Kontribusi Sawit untuk Penerimaan Negara dan Pendapatan Daerah di Provinsi Jambi Belum Optimal

Kontribusi Sawit untuk Penerimaan Negara dan Pendapatan Daerah di Provinsi Jambi Belum Optimal

 

Bogor dan Jambi, 31 Agustus 2021. Potensi pajak PBB dan PPN dari sektor perkebunan sawit di Provinsi Jambi diperkirakan mencapai 3 triliun rupiah pada tahun 2020. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan target perolehan pajak PBB dan PPN Provinsi Jambi untuk seluruh sektor. Bahkan, jauh lebih tinggi dari nilai realisasinya untuk seluruh sektor. Kesenjangan nilai antara potensi dengan target dan realisasi pajak menunjukkan bahwa penggalian pajak sawit di Provinsi Jambi belum optimal.

 

Hari ini, TuK INDONESIA dan WALHI Jambi meluncurkan laporan berjudul Pendugaan Potensi Pajak Sawit di Provinsi Jambi. Laporan ini menyajikan enam informasi penting dan terbaru meliputi tutupan dan status tanaman sawit, produksi tandan buah segar (TBS), penerimaan negara atas pajak sawit, pengusahaan perkebunan sawit, sawit dalam kawasan hutan, dan sawit pada lahan gambut.

 

“Optimalisasi penerimaan perpajakan oleh Pemerintah menjadi latar belakang dari penyusunan laporan ini. Adanya gap antara data potensi pajak sawit dengan target dan realisasinya menjadi persoalan yang kami dalami. Pada titik ini, transparansi informasi adalah kunci, dan kapasitas serta penggunaan teknologi merupakan hal pertama yang harus ditingkatkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah”, ungkap Linda Rosalina, Pengkampanye TuK INDONESIA. 

 

Jambi adalah Provinsi dengan potensi industri sektor berbasis lahan yang tinggi. Dalam konteks sektor sawit, Jambi masuk 10 besar provinsi produsen kelapa sawit di Indonesia. Rudiansyah, tim riset, mengungkapkan “Sebagai daerah penghasil sawit, sudah selayaknya Jambi memperoleh keuntungan dan manfaat yang besar. Namun, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jambi justru terbilang rendah, terbesar berasal dari pajak kendaraan. Jambi juga masuk dalam langganan kebakaran hutan dan lahan seiring dengan luasnya kerusakan gambut dan tingginya konflik tenurial. Eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya yang terjadi di Jambi sangat tidak sebanding dengan penerimaan negara maupun pendapatan daerahnya.”

 

“Hasil pemantauan kami selama ini, perluasan perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) di Jambi memberikan dampak risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) sangat tinggi. Kerusakan hutan dan lahan gambut serta konflik agraria adalah permasalahan yang tidak lagi dapat dihindari. Sehingga sudah seharusnya Pemerintah Daerah mengambil peran progresif untuk mengoptimalkan pajak sebagai salah satu instrumen kompensasi atas dampak negatif yang ditimbulkan,” ungkap Dwi Nanto, Manajer Kajian dan Penguatan Informasi, WALHI Jambi. 

 

Menyajikan informasi dasar (baseline) mengenai potret eksisting sawit di Jambi sangat penting untuk melihat potensi sektor sawit di Jambi secara utuh. “Kami berharap laporan ini dapat menjadi sumber alternatif informasi, sebagai pemantik agar para pengampu data mau terbuka, dan terpenting pemerintah daerah lebih serius melakukan pendataan dan pengintegrasian data dengan bersinergi antar pemerintah dan level pemerintahan. Kami juga mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kebijakan dengan tujuan peningkatan pendapatan daerah”, pungkas Linda.

 

Selain itu juga institusi pajak dan badan pengelolaan keuangan daerah harus bisa menyajikan data potensi pajak di sektor perkebunan sawit yang bersinergi dengan institusi pengelolaan teknis perkebunan sawit, agar target dan realisasi pendapatan pajak dari sektor perkebunan sawit bisa berkontribusi besar terhadap pembangunan daerah. 

 

***

 

Narahubung:

Linda Rosalina, Pengkampanye TuK INDONESIA, [email protected], 081219427257

Dwi Nanto, Manajer Kajian dan Penguatan Informasi, WALHI Jambi, [email protected], 082180304458

Rudiansyah, tim riset, [email protected], 081366699091

SIARAN PERS UNTUK DISIARKAN SEGERA

Masyarakat Sipil Menuntut Bank Danamon Ikut Bertanggung Jawab terhadap Krisis Iklim

Aksi mengirimkan kado dan karangan bunga menuntut Bank Danamon untuk berhenti mendanai perusahaan yang merusak hutan, menyebabkan krisis iklim dan melanggar HAM

 

Jakarta, 25 Agustus 2021. Masyarakat sipil menuntut peran progresif perbankan agar lebih bertanggung jawab dan berperan aktif dalam menghentikan krisis iklim. Aksi ini menindaklanjuti laporan terbaru Panel Antarnegara untuk Perubahan Iklim (IPCC) yang memberikan “peringatan untuk kemanusiaan” (code red for humanity). Laporan tersebut memprediksi bahwa bumi akan mengalami kenaikan suhu rata-rata yang melampaui batas aman lebih cepat dari yang diperkirakan. Ironisnya dalam lima tahun sejak Perjanjian Paris, 60 bank terbesar di dunia telah mendanai bahan bakar fosil hingga $3,8 triliun. Pendanaan yang tidak terkendali untuk ekstraksi bahan bakar fosil dan infrastruktur ini telah memicu krisis iklim dan mengancam kehidupan dan mata pencaharian jutaan orang. 

 

“Krisis iklim sudah kita alami, kerugian akibat bencana tidak terhindari, kita perlu peran progresif dunia perbankan sebagai pemberi dana perusahaan ekstraktif dan perusahaan agribisnis yang berisiko terhadap hutan agar segera menyelaraskan kebijakan pendanaannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan Perjanjian Iklim Paris,” ungkap Linda Rosalina, Juru Kampanye Transformasi untuk Keadilan (TuK) INDONESIA yang menjadi pencetus petisi #StopDanaMonster di situs petisi daring change.org.

 

Lebih lanjut Linda mengusulkan, “Sudah seharusnya bank-bank besar bertransformasi dari pembiayaan konvensional ke pembiayaan berkelanjutan. Sebab saat ini, bank-bank sudah tidak bisa lagi menghindari tanggung jawab atas ketidak hati-hatian pembiayaan mereka. Bank Danamon sebagai anak perusahaan dari bank terbesar di Jepang MUFG, memiliki pengetahuan dan sumber daya untuk menjadi bank yang lebih bertanggung jawab dan memainkan peran integral dengan berkomitmen untuk menjaga tegakan hutan, menghormati HAM, dan segera mewajibkan seluruh perusahaan yang dibiayainya untuk menjunjung tinggi dan menegakkan standar lingkungan dan sosial melalui perjanjian kontrak, serta menghentikan hubungan dengan pihak-pihak yang merusak masa depan kita.”

 

Dalam kebijakan pengamanan perbankan terkait Lingkungan, Sosial, Tata Kelola (LST) harus mensyaratkan kepatuhan terhadap standar ‘Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut dan Nol Eksploitasi’ (NDPE), serta menetapkan penghormatan terhadap hak tenurial masyarakat lokal dan Masyarakat Adat, hak ketenagakerjaan ILO, namun selama ini, Bank Danamon tidak memiliki komitmen yang jelas terhadap praktik terbaik NDPE. Bank Danamon sampai saat ini juga tidak mengungkapkan risiko LST dan rencana mitigasinya dan bahkan tercatat memberikan Pinjaman Korporasi dan Fasilitas Kredit Bergulir kepada Sinar Mas Grup (SMG), grup korporasi dengan berbagai catatan pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan, yang melibatkan perampasan tanah, intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan.

 

Komitmen lembaga jasa keuangan, dalam hal ini lembaga perbankan, terhadap pembiayaan berkelanjutan akan menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat. Masyarakat sudah mulai sadar dan mengalami dampak krisis iklim, mereka juga mulai menyadari adanya risiko investasi dalam mempertimbangkan dan memilih produk jasa keuangan mana yang bertanggung jawab terhadap komitmen pembiayaan keberlanjutan. “Lewat platform petisi change.org, hampir seribu orang telah meminta Bank Danamon untuk menghentikan pendanaan bagi perusahaan perusak lingkungan. Ini artinya banyak masyarakat yang peduli hutan Indonesia. Seharusnya upaya ini di apresiasi dan didengarkan oleh Bank Danamon”, ungkap Elok Faiqotul Mutia, Associate Campaign Manager Change.org

 

Melalui aksi pemberian kado dan karangan bunga perayaan ulang tahun Bank Danamon yang ke-65 tahun, masyarakat sipil berharap Bank Danamon bisa memperkuat slogannya untuk menumbuhkan prinsip kehati-hatian, terutama dalam hal memilih mitra bisnis dan grup usaha yang didanai untuk berkolaborasi. Karena sesuai dengan slogan perayaan ulang tahun Bank Danamon yang ke-65 tahun, yakni “Tumbuh melalui Kolaborasi”, sudah selayaknya Bank Danamon juga memiliki pertimbangan yang bertanggung jawab terhadap komitmen pembiayaan berkelanjutan, yakni dengan cara menghentikan pendanaan terhadap perusahaan yang merusak lingkungan dan melanggar HAM.

 

###

 

Narahubung:

Pengkampanye TuK Indonesia: Linda Rosalina ([email protected] / 081219427257)

Associate Campaign Manager Change.org: Elok Faiqotul Mutia (085211042626)

 

Untuk mengetahui jumlah tanda tangan petisi #StopDanaMonster bisa klik di sini (https://www.change.org/p/bank-danamon-stop-kasih-pendanaan-yang-merusak-lingkungan)