas (SMG), Royal Golden Eagle (RGE), Grup Salim dan Grup Jardine Matheson. – Jakarta, 5 April 2021

“MUFG dengan cepat mengembangkan bisnisnya di Indonesia dan baru-baru ini mengakuisisi bank terbesar keenam di Indonesia yaitu Bank Danamon. Namun, anak perusahaan baru ini tidak diwajibkan untuk mematuhi kebijakan baru minyak sawit dan kehutanan milik MUFG. Hal ini menjadikan Bank Danamon sebagai anak emas yang mendapatkan pengecualian untuk mematuhi kebijakan MUFG hingga bisa memanfaatkan celah pada level regional untuk mengeksekusi transaksi di sektor-sektor yang terlarang dan berisiko”, ungkap Edi Sutrisno Direktur TuK INDONESIA.

Dengan tidak adanya komitmen yang jelas bagi praktik terbaik seperti “NDPE”, kebijakan MUFG seperti komitmen setengah hati. Bahkan di sektor kehutanan, masih menerima standar Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Hal ini menjadi sebuah standar yang lemah sebab masih mensertifikasi perusahaan perusak hutan alam, lahan gambut dan berkonflik dengan masyarakat. Terbukti sejak tahun 2016, MUFG telah memberikan pinjaman lebih dari USD 500 juta kepada Sinar Mas Group (SMG) sebagai salah satu grup perusahaan biang kerok kebakaran yang berulang di Indonesia.

SMG juga tercatat sebagai grup korporasi dengan dokumentasi pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan terburuk, yang melibatkan perampasan tanah, intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan. MUFG juga menjadi salah satu bank yang masih mendanai Indofood, perusahaan makanan raksasa yang sudah bertahun-tahun terdokumentasi melakukan pelanggaran hak buruh kelapa sawit pada anak perusahaannya PT. London Sumatra dan sekarang menghadapi gugatan dari serikat buruh atas pemutusan hubungan kerja yang tidak adil.

Hingga saat ini masyarakat Kelompok Tani Sekato Jaya di Lubuk Mandarsah, Jambi yang tergabung dalam Kelompok Tani Sekato Jaya masih terus berjuang mempertahankan lumbung pangan mereka yang dirampas dan sempat dirusak oleh salah satu anak perusahaan SMG, yaitu PT. Wirakarya Sakti (WKS). “Kami hidup disini sangat memerlukan lahan karena demi kehidupan masa depan anak-anak kami. Kami ingin hidup tenang, damai, tenteram di sini. Dan saya minta tolong kepada PT. WKS mengertilah pada masyarakat yang susah. Tolong kembalikan lahan adat kami di Desa Lubuk Mandarsah ini”, ungkap Ibu Minarti, petani perempuan di Desa Lubuk Mandarsah yang menanam dan menjual pisang, singkong dan cabai untuk menghidupkan keluarganya.

MUFG juga secara aktif mendanai perusahaan yang dengan sengaja menggunakan api untuk membuka lahan yang seringkali secara ilegal. Setelah tahun 2015, ketika kebakaran melanda Indonesia dan membumihanguskan 2,6 juta Ha hutan dan lahan gambut, MUFG terus memberikan lebih dari USD 1,2 miliar kepada operasi perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas dan kertas yang menggunakan api untuk membuka hutan dan lahan gambut di Indonesia. Namun, hingga saat ini MUFG tidak memiliki kebijakan untuk mengevaluasi pembiayaan pada perusahaan pembakar hutan atau perusahaan yang pada operasional rantai pasoknya terlibat pembakaran hutan.

MUFG juga merupakan salah satu bankir bahan bakar fosil terbesar di dunia, dengan pembiayaan besar untuk pembangkit listrik batu bara, ekstraksi minyak, gas, dan tar sands, di Indonesia sendiri MUFG Securities Asia Limited telah memberikan pinjaman pada anak usaha PT. Adaro Energy Tbk (ADRO) yang saat ini tercatat menjadi perusahaan tambang batu bara terbesar yang beroperasi di Indonesia. Berdasarkan laporan Banking on Climate Chaos terbaru, MUFG bertanggung jawab atas pinjaman sebesar USD 148 miliar untuk industri bahan bakar fosil antara 2016-2020, menjadikannya bankir bahan bakar fosil terburuk di Asia dan mengunci kita pada ketergantungan bahan bakar fosil pada saat kita perlu segera beralih ke energi bersih.

“Sudah seharusnya bank-bank besar bertransformasi dari pembiayaan konvensional menjadi pembiayaan berkelanjutan. Sebab, saat ini bank tidak dapat lagi menghindari tanggung jawab atas pembiayaan sembrono mereka. Sebagai bank terbesar di Jepang, MUFG memiliki pengetahuan dan sumber daya untuk menjadi bank yang lebih bertanggung jawab dan memainkan peran integral dengan berkomitmen untuk menjaga tegakan hutan, menghormati HAM dan segera mewajibkan seluruh perusahaan yang didanai MUFG untuk menjunjung tinggi nilai-nilai dan komitmen MUFG, termasuk dengan menegakkan standar lingkungan dan sosial melalui perjanjian kontrak; dan menghentikan hubungan dengan pihak-pihak yang merusak masa depan berkelanjutan kita atau melanggar HAM. Perubahan positif oleh MUFG akan berdampak besar pada sektor keuangan lainnya,” tukas Edi.

Dr Bayu Eka Yulian, Sekretaris Pusat Studi Agraria IPB University menyebutkan. “Jika air mata yang terjadi di hilir, seperti hilangnya hutan penghidupan masyarakat dan kriminalisasi rakyat kecil adalah akibat, maka salah satu mata air di hulu yaitu modal (kapital) adalah sebab. Sehingga para aktor harus memikirkan kembali pendekatan keputusan investasi dan alokasi modal dengan menjadikan keberlanjutan sebagai filosofi investasi. OJK dengan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutannya harus menjadi dirigen yang tegas dalam mengorkestrasi gerakan keuangan berkelanjutan ini”.

 

Download Final Siaran Pers

###

Narahubung:
Direktur TuK INDONESIA, Edi Sutrisno ([email protected]/ 0813-1584-9153)
Sekretaris PSA IPB University, Dr Bayu Eka Yulian ([email protected]/ 0811-535-444)

Kontak media:
TuK INDONESIA: Linda Rosalina ([email protected]/ 0812-1942-7257)

Rekam Jejak Pelanggaran HAM Perusahaan Raksasa Sinar Mas Group dan Perlawanan Masyarakat di Garis Depan, RAN 2020

Why are banks and investors still funding Indofood?

Bayar Utang dan Ekspansi Adaro Indonesia Terbitkan Global Bond, Kontan.co.id 2019

Banking on Climate Chaos Report, RAN 2021

PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN

LAPORAN RESMI PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN

Mitsubishi UFJ Financial (MUFG) adalah salah satu penyandang dana bagi perusahaanperusahaan terkemuka di dunia yang turut memicu perusakan hutan hujan tropis melalui produksi dan perdagangan komoditas seperti minyak sawit, bubur kertas & kertas. Sejak 2016, MUFG menyediakan hampir USD 3 Miliar pembiayaan yang berisiko terhadap hutan bagi produksi dan perdagangan komoditas terkait deforestasi di Asia Tenggara, Brasil, dan sebagian Afrika. Sektor ini adalah kontributor utama bagi terjadinya perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati melalui perubahan penggunaan lahan yang terkait dengan pelanggaran HAM dan korupsi. Mengatasinya harus menjadi komponen utama dari rencana aksi iklim MUFG dan komitmen yang lebih luas bagi keberlanjutan.

Lebih dari 60% pembiayaan MUFG yang berisiko terhadap hutan disalurkan ke Asia Tenggara, terutama pada sektor minyak sawit, bubur kertas & kertas. MUFG adalah penyandang dana terbesar sektor minyak sawit yang berkantor pusat di luar Asia Tenggara (lihat Bagan 1). Memperluas kehadirannya di kawasan ini melalui akuisisi termutakhirnya pada bank terbesar keenam di Indonesia, yaitu PT Bank Danamon Tbk (IDX: BDMN). MUFG terpapar risiko Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST) tingkat tinggi yang terkait dengan nasabahnya di sektor ini.

Risiko LST yang terdokumentasi dengan baik ini termasuk deforestasi yang meluas, penyuapan, pelanggaran aturan ketenagakerjaan dan pelanggaran terhadap hak atas tanah.

Beberapa nasabah MUFG, selama beberapa tahun terlibat dalam bencana kebakaran besar di Indonesia, dan diperkirakan telah menyebabkan puluhan ribu kematian dini di seluruh wilayah yang terdampak oleh kebakaran ini serta mengakibatkan kerugian dan kerusakan ekonomi hingga puluhan miliar dolar. Kebakaran ini, yang kemudian dipicu oleh kerusakan gambut yang kaya karbon, telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia. Pada tahun 2019, kebakaran di Indonesia menghasilkan lebih banyak emisi CO2 daripada kebakaran Amazon dan pada tahun 2015 kebakaran kembali terjadi dengan dampak yang lebih parah, mengeluarkan gas rumah kaca lebih banyak daripada emisi yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian Jepang per tahun.

Download Laporan

Dari Buku hingga Microsite, 5 Informasi Keuangan & PSDA, TuK INDONESIA 2020

Informasi seputar keuangan dan pengelolaan sumberdaya alam selalu menjadi hal menarik untuk dikaji. Ini karena sistem keuangan (masih) terus bekerja melawan agenda kebijakan publik di tingkat daerah, nasional, hingga global dalam menghambat laju deforestasi, melindungi kelompok masyarakat rentan, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan melawan perubahan iklim global. Berikut 5 sumber informasi terkini yang dapat menjadi referensi.

1. Tinjauan atas Reformasi Keuangan Berkelanjutan di Indonesia

Buku ini menampilkan tinjauan atas implementasi reformasi keuangan berkelanjutan yang digawangi oleh OJK melalui analisis terhadap 5 bank yang menjadi penyandang dana utama sektor perkebunan dan kehutanan di Indonesia. Lima kasus yang ditinjau adalah BNI dengan Korindo, BCA dengan Salim, BRI dengan Sinar Mas, Mandiri dengan Astra Agro Lestari, dan Maybank dengan Triputra. Informasi tersaji di https://www.tuk.or.id/wp-content/uploads/2019/12/Sustainable_Finance_Report2019.pdf

2. Financiers’ Risks in The Indonesian Pulp and Paper Sector

Buku ini menyajikan 7 kelompok perusahaan yang mengendalikan 50% atau sekitar 5,65 juta Ha area untuk konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Mereka adalah Sinar Mas (APP), RGE (APRIL), Kertas Nusantara, Marubeni, Alas Kusuma, Korindo, dan Djarum Foresrty. Buku ini juga memberikan ikhtisar mengenai pembiayaan yang diberikan kepada 7 kelompok perusahaan tersebut. Selengkapnya di https://www.tuk.or.id/wp-content/uploads/Financiers-risks-high-res_compressed.pdf

3. Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Perkebunan Sawit Sulawesi Tengah

Buku ini menginformasikan 6 paparan penting seputar perkebunan sawit di Sulawesi Tengah. Paparan tersebut meliputi: (1) tutupan dan status tanaman sawit, (2) produksi tandan buah segar, (3) penerimaan negara atas pajak sawit, (4) pengusahaan perkebunan sawit, (5) sawit dalam kawasan hutan, dan (6) ulasan data tutupan sawit. Informasi dapat diakses di https://www.tuk.or.id/wp-content/uploads/ISBN-Buku-Optimalisasi-Penerimaan-Negara-Sektor-Perkebunan-Sawit-Sulteng-dikompresi.pdf

4. Forests and Finance

Situs ini mengungkapkan dana yang mengalir ke sektor-sektor komoditas yang memicu deforestasi dan degradasi lahan di Asia Tenggara, Afrika Tengah dan Afrika Barat, serta Brasil. Data ini mendeteksi kesepakatan antara penyandang dana dan kliennya sejak 2013 hingga 2020.

Telusuri datanya untuk menemukan hubungan antara bank, investor dan perusahaan penghasil komoditas yang merisikokan hutan di www.forestsandfinance.org

5. Fires and Finance

Situs ini menyoroti peran keuangan dalam kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia. Data ini mendeteksi pemodal mana yang memiliki hubungan dengan perusahaan yang konsesinya terjadi kebakaran. Telusuri datanya di www.firesandfinance.org

Studi Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Perkebunan Sawit Sulawesi Tengah

Pada awalnya studi ini berangkat dari pencanangan target Pemerintah untuk mobilisasi penerimaan negara yang disampaikan Jokowi pada 2019 lalu. Target itu meliputi optimalisasi penerimaan perpajakan dan reformasi pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Rendahnya realisasi penerimaan negara dari pajak sawit dan PNBP sumberdaya alam yang menyebabkan kerugian negara triliyunan rupiah menjadi perhatiannya.  Terus terang dalam lima tahun ke belakang ini, TuK INDONESIA banyak bekerja di Sulawesi Tengah untuk sektor sawit. Sehingga pada Juni 2020, kami pun bersepakat menyusun studi untuk melihat potensi penerimaan pajak dari sektor ini.

 

Rupanya pandemi COVID-19 yang terjadi awal 2020 ini sangat membatasi ruang gerak kami, utamanya dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini, terlalu berisiko untuk kami melakukan validasi lapangan, sehingga kami sadari terdapat deviasi dari informasi yang dihasilkan. Kemudian, penggunaan citra dengan resolusi rendah dan pemakaian asumsi nilai terendah dalam perhitungan pajak, kami juga sadari berimplikasi terhadap hasil perhitungan yang menjadi under estimate.

 

Terlepas dari kekurangannya, kami sangat meyakini bahwa penyusunan studi ini penting untuk tetap dilakukan. Setidaknya didasarkan atas empat hal: Pertama, selama kami bekerja di Sulawesi Tengah, baik pemerintah daerah, akademisi, maupun teman-teman CSO, tidak pernah mengetahui seberapa besar potensi penerimaan negara untuk sektor sawit di Sulawesi Tengah. Ketiadaan akan transparansi informasi publik masih menjadi persoalan dasar yang tidak kunjung terselesaikan. Bahkan ketertutupan akses informasi diantara sesama instansi pemerintahan pun terjadi disana.

 

Kedua, studi ini merupakan tindak lanjut dari hasil temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah. Studi ORI Sulteng pada 2018, menemukan banyak sekali maladministrasi dalam perkebunan sawit di Kabupaten Buol, Tolitoli dan Morowali Utara. Temuan ORI Sulteng pada aspek pendapatan meliputi ketidakcermatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam melakukan verifikasi luasan objek pajak PBB–P3, sebagian lahan perkebunan sawit masih terdaftar sebagai objek pajak PBB–P2, banyak perusahaan tidak membayar PPN kayu pada lahan yang telah di land clearing, juga soal verifikasi data produksi dan pembelian Tandan Buah Segar (TBS) yang belum maksimal. Sederet problematika tersebut tentu berpotensi menghilangkan penerimaan negara.

 

Ketiga, studi ini dirasa penting untuk menyajikan informasi dasar (baseline) mengenai potret kondisi eksisting perkebunan sawit di Sulawesi Tengah (Sulteng). Informasi ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi pemangku kebijakan dalam merencanakan dan memutuskan pembangunan perkebunan sawit di Sulteng. Keempat, studi ini diharapkan dapat mendorong partisipasi publik dalam memonitoring kinerja dari perkebunan dan industri sawit yang berkembang di Sulteng.

 

Informasi dari studi ini masih bersifat indikatif (dugaan), dan tersusun atas enam informasi penting. Enam paparan informasi tersebut meliputi: (1) tutupan dan status tanaman sawit, (2) produksi tandan buah segar, (3) penerimaan negara atas pajak sawit, (4) pengusahaan perkebunan sawit, (5) sawit dalam kawasan hutan, dan (6) ulasan data tutupan sawit.

 

Pada akhirnya, hadirnya studi ini adalah hasil kerja keras bersama. Maka kami ingin mengucapkan terima kasih kepada para penulis, utamanya dalam proses pengumpulan hingga pengolahan data yang kami pahami penuh keterbatasan. Khususnya kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS dan Dr Bimo Wijayanto, SE. MBA. PhD, yang berkenan menjadi teman diskusi sekaligus reviewer dalam studi ini. Terima kasih juga kepada teman–teman Auriga Nusantara dan WALHI Sulawesi Tengah yang bersedia berbagi informasi yang dimiliki mengenai perkebunan sawit di Sulteng. Terima kasih sedalam–dalamnya juga kepada teman–teman yang sudah menyediakan ruang, waktu dan sumberdaya untuk membahas studi ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Semoga studi ini bermanfaat dan semoga dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan sawit di Sulawesi Tengah.

Selengkapnya studi ini bisa diakses di : Buku Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Perkebunan Sawit Sulteng.

Apakah uang Anda Merusak Hutan atau Melanggar Hak?

Melindungi hutan tropis dunia di Asia Tenggara, Amazon dan Basin Kongo adalah hal yang mendesak untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan menjaga planet tetap layak huni, namun hutan tersebut terus mengalami kerusakan dengan laju yang sangat cepat. Hutan tropis mengatur pola curah hujan global; menyerap dan menyimpan karbon; menyediakan kebutuhan dasar pangan, air, papan dan bahan obat-obatan bagi lebih dari 1 miliar penduduk; dan menjaga sebagian besar keanekaragaman hayati yang tersisa di daratan planet ini. Studi menunjukkan bahwa fragmentasi ekosistem hutan juga berkontribusi pada peningkatan penyakit zoonosis seperti Covid19 dan Ebola. Oleh karena itu, perlindungan hutan sangat penting bagi kesehatan masyarakat global.

Akan tetapi, hilangnya tutupan hutan tropis meningkat hampir dua kali lipat selama 10 tahun terakhir. Pada tahun 2017 saja, 11.9 juta hektar hutan tropis lenyap. Penyebab utamanya adalah pembukaan lahan untuk pertanian yang sering kali dilakukan secara ilegal. Di Asia Tenggara, perkebunan sawit, bubur kertas dan kertas, serta ekspansi industri perkebunan karet dan operasi pembalakan adalah pendorong utama terjadinya deforestasi dan degradasi lahan.

Di Brasil, ekspansi padang rumput untuk produksi daging sapi, eksploitasi kayu, dan ekspansi komoditas lain seperti kedelai, bubur kayu, dan kertas menjadi pendorong utama deforestasi dan degradasi lahan. Di Kongo, eksploitasi kayu dan produksi karet adalah beberapa sektor utama yang mendorong deforestasi.

IPCC memperkirakan bahwa 11% emisi gas rumah kaca (GRK) global berasal dari deforestasi dan degradasi dan menjadikannya sebagai penyebab utama perubahan iklim. Melindungi penyerap karbon penting ini berpotensi mengurangi emisi GRK hampir sepertiganya, menjadikannya salah satu langkah mitigasi yang paling efektif. Sektor yang merisikokan hutan juga dikaitkan dengan pelanggaran HAM yang serius sebagai akibat dari konflik lahan dengan masyarakat adat dan lokal dan praktik perburuhan yang eksploitatif, dan memiliki hubungan yang kuat dengan korupsi, penggelapan pajak dan kejahatan terorganisir. Badan kepolisian internasional INTERPOL memperkirakan bahwa pemasukan dari kayu ilegal saja bisa mencapai USD 100 miliar per tahun, “dicuci” melalui sistem keuangan internasional.

Situs web forestsandfinance.org mengungkap dana yang mengalir ke sektor-sektor komoditas yang memicu deforestasi dan degradasi lahan di Asia Tenggara, Afrika Tengah dan Afrika Barat serta Brasil.

Situs ini menampilkan:

» database yang dapat mendeteksi kesepakatan antara penyandang dana dan kliennya sejak tahun 2013.
» lembar penilaian kebijakan bank yang relevan untuk sektor kehutanan atas risiko lingkungan, sosial dan tata kelola (LST).
» studi kasus atas klien yang tersangkut deforestasi dan pelanggaran HAM.

 

Klik link di bawah ini untuk unduh dokumen selengkapnya:
Apakah uang Anda Merusak Hutan atau Melanggar Hak (pdf)

 

Serial Info Taipan HTI: Risiko Para Penyandang Dana Sektor Pulp and Paper di Indonesia

TuK INDONESIA melakukan Studi di 8 perusahaan pulp & paper, penelitian ini menunjukan perusahaan-perusahan tersebut terlibat dalam beberapa masalah ESG (Environmental, Social, and Governance). Struktur perusahaan di persusahaan-perusahaan ini juga berpotensi dirancang untuk memfasilitasi basic emotion and profit shifting (BEPS) dan transfer mispricing sebagai strategi penghindaran pajak.

Perusahaan-perusahaan tersebut menerima setidaknya 18 miliar dolar AS dalam bentuk utang dan layanan penjaminan emisi pada periode 2013 hingga Juni 2018. Hampir 80% dari kredit ini berasal dari lembaga keuangan berbasis di Asia Timur, dan 15% berasal dari lembaga keuangan Indonesia. Penyandang dana terbesar perusahaan pulp & paper yang aktif di Indonesia, yaitu lembaga keuangan dari Asia Timur dan Asia Tenggara – memiliki kebijakan mitigasi risiko ESG terburuk, masing-masing mencetak skor rata-rata 16% dan 5%. Lembaga keuangan dari China menyediakan 41% dari pembiayaan untuk 8 perusahaan pulp & paper, tetapi memiliki skor penilaian kebijakan rata-rata hanya 1%. Lembaga keuangan Jepang memberikan 26% dari kredit kepada perusahaan pulp & paper, tetapi mencetak skor rata-rata 28%.

Lembaga keuangan Indonesia memberikan 16% dari kredit kepada perusahaan pulp & paper yang dipilih, tetapi hanya mencetak rata-rata 4% dalam penilaian kebijakan.

Download serial info taipan Pulp and Paper

Tinjauan Atas Reformasi Keuangan Berkelanjutan di Indonesia

Laporan ini menampilkan tinjauan atas implementasi reformasi keuangan berkelanjutan yang digawangi oleh OJK melalui analisis terhadap lima bank yang menjadi penyandang dana utama sektor perkebunan dan kehutanan Indonesia. Laporan ini juga mengidentifikasi bahwa regulasi OJK telah dilemahkan karena adanya celah kesenjangan yang memungkinkan bank terus mengaburkan risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) utama para nasabahnya, dan hal ini kemudian menjadi risiko bagi bank yang mendanai mereka; dan pada akhirnya: sistem keuangan Indonesia. Pedoman teknis yang diterbitkan bagi bank mengenai implementasi regulasi keuangan berkelanjutan masih jauh dari harapan. Pedoman itu antara lain masih menyebutkan kegiatan bisnis yang berdampak negatif bagi lingkungan dan sosial sebagai bisnis yang berkelanjutan.

Kegiatan yang disebut-sebut berkelanjutan dalam pedoman ini antara lain: konstruksi pembangkit listrik bio-energi dan kegiatan pembalakan hutan untuk perkebunan. Tanpa adanya standar minimum dan definisi keberlanjutan yang lebih baik, kegiatan-kegiatan bisnis yang mendorong terjadinya deforestasi besarbesaran dan konflik lahan masih dapat dianggap sebagai bisnis yang berkelanjutan; padahal, berdasarkan definisi atau standar mana pun, hal tersebut tidaklah berkelanjutan.

OJK memiliki mandat untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, memastikan kestabilan kondisi keuangan Indonesia dan melindungi kepentingan konsumen serta masyarakat luas. OJK harus terus meningkatkan upayanya dalam menjalankan mandat tersebut dengan cara memperketat regulasi secara signifikan, menerbitkan pedoman teknis yang sudah diperbaiki, dan memberlakukan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran oleh lembaga jasa keuangan. Perbaikan terhadap standar pengungkapan keberlanjutan, proses manajemen risiko LST, dan koordinasi kebijakan yang lebih baik dalam tata kelola sumber daya alam serta penegakan hukum akan membantu melindungi masyarakat dan wilayah alam Indonesia dari bisnis yang tidak bertanggung jawab. Secara bersama-sama, upaya tersebut dapat memperkuat integritas dan kepercayaan dunia terhadap sektor ekonomi utama Indonesia. Pada akhirnya pendapatan negara dapat dioptimalkan dan kebijakan pembangunan ekonomi inklusif dapat dicapai dengan terus menjaga kualitas lingkungan negeri ini bagi generasi masa depan.

Download ringkasan

Download full laporan

Kuasa Taipan Sawit di Indonesia 2018

Kuasa Taipan Sawit di Indonesia 2018. Pada bulan Februari 2015, TuK meluncurkan laporan penelitian tentang para Taipan Sawit di Indonesia yang pertama. Hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Profundo ini membuka mata berbagai pihak tentang seberapa besarnya andil taipan dalam sektor perkebunan sawit. Penelitian ini juga menunjukkan berapa banyak bank tanah perkebunan yang belum dikembangkan yang ada dalam kendali mereka, serta yang terpenting, bagaimana para pendukung dana telah membantu realisasi konsentrasi kekuasaan ini.

Penelitian ini mendukung seruan LSM untuk adanya reformasi agrarian dan untuk sektor keuangan yang berkelanjutan. Hasil temuan ini juga memicu pembahasan tentang pentingnya mengembangkan industri hilir minyak sawit. Selain itu, masyarakat umum menjadi lebih sadar tentang konflik yang terjadi dalam sektor kelapa sawit dan bagaimana sektor keuangan pula yang bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi tersebut.

Tiga tahun telah berlalu sejak penerbitan publikasi tentang Taipan pertama. TuK merasa tepat waktunya untuk menilik kembali penelitian ini dan mengumpulkan informasi dan data terkini terkait permasalahan tersebut.
Mengingat hal ini, Profundo dan TuK INDONESIA melakukan pemutakhiran penelitian tentang kekuasaan para taipan di sektor kelapa sawit Indonesia. TuK INDONESIA, bersama mitra kolaborasinya, akan memanfaatkan hasil temuan penelitian (terkini). Hal ini untuk mengidentifikasi hubungan dengan para taipan dengan politically exposed persons (PEP) yang terlibat dalam pemilihan umum 2019.

Dalam laporan ini kita bisa mengetahui siapa saja para taipan yang mengendalikan 25 Group penguasa lahan sawit di Indonesia. Ini termasuk Group yang terlibat dalam kebakaran hutan 2019, dan dari mana sumber keuangan mereka.

Download kuasa taipan kelapa sawit di indonesia final