Klasifikasi Hijau dan Transisi dalam Taksonomi OJK Sebuah Kemunduran

Oleh: Linda Rosalina – Direktur TuK Indonesia

Perubahan “merah, kuning, hijau” menjadi “hijau dan transisi” dalam klasifikasi aktivitas ekonomi dinilai sebuah kemunduran dalam Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).

Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang baru diluncurkan OJK pada 20 Februari 2024 sebagai pengkinian dari Taksonomi Hijau Indonesia (THI) 2022 mengubah klasifikasi aktivitas ekonomi dari “merah, kuning, hijau” menjadi “hijau dan transisi”. Perubahan klasifikasi ini sebuah kemunduran bagi praktik mendorong lahirnya bisnis yang bertanggung jawab atau responsible, sebab kategori “transisi” pada TKBI dapat mengaburkan risiko dan tanggung jawab.  

Pengaburan dalam sistem klasifikasi taksonomi OJK dapat menghambat pengambilan keputusan investasi/pemberian pinjaman yang tepat. Ketidakjelasan ini justru berpotensi mengarah pada praktik “greenwashing, social washing, dan impact washing” yang merugikan berbagai pihak, baik negara, masyarakat, bahkan sektor keuangan. Oleh sebab itu, penting  klasifikasi taksonomi OJK  “merah, kuning, hijau” untuk dilanjutkan. 

Dua catatan mengapa taksonomi OJK harus mempertahankan klasifikasi “merah, kuning, hijau”. Pertama, klasifikasi “merah, kuning, hijau” dapat memberikan detail informasi yang clear. Sebagai contoh, ketika THI diluncurkan awal 2022, disaat bersamaan pemerintah Indonesia juga mencabut ribuan izin konsesi yang terdiri dari tambang, kehutanan, dan Hak Guna Usaha (HGU). Laporan TuK INDONESIA 2023 menyebutkan sebanyak 192 izin konsesi kehutanan dengan luas 3,1 juta hektare yang dicabut Pemerintah, terafiliasi dengan 40 grup perusahaan dan mendapatkan aliran pembiayaan 26,62 miliar dolar AS berupa utang dan penjaminan tahun 2017-2022. Pada kenyataannya, dari laporan sejumlah organisasi masyarakat sipil mengungkapkan bahwa banyak perusahaan yang sudah dicabut izin konsesinya namun di lapangan masih beroperasi. Maka dari itu, klasifikasi aktivitas “merah” diperlukan dalam menunjukkan risiko dan tanggung jawab debitur maupun kreditur. 

Gambar 1. Kredit (atas) dan Kualitas Kredit (bawah) Berdasarkan Klasifikasi THI (dalam triliun Rp). Sumber: OJK 2022 dalam laporan TuK INDONESIA 2023

Kedua, klasifikasi “merah, kuning, hijau” dapat menjadi acuan untuk kualitas kredit. Laporan pilot project pelaporan THI oleh OJK per Juni 2022, mengungkapkan bahwa penyaluran pembiayaan oleh seluruh bank KBMI III dan IV didominasi sektor ekonomi “merah” dan “kuning” yaitu Rp 771,03 triliun atau 72% dari Rp 1.065 triliun. Temuan menariknya adalah portofolio kredit/pembiayaan kepada sektor ekonomi yang memiliki klasifikasi “merah” dan “kuning” justru memiliki Tingkat Kredit Bermasalah (NPL) lebih tinggi daripada klasifikasi “hijau”. Dengan demikian, risiko keuangan yang akan dihadapi bank bila menyalurkan pembiayaan pada sektor ekonomi “hijau”  jauh lebih rendah. 

Bila membandingkan dengan taksonomi di Singapura, Singapore-Asia Taxonomy for Sustainable Finance, klasifikasi yang digunakan adalah sistem traffic light, dimana ineligible justru dimunculkan sebagai sebuah kategorisasi. Sayangnya, melalui TKBI, OJK malah meniadakan kategori “tidak memenuhi” ke dalam sebuah klasifikasi. 

Gambar 2. Klasifikasi Aktivitas Ekonomi dalam Taksonomi Singapura (kiri) dan Indonesia (kanan). Sumber: MAS (2023) dan OJK (2024)

Sebagai sebuah dokumen arah pandu bagi sektor jasa keuangan (SJK), taksonomi OJK diharapkan benar-benar mampu untuk menunjukkan para pelaku usaha menjalankan usaha maupun investasi berkelanjutan. Dan, sebagai sebuah dokumen berjalan (living document), OJK diharapkan dapat mengkaji ulang TKBI utamanya kriteria-kriteria merah, kuning, hijau dari sektor ekonomi. Sehingga, TKBI dapat benar-benar mendorong transisi energi yang berkeadilan dan praktik ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.

Artikel ini telah terbit di https://infid.org/klasifikasi-hijau-dan-transisi-dalam-taksonomi-ojk-sebuah-kemunduran/