Anggota Baru TuK INDONESIA

Selasa, 28 Februari 2023 pada agenda Rapat Tahunan Anggota TuK INDONESIA Tahun 2023 disahkan tiga anggota baru TuK INDONESIA. Ketiga anggota baru TuK INDONESIA tersebut adalah Linda Rosalina, Abdul Haris, dan Rudiansyah. Ketiganya berkomitmen pada nilai-nilai ke-TuKINDONESIA-an dan upaya perwujudan keadilan sosial.

Memiliki sifat seperti air yang selalu menuju ke tanah sebagai perlambang keberpihakan pada masyarakat kecil, garam sebagai pelengkap dan penyempurna, serta tanah yang menumbuhkan keragaman. Semoga sebagai anggota TuK INDONESIA, ketiganya dapat menjadi inisiator gerakan transformasi dengan semangat muda yang menggelora memperjuangkan perwujudan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dan keadilan sosial.

Mari #RangkulKesetaraan dalam Ruang Wicara Perempuan Muda

Selamat Hari Perempuan Internasional dari TuK INDONESIA!

8 Maret menjadi peringatan perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan serta pemenuhan haknya yang kemudian disebut sebagai Hari Perempuan. Berkembangnya dunia hingga hari ini tidak lantas menjadikan bahan bakar perjuangan perempuan menjadi habis. Sebab hingga hari ini, perjuangan panjang perempuan belum mencapai tujuannya.

Gerakan perempuan adalah gerakan bersama yang sejatinya juga adalah gerakan lintas gender. Melalui momentum ini, TuK INDONESIA mengajak seluruh pihak untuk terus semangat menjalar merebak bersama menuju pada perwujudan keadilan sosial. Pada hal ini pun, perlu diingat bersama bahwasanya keadilan sosial tidak dapat terwujud tanpa tercapainya keadilan gender.

#EmbraceEquity yang menjadi tema Hari Perempuan Internasional 2023 perlu diselami bersama bahwa diskursus mengenai kesetaraan gender hari ini tidak seharusnya dicukupkan pada pemenuhan akses atau kesempatan saja. Tercapainya kesetaraan gender ialah tercapainya pemenuhan hak dan kewajiban. Sekali lagi, TuK INDONESIA mengucapkan selamat Hari Perempuan Internasional dan selamat merangkul kesetaraan.

Dalam momentum Hari Perempuan Internasional 2023 TuK INDONESIA membuka Ruang Wicara Perempuan Muda melalui Instagram Live. Bersama Novilyana Onora (Celebes Bergerak), Allysha Tifara (Mahasiswi STH Jentera Indonesia), dan Mufida Kusumaningtyas (TuK INDONESIA) mari #RangkulKesetaraan mulai malam nanti, Rabu, 8 Maret 2023 pukul 20.00 sampai 21.00 WIB melalui akun instagram @tukindonesia.

#IWD2023 #EmbraceEquity #RangkulKesetaraan #RuangWicaraPerempuanMuda

Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya

Abetnego Tarigan, S.E., M.Si. merupakan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Bidang Pembangunan Manusia yang turut aktif bergerak dalam perjuangan-perjuangan masyarakat sipil. Penghargaan yang dianugerahkan pun berkaitan dengan peran aktifnya dalam pengembangan sawit berkelanjutan yang mengolaborasikan banyak stakeholders dari tingkat tapak hingga internasional.

Dalam hal ini, TuK INDONESIA menyorot betapa gerakan masyarakat sipil turut membuktikan perannya dalam mendorong transformasi tata kelola sumber daya alam dan hadir di tengah relasi kompleks masyarakat dengan ruang hidupnya dalam memperjuangkan pemulihan lingkungan hidup serta kesejahteraan masyarakat melalui kerja-kerja advokasi yang dilakukannya.

TuK INDONESIA optimis bahwa gerak kolaboratif termasuk Civil Society Organization di dalamnya akan membawa Indonesia menuju pada keadilan sosial.

Media Briefing: Tantangan Keuangan Berkelanjutan di Indonesia: Roadmap Keuangan Berkelanjutan dan Taksonomi Hijau Indonesia

Secara konseptual, tujuan utama pembangunan berkelanjutan adalah meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan melindungi lingkungan. Menurut Haddad dan Maftuchah (2015), pembangunan berkelanjutan meletakkan keseimbangan antara tiga aspek yaitu: ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial yang didukung oleh tata kelola yang baik. Hal ini adalah konsep global yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan pembangunan di setiap negara. Di Indonesia, tujuan dari pembangunan berkelanjutan tersebut diekspresikan ke dalam berbagai program dan bidang pembangunan termasuk dalam bidang keuangan yang tercermin pada roadmap keuangan berkelanjutan dan POJK 51/2017 tentang keuangan berkelanjutan.

Dalam konteks keuangan berkelanjutan, Indonesia dianggap maju dengan kebijakannya (Prakarsa 2019). Penilaian IFC (2019) menyebutkan bahwa Indonesia dan Cina termasuk first movers dalam keuangan berkelanjutan. Lembaga keuangan di Indonesia memiliki tingkat kepatuhan prosedural yang tinggi dalam pengembangan Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan penyampaian laporan keuangan berkelanjutan (LK) (Setyowati 2020). Pandangan ini berlainan dengan Harijanti (2021) yang menyebutkan bahwa Indonesia tidak memiliki perkembangan dalam penerapan keuangan berkelanjutan yang dilihat dari tidak ada perusahaan Indonesia yang mengikuti pledging global seperti komitmen untuk transisi nol karbon. Pandangan ini diperkuat dengan hasil riset investigatif TuK INDONESIA (2019) yang menemukan praktik penyimpangan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam pembiayaan kepada kliennya di sektor sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi tanpa mengindahkan aspek keberlanjutan.

Menurut Keraf (2023) belum efektifnya implementasi keuangan berkelanjutan atau pembiayaan hijau dikarenakan tiga hal. Pertama, orientasi Negara masih pada ekonomi pertumbuhan (pro growth), yang tercermin didalam keputusan pembiayaan Bank masih mengutamakan “untung” dibandingkan kinerja Environmental, Social, and Governance (ESG). Kedua, tidak ada kekuatan yang memaksa soal perhatian LJK terhadap ESG. Ketiga, penegakan hukum lingkungan yang tidak efektif. Atas situasi tersebut, tawaran Keraf kedepan adalah seluruh komponen masyarakat mengambil langkah untuk memperkuat peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawal seluruh implementasi kebijakan keuangan berkelanjutan. Dengan catatan, OJK juga harus membuka diri untuk memperkuat perannya dengan melibatkan masyarakat sipil seperti terlibat di dalam Kelompok Kerja Keuangan Berkelanjutan dalam memastikan konsistensi implementasi keuangan berkelanjutan.

Berkenaan dengan dari mana dan akan kemana keuangan berkelanjutan ini berjalan, OJK mengembangkan sebuah ekosistem yang terdiri atas tujuh komponen di dalam roadmap keuangan berkelanjutan periode 2021-2025. Ketujuh komponen tersebut meliputi kebijakan, produk, infrastruktur pasar, koordinasi kementerian/lembaga, dukungan non-pemerintah, sumber daya manusia, dan awareness. Salah satu kebijakan yang telah dihasilkan OJK yaitu dokumen Taksonomi Hijau Indonesia (THI) pada Januari 2022. Taksonomi Hijau Indonesia digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan insentif dan disinsentif dari berbagai Kementerian dan Lembaga, termasuk OJK; dan sebagai pedoman untuk keterbukaan informasi, manajemen risiko dan pengembangan produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan yang inovatif bagi Sektor Jasa Keuangan (SJK) dan Emiten. Taksonomi Hijau Indonesia diharapkan dapat memberikan gambaran atas klasifikasi suatu sektor/subsektor yang telah dikategorikan hijau dengan mengadopsi prinsip berbasis ilmiah dengan tujuan untuk menghindari adanya praktik greenwashing.

Mempertimbangkan konteks sebagaimana diilustrasikan di atas, TuK INDONESIA bersama para pakar akan menyelenggarakan media briefing bertajuk Tantangan Keuangan Berkelanjutan di Indonesia: Roadmap Keuangan Berkelanjutan dan Taksonomi Hijau Indonesia.

Mendiskusikan terkait perjalanan keuangan berkelanjutan, capaian dan hambatannya, momentum satu tahun implementasi taksonomi hijau, serta rekomendasi strategis dalam percepatan implementasi keuangan berkelanjutan di Indonesia.

Kegiatan akan dilaksanakan secara hybrid pada:

Rabu, 8 Februari 2023 | 10.00-12.00 WIB | Resto KAUM Jakarta, Menteng | Zoom ID: 88173007462, Pass: indonesia

Terima kasih & Salam,
TuK INDONESIA

#sustainablefinance#keuanganberkelanjutan#greentaxonomy#taksonomihijau#tukindonesia

Media Briefing: Satu Tahun Pencabutan Izin Konsesi & Investasi Hijau

Pada 5 Januari 2022, pemerintah mengumumkan mencabut ribuan izin usaha tambang, kehutanan, dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan (Kemensetneg 2022). Pencabutan ini merupakan evaluasi besar-besaran terhadap izin-izin pemanfaatan dan pengelolaan lahan di seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan. Hanya saja, pencabutan izin yang dilakukan ini lebih didasari pada efisiensi ekonomi, bukan terkait masalah lingkungan. Pertama, pernyataan Presiden bahwa pencabutan tersebut terdiri atas izin-izin yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan (Kemensetneg 2022). Kedua, basis argumentasi KLHK (2022) didalam pencabutan izin konsesi kehutanan lebih mengutamakan optimalisasi produktivitas kawasan hutan untuk penyiapan lapangan kerja dalam mendorong produktivitas pertumbuhan Indonesia, dibandingkan sebagai upaya pemulihan lingkungan dan sosial. Padahal, upaya pemulihan lingkungan tidak bisa dikesampingkan, sebab faktualnya ancaman perubahan iklim meningkat secara signifikan.

Dalam konteks pencabutan ribuan izin, mengindikasikan bahwa implementasi kerangka Environmental, Social, dan Governance (ESG) lemah. Sejumlah korporasi yang dicabut izinnya pada Januari 2022, tercatat telah menerima utang dan penjaminan sebesar 26,62 miliar dolar AS sepanjang 2017-2021. Sebesar 9,37 miliar dolar AS atau 35% diantaranya berasal dari BCA, BRI, Bank Mandiri, BNI, dan Bank Sinar Mas (TuK INDONESIA 2022). Dengan demikian, sejumlah pembiayaan yang telah disalurkan tersebut akan menjadi risiko bagi penyandang dana.

TuK INDONESIA bersama para akademisi akan menyelenggarakan media briefing bertajuk “Satu Tahun Pencabutan Izin Konsesi & Investasi Hijau”. Mendiskusikan dengan para pakar bahwa momentum pencabutan izin ini semestinya mampu menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan lahan, penyelesaian konflik tenurial, dan pemulihan lingkungan. Sehingga, indikator di dalam pencabutan izin dapat diperluas pada aspek Environmental, Social, dan Governance (ESG) dan investasi hijau benar-benar dapat diterapkan.

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada:

Kamis, 5 Januari 2023 | Pkl. 10.00-13.00 WIB | Ke:kini Coworking Space, Jl. Cikini Raya No 45, Jakpus | Zoom ID: 845 7896 9009, Pass: indonesia

dengan Panelis:

  1. Dr. Arie Sujito, Sosiolog Universitas Gadjah Mada
  2. Dr. Bayu Eka Yulian, Kepala Pusat Studi Agraria IPB
  3. Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA
  4. Juniati Gunawan, PhD, Kepala Trisakti Sustainability Center
  5. Dr. Riawan Tjandra, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya

Atasi Krisis Iklim, TuK INDONESIA Bersama Warga Banggai Tanam Mangrove dan Deklarasikan Peduli Iklim

Banggai, 18 Desember 2022. TuK INDONESIA dan warga Banggai bersama 500 orang muda  yang terdiri dari siswa, mahasiswa, serta kelompok pecinta alam se-Kabupaten Banggai mendeklarasikan peduli iklim. Lewat deklarasi peduli iklim ini, diharapkan adanya sinergitas multipihak dalam upaya menangani krisis iklim melalui pengelolaan dan pemanfaatan mangrove yang kolaboratif.

Kegiatan deklarasi ini dilakukan di Desa Pandan Wangi, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai. Dalam deklarasi ini, turut ditanam sebanyak 2.500 bibit mangrove yang telah dibudidayakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Srikandi Hijau Lestari, kelompok perempuan yang berfokus pada pembibitan mangrove di Kecamatan Toili.

Acara penanaman bibit mangrove ini dihadiri oleh DPRD Banggai, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banggai, Camat Toili Barat, Kapolsek Toili, Kepala Desa Pandan Wangi, serta unsur pemerintahan setempat lainnya. Disamping itu berbagai kelompok mahasiswa dan kelompok peduli lingkungan hidup dari berbagai komunitas dan masyarakat sipil juga turut hadir dalam acara ini, diantaranya KTH Pesona Mangrove, KTH Srikandi Hijau Lestari, KTH Alam Lestari, Kelompok Muda Karya Alas, Pramuka SMA N 1 Tolisu, Osis SMA N 1 Tolisu, PMR SMA N 1 Tolisu, SMK Pertambangan Toili Barat, SMA 1 Moilong, SMA 1 Toili Barat, SMA 1 Toili, Universitas Muhammadiah Luwuk, Universitas Tompotika Luwuk, KPA Maleo, KPA Boloi, Sispala, Kelompok Pemuda Sari Buana, serta NGO di tingkat provinsi Sulawesi Tengah dan Nasional. Kegiatan ini juga turut dihadiri oleh sektor swasta seperti Pertamina EP Donggi Matindok Field, JOB Tomori, dan PT Donggi Senoro LNG.

Provinsi Sulawesi Tengah menetapkan cadangan kawasan konservasi kepulauan Banggai yang dinamakan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Banggai Dalaka (Darat, Laut dan Kepulauan) melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 523/635A/ DIS.KANLUT-GST/2017 dengan luas 869.059,94 ha. Perairan Kabupaten Banggai memiliki tiga komponen ekosistem pesisir tropis penting yaitu terumbu karang, padang lamun, dan mangrove, dimana sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut memiliki nilai penting dari aspek ekologis, ekonomis, budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Selain memiliki komponen ekosistem pesisir utama yang mendukung sumber daya perikanan, kawasan Banggai merupakan habitat bagi spesies endemik yakni Banggai Cardinal Fish (BCF) yang dikenal memiliki nilai ekonomi akan tetapi terancam keberadaannya dihabitat alaminya.

Lia Listiana, Ketua KTH Srikandi Hijau Lestari sampaikan bahwa terdapat empat jenis mangrove yang ditanam hari ini. Empat jenis mangrove tersebut yaitu Rhizopora sp, Rhizopora mucronata, Bruguiera, Ceriops. “Bibit-bibit mangrove ini kami dapatkan dari bantaran sungai Tohitisari. Saat ini, bibit yang kami budidayakan telah menjadi pendapatan tambahan untuk warga Desa Tohitisari,” ungkap Lia.

Kadek Suardika, Kepala Desa Pandan Wangi menyampaikan “saat ini, TuK INDONESIA bersama dengan KPH Toili Baturube bersinergi dalam penguatan Kelompok Tani Hutan (KTH) Pesona Mangrove Pandan Wangi yang sedang melakukan pengajuan hak kelola masyarakat terhadap kawasan hutan mangrove di Desa Pandan Wangi dengan skema Perhutanan Sosial (PS), upaya ini bukan hanya akan melindungi lingkungan, tetapi juga memberi kesempatan peningkatan ekonomi bagi masyarakat desa Pandan Wangi.”

Rifat Hakim, Ketua GMNI Banggai menambahkan, “Bagi kami keterlibatan pemuda dan mahasiswa dalam gerakan lingkungan yang berkelanjutan menjadi penting untuk membangun kesadaran generasi muda. Pemerintah harus mendukung inisiasi rakyat dalam melindungi lingkungan dan meningkatkan perekonomian rakyat“.

Edi Sutrisno, Direktur TuK INDONESIA memberikan penjelasan lebih mendetail latar belakang kegiatan ini, setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi urgensi acara ini :

Pertama, TuK INDONESIA menginisiasi penanaman mangrove ini bersama komunitas, sebagai bagian dari kritik solutif terhadap target pengendalian iklim yang selama ini menjadi target pemerintah. Presiden Joko Widodo telah memberikan mandat untuk merehabilitasi mangrove seluas 600 ribu ha dalam kurun waktu 2021–2024. Mewujudkan mandat tersebut, pemerintah memfokuskan rehabilitasi mangrove di 9 Provinsi prioritas. Upaya pemerintah ini dibaca sebagai kejar target atas komitmen Pemerintah Indonesia terkait penurunan emisi karbon. “Langkah ini justru akan menempatkan kerusakan mangrove di wilayah non prioritas seperti Sulawesi Tengah dalam ancaman serius. Garis pesisir yang panjang dengan ancaman pertambangan di wilayah pesisir akan mempercepat terjadinya kerusakan hutan mangrove di Sulawesi Tengah,” ungkap Edi.

Kedua, Inisiasi penanaman mangrove bersama komunitas akan menjadi ruang silaturahim antar komunitas. Hal ini tidak hanya berdampak pada perlindungan lingkungan hidup, tetapi juga berkorelasi positif pada kesejahteraan warga. Seperti temuan studi yang dilakukan TuK INDONESIA 2022 di 17 Desa Kabupaten Banggai dalam memetakan beberapa ruang lingkup. “Diharapkan dengan pemahaman holistik atas potensi dan manfaat dari kawasan hutan mangrove baik dalam hal ekonomi, sosial, dan lingkungan, maka selanjutnya dapat disusun peta jalan kebijakan dan peran kolaborasi multipihak yang efektif dalam mewujudkan tata kelola pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan,” tutup Edi.

***

Narahubung: Edi Sutrisno (081315849153)

Pesta Rakyat: Menanam Mangrove Merawat Bumi

Upaya pemerintah dalam merehabilitasi mangrove seluas 600 rb ha hingga 2024 dibaca sebagai kejar target atas komitmen Pemerintah Indonesia terkait penurunan emisi karbon. Langkah ini justru akan menempatkan kerusakan mangrove di wilayah non prioritas seperti Sulawesi Tengah dalam ancaman serius. Garis pesisir yang panjang dengan ancaman pertambangan di wilayah pesisir akan mempercepat terjadinya kerusakan hutan mangrove di Sulawesi Tengah. Untuk itu sudah saatnya secara bersama-sama NGO, Pemerintah, Kampus, Swasta, dan masyarakat luas menjadi bagian
untuk melakukan rehabilitasi dan perlindungan mangrove di Sulawesi Tengah.

Minggu ini pada 18 Desember 2022 akan dilakukan Penanaman 2.500 Bibit Mangrove dan Deklarasi Kelompok Muda Peduli Iklim di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah yang akan melibatkan 300 orang muda. Bekerja sama dengan Pemdes setempat dan KTH Srikandi Hijau Lestari, gerakan menanam mangrove ini digelar dalam bentuk Pesta Rakyat turut disemarakkan dengan ragam kesenian, tarian, pembacaan puisi, serta ditutup dengan nonton bareng final piala dunia.

Bagi kalian yg sedang di sekitaran Toili Barat, silakan merapat! Berikut jadualnya:

Aksi Protes Terhadap 36 Bank yang Terlibat Kejahatan Lingkungan

SIARAN PERS UNTUK DISIARKAN SEGERA 

Kontak: Linda Rosalina ([email protected]/+62 812 1942 7257)

 

Aksi Protes Terhadap 36 Bank yang Terlibat Kejahatan Lingkungan

Masyarakat sipil menuntut peran OJK dan Kementerian Keuangan untuk mendorong Keuangan Berkelanjutan diterapkan oleh Negara G20 yang Terlibat Pembiayaan Perusahaan Perusak Hutan dan Pelanggar HAM

 

Jakarta, 10 November 2022 – TuK INDONESIA bersama dengan Eksekutif Nasional WALHI, Dan WALHI Jakarta melakukan aksi protes di depan Kementerian Keuangan, OJK dan tiga bank besar Indonesia, BNI, BRI dan Mandiri hari ini. Aksi ini menindaklanjuti laporan koalisi Forests & Finance yang menemukan 90% bank-bank dari negara G20  telah mendanai kerusakan hutan dan pelanggaran HAM di Indonesia. Bank-bank dari Indonesia, Brazil, Uni Eropa, Cina, dan Amerika menjadi kreditur teratas dari negara G20 yang menyalurkan dana kepada perusahaan penghasil komoditas yang berisiko terhadap hutan di Amerika Latin, Asia Tenggara, serta Afrika Barat dan Tengah.

 

“Menjelang pertemuan G20 Kementerian Keuangan seharusnya bisa memperkuat negosiasi global untuk mendorong implementasi Keuangan Berkelanjutan kepada negara-negara anggota G20 lainnya. Tidak hanya itu, Indonesia juga seharusnya bisa menjadi contoh bagaimana Keuangan Berkelanjutan diterapkan oleh bank-bank BUMN. Namun kenyataanya Bank Mandiri, BRI, BNI masih menjadi Bank BUMN teratas yang terlibat dalam kejahatan lingkungan memimpin 33 bank lainnya di Indonesia dengan tetap membiayai perusahaan-perusahaan dengan rekam jejak perusakan hutan dan perampasan lahan masyarakat lokal, seperti sawit dan pulp & paper”, Ungkap Edi Sutrisno selaku Direktur Eksekutif TuK INDONESIA.

“Skema pembiayaan hijau yang diusung sejumlah bank di Indonesia kontra produktif dengan kondisi faktual di lapangan dimana bank tersebut justru menjadi aktor penyebab krisis ekologis.  Dengan embel-embel hijau, seharusnya bank dapat secara tegas melakukan screening dalam skema pembiayaan proyek dan tidak mendukung proyek solusi palsu iklim yg justru jauh dari prinsip-prinsip keadilan ekologis”, Suci Fitria Tanjung selaku Direktur WALHI Jakarta menambahkan.

 

Bank Mandiri misalnya masih mendanai perusahaan sawit Astra Agro Lestari Tbk. (AALI). Padahal salah satu anak perusahaan AALI, PT. Lestari Tani Teladan (PT.LTT) di Sulteng mendapatkan nilai terendah terkait aspek tata kelola & sosial (LST) karena tidak memenuhi minimal 20% pembangunan kebun masyarakat. Tidak hanya itu, PT.LTT juga tidak segera menyelesaikan sengketa lahan antara perusahaan dengan masyarakat.

 

Kasus anak perusahaan AALI lainnya PT Agro Nusa Abadi (PT.ANA), di Sulteng mendapatkan nilai LST terendah karena tidak memiliki legalitas penguasaan lahan dan legalitas usaha perkebunan. Lokasi PT.ANA juga ditemukan tumpang tindih dengan lokasi usaha perkebunan lainnya dan wilayah kelola masyarakat. Pada bulan Oktober 2022, perusahaan merek raksasa dunia Nestlé berkomitmen menangguhkan rantai pasok sawit dari AALI yang terlibat dalam kasus LST tersebut. Perusahaan merek besar lainnya Procter & Gamble juga menyampaikan menangguhkan AALI setelah menyimpulkan hasil investigasi dari penilaian pihak ketiga pada anak perusahaan AALI yakni PT. LTT, PT. Agro Nusa Abadi, dan PT. Mamuang. 

 

Kejahatan perbankan lainnya juga terungkap melalui pembiayaan BNI kepada Korindo. PT. Papua Agro Lestari (PT.PAL) anak perusahaan Grup Korindo, sebelumnya telah dilaporkan oleh TuK INDONESIA bersama koalisi Forests & Finance kepada BNI melalui whistle blowing system atas dugaan korupsi atas perolehan izin konsesi PT.PAL. Sertifikasi FSC Korindo kemudian dicabut setelah penyelidikan independen menemukan sejumlah pelanggaran sosial dan lingkungan di seluruh konsesi Korindo di Papua dan Maluku Utara. Lebih dari 65.000 ha izin pemanfaatan hutan: PT. PAL (32.348 ha), PT. Tunas Sawa Erma (19.001 ha) dan PT Berkat Cipta Abadi II (14.435 ha) dicabut KLHK pada 5 Januari 2022. Namun fakta ini tidak cukup membuka mata BNI untuk segera menghentikan pembiayaan BNI pada Korindo.

 

BRI juga masih menjadi pemberi dana setia perusahaan raksasa produsen minyak sawit Sinar Mas yang anak perusahaannya, PT. Kresna Duta Agrindo terlibat dalam kasus deforestasi, pencemaran air dan udara, sengketa tanah, perampasan lahan, penembakan oleh polisi, serta represi, dan intimidasi terhadap petani di Jambi. (Menuntut akuntabilitas, sepuluh studi kasus terhadap sektor minyak sawit Indonesia. (FPP, PUSAKA, WALHI, TuK INDONESIA, Juni 2021)

 

“Bank-bank ini harus menyusun indikator LST yang lebih detail, memberlakukan review berkala terhadap penerima dana disertai dengan uji lapangan yang komprehensif. Sektor jasa keuangan juga perlu membangun transparansi terkait informasi indikator LST dan menyediakan mekanisme komplain bagi publik”, Edi menambahkan.

 

“Kepada OJK, kami minta agar segera membangun hub-informasi untuk indikator LST sebagai bagian dari transparansi publik, termasuk di dalamnya mekanisme komplain. Selain itu perlu ada konsekuensi mandatoris terhadap izin usaha dan izin konsesi terkait pemenuhan indikator LST”, tukas Edi.

Laporan: Kebijakan Bank Global Tidak Memadai dalam Mencegah Pembiayaan Atas Deforestasi, Perubahan Iklim, dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

Laporan: Kebijakan Bank Global Tidak Memadai dalam Mencegah Pembiayaan Atas Deforestasi, Perubahan Iklim, dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

 

Seiring dengan meningkatnya krisis iklim dan keanekaragaman hayati, kredit kepada perusahaan dengan komoditas yang merisikokan hutan juga meningkat hingga 160% antara tahun 2020 dan 2021. 

 

Laporan terbaru, yang dirilis hari ini oleh Koalisi Forests & Finance (Rainforest Action Network, Profundo, TuK INDONESIA, Bank Track, Amazon Watch, Reporter Brasil, Sahabat Alam Malaysia, dan Friends of the Earth AS) menemukan bahwa tak satupun bank dan investor terbesar yang membiayai sektor berisiko tinggi Pertanian, Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Lainnya (AFOLU) memiliki kebijakan Lingkungan, Sosial atau Tata Kelola (LST) yang memadai. Forests & Finance menyediakan satu-satunya platform transparansi  yang mengungkapkan aliran dana pada perusahaan terbesar dengan komoditas yang merisikokan hutan, yang beroperasi di kawasan hutan tropis. Himpunan data yang ekstensif dan dapat ditelusuri telah diperbarui dengan menyertakan kredit, kepemilikan obligasi dan saham per September 2022.

Temuan mengungkap aliran dana kepada perusahaan dengan komoditas yang merisikokan hutan terus mengalir secara tidak terkendali. Sejak Perjanjian Paris ditandatangani, bank telah menyuntikkan dana sebesar 267 miliar dolar AS kepada perusahaan penghasil komoditas yang merisikokan hutan, dan memegang obligasi dan saham atas komoditas yang merisikokan hutan senilai 40 miliar dolar AS.

 

“Saat ini, semakin jelas terlihat dunia menghadapi krisis kembar: perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, yang menimbulkan ancaman terhadap lintas generasi dan keberlanjutan bumi. Meski demikian, lembaga keuangan dunia justru nyata-nyata terus meningkatkan pembiayaannya kepada industri yang telah mengantarkan umat manusia ke ambang k ehancuran,” ujar Tom Picken, Direktur Kampanye Forests and Finance RAN; sekaligus pendiri Forests & Finance Coalition. “Penilaian terbaru ini menunjukkan ketidakmampuan bank dan investor institusional melihat urgensi atas keadaan saat ini. Kebijakan sektor keuangan masih sangat tidak memadai. Dengan sektor AFOLU yang menyumbangkan 23% emisi karbon global, sudah jelas kita harus merombak regulasi dan pengambilan keputusan bank dan investor jika hendak serius menghadapi kondisi darurat iklim global, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pemenuhan hak.”

 

Penilaian terbaru yang dilakukan terhadap 200 bank dan investor terbesar dalam komoditas global yang merisikokan hutan di kawasan hutan tropis menimbulkan kekhawatiran serius. Secara keseluruhan, skor rata-rata hanya 1,6  dalam skala 1-10 dan 59% lembaga keuangan hanya mendapat skor di bawah 1 yang menunjukkan kegagalan besar dalam mengelola dan mengurangi risiko LST. Hanya 3 lembaga keuangan yang mendapatkan skor 7 atau lebih tinggi yang masih dapat lebih ditingkatkan dan belum mencerminkan urgensi yang harus dihadapi dunia untuk mengatasi perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati.

 

Laporan singkat ini menyoroti peran lembaga keuangan bagi dua sektor yang secara khusus merusak hutan, yakni sektor bubur kertas dan kertas di Asia Tenggara dan sektor daging sapi di Amazon. Industri bubur kertas Asia Tenggara dapat dikaitkan dengan deforestasi lahan seluas lebih dari 170.000 ha dalam beberapa tahun terakhir. Meski demikian, sejak Perjanjian Paris, sektor ini mengantongi kredit sebesar 23,6 juta dolar AS. Lima bank terbesar yang memberikan pembiayaan kepada divisi bubur kertas Royal Golden Eagle dan Sinar Mas di Asia Tenggara antara tahun 2016 dan September 2022 adalah Bank Rakyat Indonesia (4,3 miliar dolar AS), Bank Mandiri (2,7 miliar dolar AS), Bank Central Asia (2,5 miliar dolar AS), Bank Negara Indonesia (1,4 miliar dolar AS), dan British Barclays (2 miliar dolar AS). Skor rata-rata kebijakan bank yang menyediakan dana bagi sektor bubur kertas dan kertas ini hanya 1,3 dalam skala 1-10.

 

Sektor daging sapi merupakan pendorong deforestasi terbesar di Amazon. Meski kenyataannya tidak ada rumah potong yang dapat menjamin produknya bebas deforestasi, bank tetap menyuntikkan dananya untuk sektor ini. Bank terbesar di Brasil yang memberikan pembiayaan kepada perusahaan raksasa daging sapi JBS, Marfrig, dan Minerva antara 2016 dan September 2022 adalah Bradesco (1 miliar dolar AS), Santander (774 juta dolar AS), HSBC (746 juta dolar AS), Banco do Brasil (723 juta dolar AS), dan BTG Pactual (648 juta dolar AS). Grup perusahaan daging sapi ini juga menerima investasi dari BNDES (566 juta dolar AS), Vanguard (60 juta dolar AS), Algemeen Burgerlijk Pensioenfonds/ABP (55 juta dolar AS), dan BlackRock (46 juta dolar AS). Skor rata-rata kebijakan lembaga keuangan ini terkait sektor daging sapi hanya 1 dari 10.

 

Penilaian Forests & Finance tahun 2022 terhadap bank dan investor terbesar menunjukkan bahwa sebagian besar bank dan investor tidak memiliki kebijakan untuk mencegah deforestasi, degradasi gambut, kebakaran hutan dan lahan, atau menegakkan HAM, termasuk hak Persetujuan atas Dasar Informasi di Awal dan Tanpa Paksaan (FPIC) bagi masyarakat adat dan masyarakat setempat, atau mencegah praktik kerja paksa atau pekerja anak. Kebijakan yang ada sangat minim dan jauh di bawah standar bagi upaya perlindungan. Pembuat kebijakan harus sadar dan berhenti bergantung pada lembaga jasa keuangan untuk menyediakan solusi atas krisis iklim dan alam melalui tindakan sukarela yang terbatas. Laju dan skala transisi ekonomi yang bergerak cepat  membutuhkan antisipasi lembaga publik yang lebih sigap.

 

Pada tahun ini Indonesia ditunjuk sebagai presidensi G20. Momentum ini harusnya dipergunakan oleh Indonesia untuk mendorong penerapan keuangan berkelanjutan. Hal ini dilatarbelakangi dari dua fakta mendasar:

  1. Negara-negara G20 mewakili pembiyaan yang cukup dominan pada sektor-sektor yang merisikokan hutan:
    1. Pada 3 region (Afrika Tengah dan Barat, Amerika Latin, dan Asia Tenggara), 90% kreditor berasal dari negara G20
    2. Pada 3 region (Afrika Tengah dan Barat, Amerika Lating, dan Asia Tenggara), 54% investor berasal dari negara G20.
    3. Pada region Asia Tenggara, 71% kreditor berasal dari negara G20.
    4. Pada region Asia Tenggara, 40% investor berasal dari negara G20
  2. Pada riset-riset TuK INDONESIA, termasuk diantaranya pembiayaan Bank Mandiri terhadap Astra Agro Lestari, ditemukan kecenderungan kepatuhan administrasi tidak selalu berbanding lurus dengan indikator Lingkungan, Sosial, dan Tata-Kelola (LST).

Melihat fakta di atas, Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA menegaskan, “Posisi Indonesia sebagai presidensi G20 saat ini harusnya menjadi momentum untuk mendorong implementasi keuangan berkelanjutan secara mandatoris.”

**Laporan tersedia dalam bahasa Inggris, Portugis, dan Indonesia

**Tersedia bahan tayang, TuK Indonesia & Jikalahari

Seminar Tata Kelola Keuangan Berkelanjutan untuk Penguatan Ekonomi Rakyat dan Lingkungan yang Berkeadilan

TuK INDONESIA bersama Social Research Centre (SOREC) Fisipol UGM dan PRAKARSA hendak menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Tata Kelola Keuangan Berkelanjutan untuk Penguatan Ekonomi Rakyat dan Lingkungan yang Berkeadilan”. Seminar ini dalam rangka memformulasikan nalar dan narasi keuangan yang berkelanjutan ke depan khususnya dalam kerangka penguatan gerakan ekonomi akar rumput. Seminar akan dilaksanakan pada:

Senin, 10 Oktober 2022 | 08.30–16.00 WIB | Bulaksumur Ballroom, University Club Hotel, UGM, Yogyakarta

Menghadirkan:

  1. Bapak Teten Masduki, Menteri Koperasi & UKM
  2. Bapak Arie Sujito, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Alumni UGM
  3. Bapak Fahmy Radhi, Dosen Sekolah Vokasi UGM
  4. Bapak Rimawan Pradiptyo, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
  5. Bapak Mahendra Siregar, Ketua Komisioner OJK*
  6. Bapak John Sarjono, Regional CEO BRI RO Yogyakarta
  7. Bapak Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA
  8. Bapak Bustar Maitar, Founder Kobumi
  9. Bapak Gede Suardita, Petani Muda Keren Gobleg
  10. Bapak Wahyudi Anggoro, Lurah Desa Panggungharjo
  11. Ibu Retno Winarti, Hijrah Creative
  12. Bapak Andreas Budi Widyanta, Kepala SOREC Fisipol UGM
  13. Ibu Herni Ramdlaningrum, Program Manager The Prakarsa

Acara ini terbuka untuk umum bagi 100 pendaftar pertama. Pastikan telah registrasi secara luring pada tautan: bit.ly/SeminarSOREC. Peserta dapat juga hadir secara online di bit.ly/SeminarUGM22.

 

Sampai Jumpa di UGM-Yogyakarta! 🙂

 

*) dalam konformasi