Press Release: Sime Darby Unsustainable, Buyers dan Financiers Harus Menghentikan Hubungan Bisnisnya.

Jakarta, 21 Maret 2019 – Masyarakat adat Dayak Hibun dari Dusun Kerunang dan Dusun Entapang, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat menyampaikan keberatan atas dijualnya PT Mitra Austral Sejahtera (PT MAS) oleh Sime Darby Plantation, perusahaan asal Malaysia.

PT MAS, anak perusahaan milik Sime Darby plantation telah ingkar janji dan melanggar Undang-Undang serta Peraturan Indonesia, hukum internasional, standar tata kelola terbaik sukarela internasional RSPO, dan Panduan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Sime Darby Plantation merampas tanah masyarakat adat Dayak Hibun di dusun Kerunang dan Entapang dengan menjadikan tanah masyarakat adat sebagai wilayah hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT MAS. PT MAS melanggar janji awal penyuluhan tahun 1995 bahwa perusahaan hanya meminjam tanah masyarakat untuk membangun perkebunan kelapa sawit selama 25 tahun. Namun tanpa pengetahuan dan persetujuan masyarakat PT MAS menjadikan tanah masyarakat sebagai hak guna usaha (HGU).

“Sime Darby dan manajemen PT MAS jangan lari dari tanggung jawab menyelesaikan konflik tanah yang telah berlarut-larut sejak tahun 1999. Pemerintah Indonesia tidak boleh mengizinkan dan mengesahkan penjualan PT MAS, sampai konflik tanah dengan masyarakat diselesaikan sepenuhnya. Tanah hak adat yang dirampas PT MAS seluas 1.462 hektar harus dikembalikan kepada masyarakat Kerunang dan Entapang,” kata Redatus Musa, perwakilan masyarakat adat Dayak Hibun dari Dusun Kerunang – Entapang.

Sime Darby Plantations, perusahaan sawit Malaysia terbesar di dunia adalah pendiri dan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Penjualan PT MAS merupakan tindakan arogan, ilegal dan sewenang-wenang sebab Sime Darby tanpa niat baik mengabaikan musyawarah serta menafikan mufakat dengan masyarakat adat Dayak Hibun sebelum menjual PT MAS.

Bahkan dalam norma produksi dan tata kelola industri minyak sawit global, tindakan penjualan PT MAS oleh Sime Darby Group tidak sesuai dengan semangat dan komitmen Kode Etik keanggotaan RSPO. Tindakan penjualan PT MAS tidak transparan, melanggar asas kepatutan dan kepatuhan norma-norma hukum internasional dan hak asasi manusia.

“Tindakan Sime Darby menjual PT MAS menunjukan ada yang salah dengan sertifikasi RSPO karna gagal memberikan penghormatan, perlindungan dan pemulihan hak asasi manusia sebagaimana disyaratkan RSPO. Sejak 2012 RSPO telah memberikan sertifikat minyak sawit berkelanjutan kepada 10 pabrik dan perkebunan kelapa sawitt anak perusahaan Sime Darby meskipun konflik akibat perampasan hak tanah akibat HGU di PT MAS tidak pernah diselesaikan. Ini jelas melanggar RSPO etika kepatutan dan kepantasan, kepatuhan hukum, HAM dan FPIC serta kewajiban pemulihan dampak HAM oleh perusahaan multi-nasional negara-negara anggota OECD. Resolusi Majelis Umum RSPO November 2018 melarang Anggotanya menjual anak perusahaan, pabrik dan perkebunan yang sedang berkonflik,” kata Norman Jiwan mantan Executive Board RSPO.

Pihak penyandang dana serta pembeli minyak sawit Sime Darby juga perlu mengambil sikap dalam menyikapi konflik ini. Sejak 2012-2018, Sime Darby mendapatkan dukungan pendanaan dari lembaga keuangan antara lain Maybank, HSBC, Standard Chartered, Deutsche Bank, Credit Suisse dan Lembaga Dana Pensiun Norwegia. Beberapa pembeli minyak sawit seperti Cargill, Musim Mas, Unilever, dan Wilmar International yang menerapkan komitmen RSPO dan kebijakan No Deforestation, No Peat dan No Exploitation (NDPE) juga memasok minyak sawit dari Sime Darby.

“Kepada para penyandang dana, bank, investor dan pemegang saham serta pembeli minyak sawit Sime Darby Group segera menghentikan hubungan bisnis dengan Sime Darby Group. Sudah sepantasnya hubungan bisnis dihentikan sebab sejak 2012 Sime Darby gagal menyelesaikan konflik tanah dengan masyarakat Kerunang dan Entapang sesuai Prinsip dan Kriteria RSPO. Bahkan RSPO terbukti gagal mendorong Sime Darby memulihkan hak tanah adat masyarakat,” kata Edi Sutrisno, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA.

Marcus Colchester dari Forest Peoples Program memengatakan sebagai sebuah organisasi hak asasi manusia internasional dan anggota RSPO, FPP sangat kecewa bahwa Sime Darby telah mengabaikan Resolusi yang dikeluarkan RSPO pada bulan November 2018 yang meminta para anggota tidak menjual anak perusahaan yang sedang menjadi subjek pengaduan RSPO. Tindakan Sime Darby akan dilihat oleh anggota RSPO lainnya sebagai sebuah ungkapan niat tidak baik. Masyarakat Dayak Hibun telah dirampas hak adat atas tanah-tanah mereka oleh PT MAS tanpa keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan mereka. Tindakan penjualan PT MAS ini merupakan sebuah pelanggaran salah satu dari ketentuan standar RSPO yang dirancang untuk menghindari perampasan lahan dan konflik tanah. Masyarakat Dayak Hibun meminta dikembalikannya tanah mereka sesuai dengan hak mereka didalam hukum internasional dan perjanjian hak asasi manusia yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Sayangnya Panel Pengaduan RSPO sangat lamban selama beberapa tahun tetakhir menindaklanjuti pengaduan ini sampai akibatnya kasus ini dilaporkan ke OECD. Saat ini ketika OECD mulai menggagas beberapa pertemuan untuk memulai proses resolusi konflik, Sime Darby malah memutuskan menjual PT MAS.

Dengan adanya konflik lahan atas perampasan hak tanah adat akibat izin HGU di PT MAS, masyarakat adat Dayak Hibun dari Kerunang dan Entapang pemilik dan ahli waris mendesak Pemerintah, OECD-National Contact Point Swiss (Swiss NCP), RSPO, bank, investor, pemegang saham, dan pembeli minyak sawit agar Sime Darby segera mengembalikan tanah adat masyarakat.

“Kami juga mengingatkan kepada perusahaan yang mengakuisisi PT Mitra Austral Sejahtera bahwa sampai saat ini tanah HGU PT MAS masih bersengketa dan masih menyisakan banyak permasalahan,” tutup Redatus Musa.

Contact Person:

Mubarok – TuK INDONESIA (0813-1109-8787)

 

 

Sertifikasi RSPO diberikan kepada Sime Darby antara 2012-2018

No. Pabrik dan Perkebunan Tahun
Inti Plasma
1 PT. Bina Sains Cemerlang 2012  
2 PT Sajang Heulang 2013
3 PT Paripurna Swakarsa 2012
4 PT Swadaya Andhika 2012
5 PT Laguna Mandiri 2012
6 PT Tamaco Graha Krida 2012 2015
7 PT Bahari Gembira Ria 2012
8 PT Perkasa Subur Sakti 2013
9 PT Sandika Nata Palma 2014
10 PT Guthrie Pecconina Indonesia 2012 2016

 

This post is also available in: English

2 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *