Siaran Pers – Koalisi ResponsiBank Indonesia

Koalisi ResponsiBank Indonesia

Menilai Komitmen Penerapan Keuangan Berkelanjutan

pada Perbankan di Indonesia Masih Rendah

Koalisi ResponsiBank Indonesia

Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023 – Koalisi ResponsiBank Indonesia sebagai koalisi masayrakat sipil yang bekerja untuk mendorong kebijakan dan praktik pembiayaan yang bertanggungjawab kembali merilis laporan terkait kinerja perbankan dalam menerapkan keuangan berkelanjutan di Indonesia.

Laporan  ke lima kali ini dilakukan  untuk menilai kinerja perbankan dari berbagai aspek sesuai panduan/metodologi keuangan internasional yang dikembangkan oleh Fair Finance Guide International (FFGI). Penilaian ini dilakukan pada 11 bank di Indonesia, yang mewakili kelompok bank umum/komersial terbesar di Indonesia baik dalam hal besaran total aset maupun modal inti. Ke-11 bank tersebut adalah Bank BNI, BRI, Mandiri, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, BJB, Permata Bank, DBS, dan HSB.

Terdapat empat bank yang mengalami penurunan peringkat yakni Maybank, BNI, Bank Permata dan BJB dibandingkan penilaian di tahun 2020. Dari keempat bank tersebut BNI mengalami penurunan paling signifikan, yakni dari peringkat lima, menjadi peringkat sembilan di tahun 2022. BNI tidak mendapatkan skor pada 9 tema yang dinilai karena dalam dokumen yang dipublikasikan oleh BNI tidak ditemukan pengungkapan atas informasi ataupun kebijakan terkait.

Meskipun terjadi peningkatan komitmen maupun kebijakan dari aspek lingkungan, sosial dan tata kelola, namun tidak cukup memuaskan karena masih berada dalam kategori “sangat kurang” dan “kurang”.  “Memang sudah terdapat kemajuan dalam kebijakan keberlanjutan perbankan di Indonesia, namun skornya masih sangat rendah dan belum bergerak signifikan. Bank-bank di Indonesia belum berani untuk menetapkan target-target yang tinggi,” kata Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif The PRAKARSA dan Koordinator Koalisi ResponsiBank Indonesia.

Contohnya pada tema perubahan iklim, poin tertinggi masih pada rentang nilai cukup (4,0). Beberapa bank bahkan mendapatkan skor 0,0 pada tema ini seperti BNI, BCA, dan BJB. Ketiga bank ini masih belum memiliki target terukur untuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), baik untuk kegiatan operasional maupun pembiayaannya. Meskipun beberapa bank sudah mulai bergerak untuk mendukung target Net Zero Emisison, namun sayangnya belum ada komitmen untuk menghentikan portofolio ke sektor batu bara. Sebagai contoh BRI meskipun telah memiliki daftar pengecualian pada aset pembiayaan yang terkait dengan bahan bakar fosil, namun tidak ditemukan komitmen/kebijakan tertulis terkait hal tersebut.

“Sektor keuangan berperan penting dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan, untuk itu sudah saatnya lembaga keuangan memiliki kebijakan tertulis dan secara eksplisit terkait komitmen pembiayaan yang dilakukan. Lebih lanjut peran OJK disini sangat penting, sehingga OJK juga perlu mengembangkan skema insentif dan disinsentif untuk menarik perbankan menerapkan taksonomi hijau” pungkas Maftuchan.

Dwi Sawung,  Pengkampanye infrastruktur dan tata ruang WALHI menambahkan, “Laporan keberlanjutan bank baru menampilkan pengurangan emisi dari kegiatan operasionalnya, belum menunjukkan lebih nyata berapa pembiayaan bank terhadap sektor yang memiliki emisi yang tinggi seperti batubara, pembangkit fosil dan perkebunan yang membuka hutan. Rencana pengurangan ataupun kapan menghentikan pembiayaan terhadap energi kotor yang menyebabkan perubahan iklim juga belum terlihat jelas. Dari situ terlihat komitmen perbankan terhadap perubahan iklim masih lemah”.

Lebih lanjut, Maftuchan menjelaskan tema inklusi keuangan dan perlindungan konsumen kembali mendapatkan rata-rata nilai paling tinggi dalam penilaian. Bank-bank di Indonesia masih cenderung fokus pada meningkatkan inklusi keuangan melalui digitalisasi dan penyediaan layanan keuangan tanpa bank. Di sisi lain, pada tema HAM dan kesetaraan gender, banyak bank masih masuk dalam kategori nilai paling rendah.

Komitmen perbankan terkait dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan anti diskriminasi masih belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap hak asasi manusia, hanya HSBC, CIMB Niaga dan BCA yang menunjukkan komitmen untuk mematuhi HAM melalui kebijakannya. Namun pada pemeringkatan tahun 2022 ini Bank BNI, Mandiri, Danamon, BJB dan Permata Bank belum memiliki kebijakan terkait kepatuhan terhadap prinsip HAM.

Harapannya, bank perlu memiliki kebijakan tertulis dan secara eksplisit terkait komitmen pembiayaan yang lebih bertanggungjawab dengan menetapkan kriteria, safeguarding, hingga uji tuntas untuk pinjaman pada sektor perekonomian yang berisiko tinggi. Bank juga perlu mengakselerasi pembiayaan ke sektor hijau untuk mendukung implementasi taksonomi hijau dan berkontribusi pada perbaikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

TuK Indonesia menyampaikan bahwa praktik perbankan di Indonesia ini masih jauh dari aspek kehati-hatian. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya 213 unit usaha perkebunan sawit yang menanam di dalam kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Tengah berdasar SK Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Tahap XI Nomor 196/2023 tentang kegiatan usaha yang telah terbangun di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di Bidang kehutanan. Perusahaan-perusahaan tersebut berafiliasi dengan berbagai grup perusahaan perkebunan skala besar yang banyak diberikan fasilitas pembiayaan oleh bank. Lebih jauh, berdasar data pemerintah Kalimantan Tengah, dari 213 hanya 71 perusahaan yang memiliki izin di bidang perkebunan, sisanya 142 perusahaan tidak berizin. Temuan ini memunculkan fakta bahwa perbankan masih abai dalam melakukan penilaian yang lebih komprehensif terkait pembiayaan kepada industri perkebunan sawit yang merisikokan hutan di Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengatur perbankan dapat mengakselerasi implementasi keuangan berkelanjutan dan pembiayaan hijau dengan menerapkan taksonomi hijau secara mandatory. OJK juga perlu mengembangkan skema insentif dan disinsentif untuk menarik perbankan. Lebih lanjut, untuk memastikan implementasi taksonomi hijau perlu adanya gugus tugas yang terdiri atas seluruh stakeholder termasuk CSO dan pihak swasta.

OJK harus memperkuat pengawasan utamanya berani menyemprit bank-bank yang masih membiayai perusahaan-perusahaan yang telah melakukan penanaman sawit di dalam kawasan hutan. Tentu saja jika pengawasan ini tidak dilakukan akan memunculkan dampak risiko reputasi kepada bank itu sendiri. Kedua, OJK segera membentuk task force keuangan berkelanjutan yang multipihak dengan mengutamakan partisipasi dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan yang selama ini kurang terwakili namun terkena dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya alam. Ketiga, Pemerintah khususnya KLHK dapat melakukan upaya hukum atas temuan tanaman sawit di dalam kawasan hutan tersebut”, kata Linda Rosalina, Direktur Eksekutif TuK Indonesia.

 

Laporan lengkap terkait Pemeringkatan Bank dapat diunduh di sini:

bit.ly/PemeringkatanBank2022

Narahubung:

Dwi  Rahayu Ningrum ([email protected]; 085212696987)

#TuKIndonesia #WALHI
#HSBC #CIMB #BCA
#BNI #Mandiri #Danamon #BJB #PermataBank

Baca Juga : MUFG – KOALISI MASYARAKAT SIPIL MENUNTUT BANK MUFG DAN DANAMON

Ratusan Warga Demo Tuntut Plasma Sawit PT Bangun Jaya Alam Permai

Jakarta, 10 Juli 2023. Terjadinya demo di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah antara warga dengan aparat kepolisan pada 7 Juli 2023 mengakibatkan sejumlah warga luka-luka. Bentrok antara warga dan aparat karena janji PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) yang tidak ditepati. Perusahaan sawit yang berafiliasi dengan Best Agro International ini tidak kunjung melakukan realisasi pembangunan kebun plasma untuk warga.

Diolah dari laporan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah 2022, PT BJAP baru membangun kebun plasma seluas 79,59 Ha dengan status tanaman belum menghasilkan. Angka ini jauh dari target pembangunan plasma yang wajib bagi perusahaan.

Perusahaan ini sebelumnya merupakan eks PT Mitra Unggul Tama Perkasa yang berlokasi di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Mendapatkan izin lokasi pada 2006 seluas 10.000 Ha dan 2007 seluas 13.500 Ha. Selang beberapa bulan kemudian, pada 2007 perusahaan ini mendapatkan Izin Usaha Perkebunan seluas 14.750 Ha dari dua Izin Usaha Perkebunan (IUP) yakni IUP Nomor 525/319/EK/2007 dengan luas 13.500 ribu Ha dan IUP Nomor 525/320/EK/2007 dengan luas 1.250 Ha.

Sejak tahun 2008, PT BJAP baru mengantongi HGU seluas 1.240,41 Ha diatas lahan dengan IUP Nomor 525/319/EK/2007. Artinya, PT BJAP beroperasi secara legal hanya pada lahan seluas 1.240,41 Ha, dan PT BJAP beroperasi secara illegal diatas lahan seluas 13.509,59 Ha, ungkap Linda Rosalina, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA.

Berdasarkan penelusuran izin yang dilakukan TuK INDONESIA, penguasaan IUP dengan total luas 14.750 Ha, maka PT BJAP wajib membangun kebun masyarakat paling kurang 20% yaitu 2.950 Ha. Hal ini sesuai dengan kebijakan berikut: pertama, Permentan 26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, pasal 11 ayat (1) yang berbunyi Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Izin Usaha Perkebunan untuk Budi daya (IUP-B), wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Kedua, Permentan 98/2013 perubahan dari Permentan 26/2007, pasal 15 ayat (1) berbunyi Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektare atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP. Ketiga, revisi UU 39/2014 tentang Perkebunan, pasal 58 yaitu Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan.

Hal lain, Linda juga menekankan kepada pemerintah untuk secara serius menelisik kepatuhan PT BJAP dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk objek seluas 14.750 Ha di Kabupaten Seruyan sebagaimana diatur dalam PMK 186/2019. “Bila Pemerintah hendak menargetkan optimalisasi penerimaan negara dari sektor perkebunan sawit, maka pastikan obyek dan subyek pajak dengan jelas. Oleh karena itu, selayaknya Pemerintah membuka diri dan memberikan akses yang cukup bagi masyarakat dalam memberikan informasi”, lanjut Linda.

Di Kabupaten Kotawaringin Barat, PT BJAP juga memiliki konsesi yang luas. Berdasarkan izin lokasi yang dimiliki, perusahan ini mendapatkan lahan seluas 25.500 Ha. Kemudian mendapatkan IUP pada 2005 seluas 9.500 Ha dan pada 2016 seluas 14.068,50 Ha. Perusahaan ini mendapatkan HGU sejak 1999 hingga 2008 dengan total luas 23.846,70 Ha. Dari total perizinan tersebut, tidak ada juga lahan untuk pembangunan plasma yang dialokasikan dan direalisasikan oleh PT BJAP.

Bayu Herinata, Direktur Eksekutif WALHI Kalteng menyatakan bahwa PT BJAP secara terang benderang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di sektor perkebunan sawit. “Kami mengusulkan agar perusahaan ini dapat dilakukan pemberian sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, perusahaan ini juga dapat dilakukan pencabutan izin oleh pemerintah daerah karena telah melakukan pelanggaran,” ungkap Bayu.

***

Kontak media:

  1. Kepala Dept Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA, Abdul Haris (082191952025/[email protected])
  2. Manager Advokasi WALHI Kalimantan Tengah, Janang Firman Palanungkai (081351259183/[email protected])

Catatan:

  • Bila merujuk pada data tutupan sawit Disbun Kalteng (2020, 2022), realisasi plasma di Kalteng mencapai 14% yakni sekitar 200 ribu Ha. Setidaknya, terdapat 300 ribu Ha kebun masyarakat atau 20% dari total tutupan sawit Perusahaan Besar. Dengan demikian, masih terdapat Perkebunan Besar sawit di Kalteng belum memenuhi kewajibannya dalam fasilitasi pembangunan kebun masyarakat.

Tutupan Sawit di Kalimantan Tengah Tahun 2020 dan 2022. Sumber: Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah (2020, 2022)

  • WALHI Kalteng melakukan pemantauan lapangan dan menemukan bahwa PT BJAP melakukan kegiatan usaha perkebunan di atas kawasan hutan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan juga tumpang tindih dengan areal izin Kehutanan IUPHHK Hutan Tanaman. Hal ini termuat dalam surat keputusan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 tentang penetapan data dan informasi kegiatan usaha yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan dibidang Kehutanan. Selain itu PT BJAP juga berkonflik dengan masyarakat di sekitar izinnya. Berdasarkan hal tersebut WALHI Kalteng “mendesak para pihak khusus nya Pemerintah daerah untuk serius dalam melakukan tindakan hukum sanksi administrasi dan pidana kepada perusahaan dan Pemerintah pusat dalam hal ini KLHK untuk tidak memberikan “pemutihan” pelepasan kawasan hutan kepada perusahaan dan yang paling penting adalah mengembalikan dan memberikan pengelolaan kawasan hutan yang ada kepada masyarakat sekitar dalam hal resolusi konflik yang terjadi.”

Lampiran Peta: Tumpang susun PT BJAP dengan “Kawasan Hutan”

Unjuk Rasa Tunggal Kepala Desa Tiberias di Mahkamah Agung

Unjuk Rasa Tunggal Kepala Desa Tiberias di Mahkamah Agung.

Pasca Unjuk Rasa Tunggal Kepala Desa Tiberias di Mahkamah Agung pada Rabu 05 Juli 2023, Kepala Desa Tiberias, Abner Patras berdiskusi dengan TuK INDONESIA mengenai Kasus sengketa Petani Desa Tiberias Kec. Poigar Kab. Bolmong Sulawesi Utara dengan PT Malisya Sejahtera.

PT Malisya Sejahtera merupakan perusahaan milik Indofood dari Grup Salim. PT Malisya Sejahtera beroperasi di atas tanah garapan Petani Desa Tiberias sejak tahun 2001. Pada tahun tersebut PT Malisya Sejahtera mendapatkan Hak Guna Usaha padahal belum berbadan hukum.

Pada tahun 2017, Petani Tiberias yang dieksklusi dari lahan garapannya melakukan aksi protes yang kemudian diintimidasi dan dibungkam polisi dari dua Polres dan Brimob yang didukung Kodim Bolmong. Pada tahun itu juga, Petani Tiberias ditangkap dan dipenjara, yang secara bersamaan dilakukan pembongkaran paksa dan pembakaran 70 rumah oleh karyawan-karyawan PT Malisya Sejahtera serta tanaman musiman milik petani dirusak. Petani diproses hukum dengan tuduhan mencuri hasil tanaman yang adalah tanaman yang ditanam oleh Petani Tiberias sendiri. Pada kasus tersebut, putusan pidana menyatakan bahwa dakwaan melakukan pencurian dan memasuki HGU secara tidak sah tidak terbukti.

Secara paralel kemudian Petani Tiberias mengajukan gugatan perdata di tingkat Pengadilan Negeri Kotamobagu. Gugatan tersebut dikabulkan yang dikuatkan oleh putusan banding Pengadilan Tinggi Manado, meski kemudian di tingkat kasasi gugatan ditolak dengan alasan tidak memiliki alas hak.

Tahun 2022 menjadi babak baru di mana Petani Tiberias kembali dilaporkan PT Malisya Sejahtera dengan dakwaan yang sama sebagaimana pada tahun 2017.

Kasus yang berkepanjangan dan berulang tersebut menggerakkan Abner Patras yang juga diproses pidana untuk melakukan aksi tunggal.

“Saya sebagai Kepala Desa Tiberias yang juga diproses pidana dengan hukum yang tidak memenuhi akal sehat, datang sendirian ke Jakarta mewakili Komunitas Petani Penggarap Desa Tiberias, melakukan aksi unjuk rasa damai tunggal. Hendak mengetuk hati nurani peradilan di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kami menyerukan Ketua MA dan Para Hakim Agung yang dimuliakan agar perkara-perkara tersebut diadili sesuai hukum,” teriak Abner Patras.

Pada kesempatan tersebut, praktik Mafia Tanah dan Mafia Peradilan menjadi sorotan mengingat akar masalah kasus sengketa dan proses peradilan yang dihadapi para Petani Tiberias.

 

#UnjukRasaTunggalKepalaDesaTiberiasDiMahkamahAgung

Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Serah Terima Jabatan dan Pisah Sambut Badan Pengurus TuK INDONESIA

Jakarta. Selasa, 4 Juli 2023, dilaksanakan agenda serah terima jabatan sekaligus pisah sambut Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif dan personel TuK INDONESIA. Edi Sutrisno, Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA Periode 2022-2023, telah menyerahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan jabatan, tugas dan tanggungjawab jabatan Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA kepada Linda Rosalina, Ketua Badan Pengurus/Direktur Eksekutif TuK INDONESIA Periode 2023-2026.

 

“Ke depan, tantangan bagi TuK INDONESIA pasti tidak lebih mudah. Jadi, jangan merasa terbebani juga dan jangan fanatik dengan strategi pergerakan, melainkan fokuslah pada tujuan. Jangan ragu-ragu untuk mengambil langkah atau sikap politik, sebab arena ini seperti eksperimen, hanya ada terbukti dan tidak, bukan benar atau salah,” Edi Sutrisno berpesan kepada kepengurusan baru TuK INDONESIA Periode 2023-2026.

 

Agenda tersebut turut dihadiri oleh Badan Pengawas dan Anggota TuK INDONESIA serta menjadi momentum silaturahmi dan pelepasan personel TuK INDONESIA yang melanjutkan pengabdian pada arena lain. Badan Pengawas TuK INDONESIA, Norman Jiwan menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya atas dedikasi Edi Sutrisno, Achmad Mubarok, dan Dewi K Setiawati dalam kerja-kerjanya bersama TuK INDONESIA. Pada kesempatan tersebut, Jiwan pun memberikan apresiasi kepada seluruh Badan Pengurus TuK INDONESIA Periode 2022-2023 atas capaian-capaian yang berkontribusi positif kepada gerakan sosial di Indonesia secara umum.

 

Abetnego Tarigan, Anggota TuK INDONESIA, menyampaikan, “Ke depan, TuK INDONESIA perlu mencapai hal-hal yang lebih baik dengan cara yang lebih agile agar tidak terjadi stagnasi organisasi.”

 

Agenda tersebut ditutup dengan penyerahan dokumen-dokumen berkenaan kepengurusan periode 2022-2023 serta pemberian kenang-kenangan. Serah terima jabatan tersebut tentu menjadi penanda babak baru TuK INDONESIA.

 

TuK INDONESIA, Advocating People for Justice

#firesandfinance.org

#forestandfinance.org