Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Jakarta. Selasa, 4 Juli 2023, dilaksanakan agenda serah terima jabatan sekaligus pisah sambut Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif dan personel TuK INDONESIA. Edi Sutrisno, Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA Periode 2022-2023, telah menyerahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan jabatan, tugas dan tanggungjawab jabatan Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA kepada Linda Rosalina, Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA Periode 2023-2026.

 

“Ke depan, tantangan bagi TuK INDONESIA pasti tidak lebih mudah. Jadi, jangan merasa terbebani juga dan jangan fanatik dengan strategi pergerakan, melainkan fokuslah pada tujuan. Jangan ragu-ragu untuk mengambil langkah atau sikap politik, sebab arena ini seperti eksperimen, hanya ada terbukti dan tidak, bukan benar atau salah,” Edi Sutrisno berpesan kepada kepengurusan baru TuK INDONESIA Periode 2023-2026.

 

Agenda tersebut turut dihadiri oleh Badan Pengawas dan Anggota TuK INDONESIA serta menjadi momentum silaturahmi dan pelepasan personel TuK INDONESIA yang melanjutkan pengabdian pada arena lain. Badan Pengawas TuK INDONESIA, Norman Jiwan menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas dedikasi Edi Sutrisno, Achmad Mubarok, dan Dewi K Setiawati dalam kerja-kerjanya bersama TuK INDONESIA. Pada kesempatan tersebut, Jiwan pun memberikan apresiasi kepada seluruh Badan Pengurus TuK INDONESIA Periode 2022-2023 atas capaian-capaian yang berkontribusi positif kepada gerakan sosial di Indonesia secara umum.

 

Abetnego Tarigan, Anggota TuK INDONESIA, menyampaikan, “Ke depan, TuK INDONESIA perlu mencapai hal-hal yang lebih baik dengan cara yang lebih agile agar tidak terjadi stagnasi organisasi.”

 

Agenda tersebut ditutup dengan penyerahan dokumen-dokumen berkenaan kepengurusan periode 2022-2023 serta pemberian kenang-kenangan. Serah terima jabatan tersebut tentu menjadi penanda babak baru TuK INDONESIA.

 

TuK INDONESIA, Advocating People for Justice

#firesandfinance.org

#forestandfinance.org

Rapat Anggota Luar Biasa TuK INDONESIA Tahun 2023

Jakarta, Sabtu, 24 Juni 2023. TuK INDONESIA menyelenggarakan Rapat Anggota Luar Biasa Tahun 2023 sebagai forum pertemuan untuk merespon dan memutuskan situasi khusus yang dihadapi oraganisasi.

Dalam upaya menjawab dinamika organisasi dan meneruskan perjuangan transformasi berkeadilan, peran pemimpin dalam organisasi menjadi penting dalam menjalankan fungsi koordinasi dan manajerial, serta fungsi penting lainnya. Forum Rapat Anggota Luar Biasa TuK INDONESIA Tahun 2023 memutuskan dan menetapkan beberapa hal yang menjadi concern organisasi dan salah satunya adalah menetapkan Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif Tuk INDONESIA Periode 2023-2026. Linda Rosalina, S.E.,M.Si, dipilih dan ditetapkan dalam forum Rapat Anggota Luar Biasa TuK INDONESIA Tahun 2023.

Pernyataan Visi:

Terwujudnya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan keadilan sosial oleh negara dan aktor non- negara dalam bidang kebijakan, program dan kegiatan agribisnis dan pengelolaan sumber daya alam.

“Terima kasih atas kesepakatannya untuk memilih saya bersama TuK INDONESIA sampai tahun 2026 nanti. Saya harap kita bisa bersama-sama memajukan TuK INDONESIA. Kedepan saya membayangkan TuK INDONESIA lebih membumi sebagai pionir isu keuangan berkelanjutan di Indonesia mengingat isu keuangan itu sangat kritis. Mari sama-sama kita membangun TuK INDONESIA”, Linda Rosalina, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA Periode 2023-2026.

Analisa Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan Pada Aspek Lingkungan

Pada awal tahun 2022, pemerintah mengumumkan mencabut ribuan izin usaha tambang, kehutanan, dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan (Kemensetneg 2022). Pencabutan ini merupakan evaluasi besar-besaran terhadap izin-izin pemanfaatan dan pengelolaan lahan di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Hanya saja, pencabutan izin yang dilakukan ini lebih didasari pada efisiensi ekonomi, bukan terkait masalah lingkungan (Mongabay 2022). Pertama, pernyataan Presiden bahwa pencabutan tersebut terdiri atas izin-izin yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan (Kemensetneg 2022). Kedua, basis argumentasi KLHK (2022)didalam pencabutan izin konsesi kehutanan lebih mengutamakan optimalisasi produktivitas kawasan hutan untuk penyiapan lapangan kerja dalam mendorong produktivitas pertumbuhan Indonesia, dibandingkan sebagai upaya pemulihan lingkungan dan sosial.

Padahal, upaya pemulihan lingkungan tidak bisa dikesampingkan, sebab faktualnya. ancaman perubahan iklim meningkat secara signifikan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2021 mencatat sebanyak 5.402 kejadian bencana, dan 99,5% didominasi oleh bencana hidrometeorologi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kejadian bencana tersebut meliputi banjir 1.794 kejadian, cuaca ekstrem 1.577 kejadian, longsor 1.321 kejadian, kebakaran hutan dan lahan 579 kejadian, gelombang pasang dan abrasi 91 kejadian, dan kekeringan 15 kejadian. Prediksi WALHI (2022) bahwa bencana hidrometeorologi pada 2022 akan meningkat sebesar 7% dibandingkan pada 2021.

Tingginya bencana menunjukkan kerentanan Indonesia terhadap dampak dari perubahan iklim. Kerentanan tersebut tercermin dari kenaikan Global Climate Risk Index (CRI) Indonesia pada 2018 di peringkat 64 menjadi peringkat 14 dunia pada 2019 (Eckstein et. al 2020, 2021). Akibat dampak dari perubahan iklim, Kementerian Keuangan (2019) memperkirakan pada 2050 Indonesia akan alami kerugian ekonomi sebesar 1,4% dari nilai PDB 2019.

Pengendalian perubahan iklim termasuk dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) memerlukan dana tidak kecil. Dalam dokumen Second Biennial Update Report (2018), agar tercapai target penurunan emisi pada 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional, estimasi pendanaan yang dibutuhkan Indonesia mencapai 247,2 miliar USD. Sektor hutan dan energi menjadi sektor utama dalam target penurunan emisi yang memiliki kebutuhan dana paling besar yaitu 5,56 miliar USD dan 236,2 miliar USD (BUR 2018).

Berkenaan dengan pendanaan iklim, ketidakjelasan konsekuensi khususnya terkait mekanisme disinsentif yang minim membuat implementasi di lapangan memiliki gap besar antara komitmen dan implementasi. Sejumlah uang banyak disalurkan oleh penyandang dana kepada sektor-sektor yang justru telah merisikokan hutan dan memperburuk iklim (TuK INDONESIA 2020, Responsibank 2022).

Dalam konteks pencabutan ribuan izin, mengindikasikan bahwa implementasi kerangka Environmental, Social, dan Governance (ESG) lemah. Sejumlah korporasi yang dicabut izinnya pada Januari 2022, tercatat telah menerima utang dan penjaminan sebesar 26,62 miliar dolar AS sepanjang 2017-2021. Sebesar 9,37 miliar dolar AS atau 35% diantaranya berasal dari BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan Bank Sinar Mas (TuK INDONESIA 2022). Dengan demikian, sejumlah pembiayaan yang telah disalurkan tersebut akan menjadi risiko bagi penyandang dana.

Sebagai upaya perbaikan tata kelola Sumberdaya Alam (SDA) dan penguatan sistem perizinan, TuK INDONESIA memandang pencabutan izin merupakan langkah positif pemerintah yang perlu didukung. Namun, TuK INDONESIA menekankan bahwa momentum pencabutan izin ini semestinya mampu menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan lahan, penyelesaian konflik tenurial, dan pemulihan lingkungan. Sehingga, indikator di dalam pencabutan izin dapat diperluas pada aspek Lingkungan, Sosial, dan Tata kelola (LST) dan evaluasi dapat dilakukan secara berkala.

Dalam konteks demikian, TuK INDONESIA memandang perlu menyusun sebuah studi terkait kelayakan pencabutan izin pada aspek LST. Studi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kementerian terkait agar dapat dilakukan eskalasi pencabutan izin yang layak dari aspek LST dan sebagai bahan pertimbangan agar tidak menerbitkan izin baru.

Lembar fakta hasil studi tersaji pada laman berikut: lembar fakta analisa pencabutan izin konsesi kawasan hutan pada aspek lingkungan

Policy Brief; Memperkuat Tata Kelola Mangrove di Kab. Banggai

Perairan Kabupaten Banggai memiliki tiga komponen ekosistem pesisir tropis penting yaitu terumbu karang, padang lamun, dan mangrove, dimana sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut memiliki nilai penting dari aspek ekologis, ekonomis, budaya, sejarah dan ilmu pengetahuan. Selain memiliki komponen ekosistem pesisir utama yang mendukung sumber daya perikanan, kawasan Banggai merupakan habitat bagi spesies endemik yakni Banggai Cardinal Fish (BCF) yang dikenal memiliki nilai ekonomi akan tetapi terancam keberadaannya dihabitat alaminya.

Kabupaten Banggai memiliki potensi kawasan manggrove cukup baik namun hingga saat ini belum terpetakan mulai sebaran desa dengan kawasan hutan mangrove, potensi luasan, pengelolaan dan ancamannya. TuK Indonesia telah melakukan penelitian survei di 17 Desa Kabupaten Banggai untuk memetakan beberapa ruang lingkup tersebut. Diharapkan dengan pemahaman holistik atas potensi dan manfaat dari kawasan hutan mangrove baik dalam hal ekonomi; sosial; dan lingkungan, maka selanjutnya dapat disusun peta jalan kebijakan dan peran kolaborasi multipihak yang efektif dalam mewujudkan tata kelola pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan.

secara lebih lengkap, dapat diakses pada tautan berikut: Policy Brief_Mangrove_Banggai_final

Policy Brief Perlindungan Lingkungan dan Pangan di Kab. Parigi Moutong

Konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan pertambangan emas PT. Trio Kencana di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah mencapai puncaknya pada 12 Februari 2022. Masyarakat yang menolak hadirnya aktivitas pertambangan, karena khawatir akan mempengaruhi lingkungan dan ekosistem pertanian. Saat itu masyarakat melakukan protes yang berujung pada pembubaran massa oleh aparat kepolisian gabungan dari Polres Parimo dan Polda Sulawesi Tengah. Akibat kejadian tersebut menyebabkan tewasnya seorang warga ER (21 tahun) akibat tembakan aparat. Selain itu, terdapat 59 orang ditangkap oleh pihak kepolisian, hanya saja satu orang dibebaskan di tingkat Polsek Kasimbar, sehingga yang dibawa ke tingkat Polda Sulawesi Tengah sebanyak 58 orang.

Konflik tersebut merupakan latar belakang yang mendorong diinisiasinya Penelitian “Keberterimaan Sosial dan Persepsi Masyarakat terhadap Usaha Pertambangan serta Dampaknya” (Studi Kasus Pertambangan Emas di Parigi Moutong), Studi ini kemudian dikembangankan menjadi rekomendasi kebijakan dalam bentuk “Policy Brief Perlindungan Lingkungan & Pangan di Kab. Parigi Moutong”.

secara lengkap, policy brief tersebut dapat diunggah pada tautan berikut : Policy Brief Perlindungan Lingkungan dan Pangan di Kab. Parigi Moutong

Policy Brief: Pemetaan Aktor Keuangan Berkelanjutan Pada Sektor Industri Kehutanan dan Sawit di Prov. Papua

Komitmen jangka panjang Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kebijakan Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) untuk mendukung upaya program ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan yang di implementasikan melalui roadmap kedua tahun 2015-2025 dibawah kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berfokus pada penciptaan ekosistem keuangan berkelanjutan secara komprehensif, dengan melibatkan seluruh pihak terkait dan mendorong pengembangan kerja sama dengan pihak lain.

Peta jalan aksi keuangan berkelanjutan merupakan proses pelaksanaan pada praktek industri keuangan yang mengedepankan pertumbuhan berkelanjutan dengan menyelaraskan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup yang mana setiap perusahaan harus memiliki Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) sebagai salah satu indikator capaian untuk mendukung keuangan berkelanjutan.

Sejalan dengan itu, roadmap keuangan berkelanjutan ini juga disusun untuk mendukung pelaksanaan SDGs dan RPJMN melalui aspek keuangan berkelanjutan diantaranya terpenuhinya kriteria lingkungan, sosial dan tata kelola yang baik. Meskipun didalam prosesnya masih mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaan keuangan berkelanjutan terutama pada bank-bank yang memberikan fasilitas pembiayaan untuk investasi beresiko tinggi seperti perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman (TuK, 2019)

Pemerintah Provinsi Papua melalui visi pembangunan berkelanjutan 2100 menyatakan bahwa membangun Provinsi Papua berdasarkan keunikan karakteristik sosial budaya, alam dan pembangunan daerah. Hal ini kemudian langkah yang ditempuh dalam proses pembangunan yang berkelanjutan, Papua akan mengawal investasi yang masuk, agar aspek sosial, lingkungan dan tata kelola yang baik, dapat terintegrasi secara keseluruhan dengan arah visi pembangunan berkelanjutan 2100. Tidak terkecuali untuk investasi pada sektor kehutanan dan perkebunan melalui Hutan Tanaman industri maupun kelapa sawit.

Berlatar belakang kondisi di atas, “Policy Brief: Pemetaan Aktor Keuangan Berkelanjutan Pada Sektor Industri Kehutanan dan Sawit di Provinsi Papua” disusun, selengkapnya dokumen tersebut dapat diunduh di : Policy Brief Papua

Panduan Pembiayaan Berkelanjutan Pada Perkebunan Kelapa Sawit

 

Panduan dengan judul Standar Pelaksanaan Pembiayaan Berkelanjutan Pada Perkebunan Kelapa Sawit disusun sebagai buku pegangan (handbook) dalam melihat dan melakukan verifikasi atas kinerja (performance) keberlanjutan nasabah atau calon nasabah dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Kinerja keberlanjutan yang dinilai terdiri atas empat aspek penting yaitu (1) kepatuhan administrasi, (2) tata kelola, (3) sosial, dan (4) lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati.

Dalam panduan ini, aspek kepatuhan administrasi menjadi vocal point yang menentukan pertama kali apakah penilaian kinerja keberlanjutan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit dapat dilanjutkan untuk ketiga aspek lainnya. Sebab, melalui penilaian terhadap kepatuhan administrasi, kita dapat melihat tingkat keseriusan perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam memenuhi tanggung jawab yang paling dasar yaitu pemenuhan syarat-syarat administrasi.

Keempat aspek penilaian kemudian kami kelompokkan sebagai prinsip yang dikembangkan dalam bentuk alat bantu atau biasa disebut kriteria, indikator, hingga instrumen verifikator. Terdapat 4 prinsip yang menjadi dasar, 21 kriteria, dan 35 indikator yang kami kembangkan dari hasil diskusi materialistis tentang standardiasi pembiayaan berkelanjutan bersama multistakeholders baik lokal maupun nasional. Selanjutnya kami juga mengadopsi berbagai referensi standar sertifikasi, legalitas, keadilan sosial, kebijakan sumberdaya, dan perencanaan pembangunan wilayah yang kemudian diintegrasikan dengan buku acuan pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Panduan ini mencoba mengembangkan alat bantu yang sudah dibangun oleh OJK sebelumnya dengan melengkapi dari sisi pelaksanaan verifikasi data dan informasi yang dibutuhkan sebelum maupun sesudah perusahaan perkebunan kelapa sawit dan LJK menyepakati investasi yang bertanggung jawab. Investasi yang berdasar pada nilai-nilai keadilan bagi lingkungan, sosial, dan tatakelola sehingga tercipta pembiayaan atau keuangan berkelanjutan. Harapannya, pembiayaan atau keuangan berkelanjutan tidak hanya sekedar konsep, terpenting dapat diimplementasikan dengan mudah di lapangan oleh para pihak.

Secara khusus kami sampaikan apresiasi kepada para penulis yang berhasil menyusun panduan ini. Ucapan terima kasih yang mendalam kami sampaikan kepada para kontributor. Apresiasi kami sampaikan juga kepada para narasumber yang berkenan menyumbangkan pikirannya dalam panduan ini: Dr. Istiana Maftuchah, Prof. Endriatmo Soetarto, dan Dr. Abdul Haris Semendawai. Begitu juga dengan pihak-pihak yang mendukung dan memberikan bantuan hingga terbitnya panduan ini, kami sampaikan banyak terima kasih.

Pada akhirnya, semoga panduan ini memberikan dampak dan manfaat pada pembiayaan yang benar-benar hijau dan berkelanjutan.

 

Selengkapnya buku ini bisa diunduh di : Panduan Standar Pelaksanaan Pembiayaan Berkelanjutan Pada Perkebunan Kelapa Sawit

Indikator Pada Panduan ini bisa diunduh di : Matriks Penilaian

Pendugaan Potensi Pajak Sawit di Provinsi Jambi 2021

Pendugaan Potensi Pajak Sawit di Provinsi Jambi 2021

Studi ini adalah studi kedua yang kami lakukan untuk melihat potensi penerimaan negara dari pajak sawit. Pada studi pertama, kami lakukan di Sulawesi Tengah tahun 2020. Studi kedua kali ini kami laksanakan tahun 2021 untuk lingkup Jambi dengan pembaruan metode pengumpulan data. Kami lakukan observasi lapangan untuk validasi data, dan kami gunakan citra resolusi tinggi untuk analisis studi kasus. Tujuannya agar dihasilkan nilai perhitungan pajak yang paling mendekati.

Seperti kami sampaikan pada studi pertama, optimalisasi penerimaan perpajakan oleh Pemerintah menjadi latar belakang dari penyusunan studi ini. Adanya gap antara data potensi pajak sawit dengan target dan realisasinya menjadi persoalan yang hendak didalami. Pada titik ini, transparansi menjadi kunci, dan kapasitas serta penggunaan teknologi merupakan hal pertama yang harus ditingkatkan.

Jambi adalah Provinsi dengan potensi industri sektor berbasis lahan yang tinggi. Dalam konteks sektor sawit, Jambi masuk 10 besar provinsi produsen kelapa sawit di Indonesia. Sedihnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jambi masih rendah, terbesar berasal dari pajak kendaraan. Jambi juga masuk dalam langganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seiring dengan luasnya kerusakan gambut dan tingginya konflik tenurial. Potret ini menunjukkan bahwa antara eksploitasi sumberdaya di Jambi tidak sebanding dengan penerimaan negara maupun pendapatan daerahnya.

Kami menyadari, agar dapat membuat keputusan yang tepat dibutuhkan data dan informasi yang lengkap dan akuntable. Maka, menyajikan informasi dasar (baseline) mengenai potret eksisting sawit di Jambi kami pikir penting untuk melihat potensi sektor sawit di Jambi secara utuh. Harapan kami ini dapat menjadi sumber alternatif informasi, sebagai pemantik agar para pengampu data mau terbuka, dan terpenting pemerintah daerah lebih serius melakukan pendataan dan pengintegrasian data dengan bersinergi antar pemerintah dan level pemerintahan. Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kebi jakan dengan tujuan peningkatan pendapatan daerah.

Baseline studi ini menyajikan enam informasi penting dan bersifat indikatif (dugaan). Enam baseline informasi tersebut terdiri atas: (1) tutupan dan status tanaman sawit, (2) produksi tandan buah segar, (3) penerimaan negara atas pajak sawit, (4) pengusahaan perkebunan sawit, (5) sawit dalam kawasan hutan, dan (6) sawit pada lahan gambut.

Atas hadirnya kembali studi kedua ini, kami mengucapkan terima kasih banyak kepada segenap yang telah berpartisipasi. Terima kasih kepada para penulis yang sudah berusaha dengan gigih dalam proses pengumpulan hingga pengolahan data. Khususnya terima kasih kepada Bapak Hariadi Kartodihardjo dari IPB University, Ibu Dwi Hastuti dari Univeristas Jambi dan Bapak Budi Arifandi dari Direktorat Jenderal Pajak, yang berkenan menjadi teman diskusi dan reviewer dalam proses penyelesaian studi ini. Terima kasih kepada The Prakarsa yang bersedia memberikan dukungan pendanaan untuk studi ini. Terima kasih sedalam–dalamnya juga kepada teman–teman yang sudah mencurahkan waktu untuk membahas studi ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Disadari sepenuhnya bahwa studi ini belum sempurna, oleh karena itu sangat penting adanya kritik maupun masukan untuk kemudian menjadi bagian penyempurnaan dari studi potensi penerimaan perpajakan pada seri selanjutnya.

Terima kasih dan selamat menikmati di setiap informasinya.

 

Selengkapnya buku ini dapat diunduh dan dibaca secara daring melalui link berikut : Pendugaan Potensi Pajak Sawit di Provinsi Jambi 2021

PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN

LAPORAN RESMI PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN

Mitsubishi UFJ Financial (MUFG) adalah salah satu penyandang dana bagi perusahaanperusahaan terkemuka di dunia yang turut memicu perusakan hutan hujan tropis melalui produksi dan perdagangan komoditas seperti minyak sawit, bubur kertas & kertas. Sejak 2016, MUFG menyediakan hampir USD 3 Miliar pembiayaan yang berisiko terhadap hutan bagi produksi dan perdagangan komoditas terkait deforestasi di Asia Tenggara, Brasil, dan sebagian Afrika. Sektor ini adalah kontributor utama bagi terjadinya perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati melalui perubahan penggunaan lahan yang terkait dengan pelanggaran HAM dan korupsi. Mengatasinya harus menjadi komponen utama dari rencana aksi iklim MUFG dan komitmen yang lebih luas bagi keberlanjutan.

Lebih dari 60% pembiayaan MUFG yang berisiko terhadap hutan disalurkan ke Asia Tenggara, terutama pada sektor minyak sawit, bubur kertas & kertas. MUFG adalah penyandang dana terbesar sektor minyak sawit yang berkantor pusat di luar Asia Tenggara (lihat Bagan 1). Memperluas kehadirannya di kawasan ini melalui akuisisi termutakhirnya pada bank terbesar keenam di Indonesia, yaitu PT Bank Danamon Tbk (IDX: BDMN). MUFG terpapar risiko Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST) tingkat tinggi yang terkait dengan nasabahnya di sektor ini.

Risiko LST yang terdokumentasi dengan baik ini termasuk deforestasi yang meluas, penyuapan, pelanggaran aturan ketenagakerjaan dan pelanggaran terhadap hak atas tanah.

Beberapa nasabah MUFG, selama beberapa tahun terlibat dalam bencana kebakaran besar di Indonesia, dan diperkirakan telah menyebabkan puluhan ribu kematian dini di seluruh wilayah yang terdampak oleh kebakaran ini serta mengakibatkan kerugian dan kerusakan ekonomi hingga puluhan miliar dolar. Kebakaran ini, yang kemudian dipicu oleh kerusakan gambut yang kaya karbon, telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia. Pada tahun 2019, kebakaran di Indonesia menghasilkan lebih banyak emisi CO2 daripada kebakaran Amazon dan pada tahun 2015 kebakaran kembali terjadi dengan dampak yang lebih parah, mengeluarkan gas rumah kaca lebih banyak daripada emisi yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian Jepang per tahun.

Download Laporan

Studi Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Perkebunan Sawit Sulawesi Tengah

Pada awalnya studi ini berangkat dari pencanangan target Pemerintah untuk mobilisasi penerimaan negara yang disampaikan Jokowi pada 2019 lalu. Target itu meliputi optimalisasi penerimaan perpajakan dan reformasi pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Rendahnya realisasi penerimaan negara dari pajak sawit dan PNBP sumberdaya alam yang menyebabkan kerugian negara triliyunan rupiah menjadi perhatiannya.  Terus terang dalam lima tahun ke belakang ini, TuK INDONESIA banyak bekerja di Sulawesi Tengah untuk sektor sawit. Sehingga pada Juni 2020, kami pun bersepakat menyusun studi untuk melihat potensi penerimaan pajak dari sektor ini.

 

Rupanya pandemi COVID-19 yang terjadi awal 2020 ini sangat membatasi ruang gerak kami, utamanya dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini, terlalu berisiko untuk kami melakukan validasi lapangan, sehingga kami sadari terdapat deviasi dari informasi yang dihasilkan. Kemudian, penggunaan citra dengan resolusi rendah dan pemakaian asumsi nilai terendah dalam perhitungan pajak, kami juga sadari berimplikasi terhadap hasil perhitungan yang menjadi under estimate.

 

Terlepas dari kekurangannya, kami sangat meyakini bahwa penyusunan studi ini penting untuk tetap dilakukan. Setidaknya didasarkan atas empat hal: Pertama, selama kami bekerja di Sulawesi Tengah, baik pemerintah daerah, akademisi, maupun teman-teman CSO, tidak pernah mengetahui seberapa besar potensi penerimaan negara untuk sektor sawit di Sulawesi Tengah. Ketiadaan akan transparansi informasi publik masih menjadi persoalan dasar yang tidak kunjung terselesaikan. Bahkan ketertutupan akses informasi diantara sesama instansi pemerintahan pun terjadi disana.

 

Kedua, studi ini merupakan tindak lanjut dari hasil temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah. Studi ORI Sulteng pada 2018, menemukan banyak sekali maladministrasi dalam perkebunan sawit di Kabupaten Buol, Tolitoli dan Morowali Utara. Temuan ORI Sulteng pada aspek pendapatan meliputi ketidakcermatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam melakukan verifikasi luasan objek pajak PBB–P3, sebagian lahan perkebunan sawit masih terdaftar sebagai objek pajak PBB–P2, banyak perusahaan tidak membayar PPN kayu pada lahan yang telah di land clearing, juga soal verifikasi data produksi dan pembelian Tandan Buah Segar (TBS) yang belum maksimal. Sederet problematika tersebut tentu berpotensi menghilangkan penerimaan negara.

 

Ketiga, studi ini dirasa penting untuk menyajikan informasi dasar (baseline) mengenai potret kondisi eksisting perkebunan sawit di Sulawesi Tengah (Sulteng). Informasi ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi pemangku kebijakan dalam merencanakan dan memutuskan pembangunan perkebunan sawit di Sulteng. Keempat, studi ini diharapkan dapat mendorong partisipasi publik dalam memonitoring kinerja dari perkebunan dan industri sawit yang berkembang di Sulteng.

 

Informasi dari studi ini masih bersifat indikatif (dugaan), dan tersusun atas enam informasi penting. Enam paparan informasi tersebut meliputi: (1) tutupan dan status tanaman sawit, (2) produksi tandan buah segar, (3) penerimaan negara atas pajak sawit, (4) pengusahaan perkebunan sawit, (5) sawit dalam kawasan hutan, dan (6) ulasan data tutupan sawit.

 

Pada akhirnya, hadirnya studi ini adalah hasil kerja keras bersama. Maka kami ingin mengucapkan terima kasih kepada para penulis, utamanya dalam proses pengumpulan hingga pengolahan data yang kami pahami penuh keterbatasan. Khususnya kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS dan Dr Bimo Wijayanto, SE. MBA. PhD, yang berkenan menjadi teman diskusi sekaligus reviewer dalam studi ini. Terima kasih juga kepada teman–teman Auriga Nusantara dan WALHI Sulawesi Tengah yang bersedia berbagi informasi yang dimiliki mengenai perkebunan sawit di Sulteng. Terima kasih sedalam–dalamnya juga kepada teman–teman yang sudah menyediakan ruang, waktu dan sumberdaya untuk membahas studi ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Semoga studi ini bermanfaat dan semoga dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan sawit di Sulawesi Tengah.

Selengkapnya studi ini bisa diakses di : Buku Optimalisasi Penerimaan Negara Sektor Perkebunan Sawit Sulteng.