Pos

Karpet Merah Mafia Sumber Daya Alam: Inisiatif Siapa?

Siaran Pers – Koalisi Masyarakat Sipil Anti Mafia SDA

Jakarta, Selasa, 10 September 2019 – Sejak Dewan Perwakilan Rakyat menggelar rapat paripurna yang mengesahkan agenda revisi Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai inisiatif DPR pada Kamis, 6 September 2019, situasi gaduh yang lagi-lagi mempertanyakan eksistensi lembaga anti-korupsi Indonesia (KPK) kembali terjadi. Hal ini disebabkan karena pemerintah, bukannya secara tegas menolak, namun justru seolah-olah membentangkan karpet merah untuk mafia sumber daya alam (SDA) dengan memberi isyarat setuju terhadap beberapa poin revisi ini akan secara perlahan membunuh KPK, sehingga penjarahan SDA dapat melenggang dengan tenangnya di negeri ini.

Sudah jelas, selama ini, komisi antirasuah itu berbeda dengan aparat penegak hukum lainnya, dalam hal membredel para koruptor di SDA. Terbukti KPK lebih getol. Berulang kali KPK menjebloskan para mafia dan koruptor ke penjara terkait korupsi perizinan hutan, kebun dan tambang. Setidaknya 17 kasus mafia SDA telah ditangani KPK, termasuk yang terakhir melibatkan mafia tambang dan partai politik pendukung revisi UU KPK.

Tak hanya itu, triliunan rupiah uang negara telah diselamatkan oleh KPK dalam kegiatan pencegahan korupsi di sektor SDA. Melalui program itu, tercatat peningkatan penerimaan negara dari tahun 2014-2017 hingga mencapai 33 triliun rupiah. Pada bulan Maret 2019, Presiden Joko Widodo bahkan pernah membanggakan indeks persepsi korupsi Indonesia yang terus membaik. “Di tahun 1998, kita negara terkorup di Asia. Indeksnya berada di angka 20. Di tahun 2014 angkanya sudah membaik, dan sekarang (2019) semakin membaik di angka 38, artinya ada perbaikan terus. Tidak mungkin kita ingin instan, langsung membaik,” kata Presiden dalam debat Capres 2019.

Gestur politik merevisi UU KPK sebenarnya mencurigakan. Dari manakah inisiatif ini berasal? Seperti pernyataan di atas, publik sering mendengar janji-janji politik dan kampanye Presiden Jokowi yang ingin memperkuat peranan KPK dalam pemberantasan korupsi. Tapi, faktanya tak seindah ucapan, justru Presiden tak tegas merespon revisi inisiatif DPR itu.

Bisa dipastikan, dengan membunuh KPK secara perlahan, agenda-agenda Pemerintahan Jokowi kedepan sulit diwujudkan. Bagaimana mungkin Presiden mampu mensejahterakan rakyat dan membangun SDM unggul bila korupsi masih merajalela. Pemberantasan korupsi yang nyata dan kuat adalah prasyarat utama untuk pembangunan SDM dan infrastruktur, percepatan reformasi birokrasi, peningkatan investasi dan penggunaan APBN tepat sasaran, seperti visi pemerintahan Jokowi lewat pidato kemenangannya di Sentul, Jawa Barat, bulan Juli 2019 lalu.

Melihat serangan DPR kepada KPK, sikap pasif Jokowi justru menimbulkan keraguan bagi rakyat atas komitmennya mensejahterakan rakyat. Terutama menimbang bahwa tata kelola pemerintah yang koruptif selama ini justru menguntungkan para mafia, terutama di sektor SDA.

Sebagai “Koalisi Masyarakat Sipil Anti-mafia Sumber Daya Alam”, kami melihat ada tiga sumber masalah yang membunuh KPK secara perlahan dan memberi keuntungan bagi para koruptor yang hobi mengeksploitasi SDA di negeri ini, antara lain:

Pertama, tidak semua nama hasil seleksi panitia seleksi calon pimpinan KPK tepat untuk menjadi figur kepemimpinan dalam pemberantasan korupsi. Faktanya, hasil seleksi justru mencakup nama-nama yang memiliki rekam jejak pelemahan terhadap gerakan anti korupsi – bahkan diragukan integritasnya. Padahal posisi pimpinan KPK adalah pemimpin sekaligus sumber kekuatan pemberantasan korupsi di sektor SDA yang seringkali dilatarbelakangi oleh aktor-aktor yang berkuasa.

Kedua, upaya mempreteli kewenangan KPK melalui poin-poin perubahan di UU KPK membuat independensi KPK rentan. Selama ini, kewenangan KPK terbukti berhasil menjerat koruptor pejabat publik dengan ragam modusnya. Independensi penyidikan dan penuntutan memberikan keleluasaan untuk penegakan hukum yang lebih berintegritas. Termasuk untuk mendorong putusan yang lebih mencerminkan keadilan – misalnya dengan pencabutan hak politik. Sementara itu, kewenangan upaya paksa yang tegas mengarahkan KPK untuk lebih berhati-hati dalam penanganan kasus. Keseluruhan itu membuat KPK memiliki netralitas terhadap kekuasaan di setiap rezim. Rezim yang dari masa ke masa memperkaya dirinya dengan korupsi di bidang sumber daya alam.

Ketiga, jika revisi UU KPK ini terwujud dengan menempatkan KPK di bawah koordinasi lembaga pemerintah, maka upaya pemberantasan korupsi tidak lagi dipandang sebagai prioritas nasional, tapi dipersempit menjadi sekedar bagian dari kerja pemerintah sehari-hari. Pada akhirnya, pelemahan KPK akan mengakibatkan kondisi rente ekonomi SDA yang semakin tergerus jauh dari kepentingan publik. Hal ini akan merugikan upaya pemberantasan korupsi, karena selama ini hanya KPK yang getol untuk mendiskusikan kerugian negara di sektor SDA dan kerusakan lingkungan hidup dalam upaya pemberantasan korupsinya.

Akhirnya, kita tidak boleh membiarkan itu terjadi, Presiden tak boleh membentangkan karpet merah untuk para koruptor dan mafia SDA. Presiden, Anda harus hentikan revisi Undang-Undang KPK!

Catatan: data-data korupsi dan penyelamatan uang negara di sektor SDA dapat dikutip dari laporan Nota Sintesis “Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan SDA” – https://www.kpk.go.id/images/pdf/LITBANG/Nota-Sintesis-Evaluasi-GNPSDA-KPK-2018-Final.pdf

Narahubung:
Prof Hariadi Kartodihardjo (Guru Besar IPB)
Monica Tanuhandaru (Kemitraan): 081519027839
Nur Hidayati (Walhi): 081316101154
Edi Sutrisno (Transformasi untuk Keadilan-TuK): 087711246094
Eko Cahyono (Sajogyo Institute): 082312016658
Iqbal Damanik (Auriga Nusantara): 08114445026

Inpres Moratorium Sawit, Apa yang Dimoratorium ? – Press Release

Inpres Moratorium Sawit, Apa yang Dimoratorium ?

Inpres Moratorium Sawit 01

Inpres Moratorium Sawit 01

Inpres Moratorium Sawit 02

Inpres Moratorium Sawit 02

Jakarta, 9 Oktober 2018—Jikalahari dan TuK INDONESIA menilai Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang terbit pada 19 September 2018, tidak tegas mengatur soal penegakan hukum, evaluasi berlaku surut dan jangkauan pihak perlu diperluas.

Penegakan Hukum Dimoratorium?

Presiden Jokowi khusus memberi instruksi pada Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal “Langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data dan evaluasi atas pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit”.
“Sampai kapan ‘verifikasi data dan evaluasi’ selesai? Dalam Inpres tidak disebutkan berapa hari, bulan atau tahun ‘verifikasi data dan evaluasi’ selesai dilakukan. Menko ditugaskan membentuk tim kerja dan melaporkan kepada Presiden enam bulan sekali. Lalu, kapan Menko akan membentuk tim?” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
“Bila ‘verifikasi data dan evaluasi sedang berjalan’ atau Tim Kerja sedang melakukan ‘verifikasi data dan evaluasi’, padahal terbukti sawit korporasi dan Cukong berada dalam Kawasan Hutan tanpa izin dari Menteri, penegakan hukum dapat dilakukan? Atau penegakan hukum dimoratorium sampai ‘verifikasi data dan evaluasi’ selesai?” kata Made Ali.
Fakta di Riau, DPRD Riau[1]  pada 2015 menemukan lebih dari 2 juta ha perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak berizin (khususnya tidak memiliki izin pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan). Dari total 513 perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang memiliki izin pelepasan kawasan berjumlah 132 perusahaan atau 25,89%. Sisanya yaitu 378 perusahaan atau 74,12% tidak memiliki izin pelepasan kawasan. Jika ditinjau dari pernyataan mantan Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, maka ada 2.494.484 hektar perkebunan sawit yang illegal atau mengelola perkebunan sawit dalam kawasan hutan.
Dari 513 korporasi menjual TBS kepada grup Wilmar, Surya Dumai (First Resources), Salim, Darmex Agro, Gandaerah, Sinarmas, Golden Asian Agri, Panca Eka, Musim Mas, Jardine Matheson, Astra, juga perusahaan asal Malaysia yaitu KLK dan Batu Kawan, Sime Darby (Malaysia). Di Riau, perusahaan asal Malaysia menguasai sekitar 136.535 ha lahan yang terafiliasi dengan grup Sime Darby-Minamas, Kuala Lumpur Kepong dan Batu Kawan, Anglo Eastern dan Wilmar (Robert Kuok asal Malaysia join bersama Martua Sitorus asal Indonesia, Wilmar punya 180 pemasok di Riau).
Pansus DPRD Riau menemukan dari 1,8 juta ha kawasan hutan tak berizin yang telah ditanami kelapa sawit oleh korporasi telah merugikan keuangan negara karena tak bayar pajak senilai Rp 34 Triliun pertahun. “Korporasi ini jelas-jelas melakukan tindak pidana kehutanan, perkebunan dan perpajakan, apalagi yang mau verifikasi dan evaluasi?” kata Made Ali.

Evaluasi Berlaku Surut?

Di Riau, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan 2009-2014 menerbitkan SK Nomor 673/Menhut-II/2014 pada 8 Agustus 2014 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan seluas 1.638.249 ha di Riau, dua bulan jelang masa jabatannya berakhir sebagai Menteri Kehutanan.
Temuan Pansus Monev Perizinan DPRD Riau, SK 673 melepaskan kawasan hutan menjadi non kawasan hutan untuk 104 korporasi sawit seluas 77 ribu ha yang dulunya beroperasi secara ilegal dalam kawasan hutan. Paska terbitnya SK ini, korporasi-korporasi tersebut menjadi legal karena fungsinya sudah berubah menjadi APL.
Temuan EoF[2] 55 dari 104 perusahaan tersebut terafiliasi dengan grup Wilmar, Panca Eka, Sarimas, Peputra Masterindo, First Resources, Panca Eka, Indofood, Bumitama Gunajaya Agro, Aek Natio, Adi Mulya, Provident Agro, Darmex, Borneo Pasific hingga PTPN. Areal 55 korporasi ini berada dalam kawasan hutan dengan fungsi HP, HPT dan HL seluas 19.308 ha dan sebagian besar sudah ditanami sawit berumur lebih dari 10 tahun.
SK 673 yang diterbitkan sebagai hadiah ulangtahun bagi Provinsi Riau pada 9 Agustus 2016 diserahkan langsung oleh Zulkifli kepada Annas Maamun, Gubernur Riau kala itu. Saat berpidato sempena  hari jadi Provinsi Riau, Zulkifli Hasan mengatakan jika masih ada lahan masyarakat yang belum diakomodir dalam SK, dapat mengajukan revisi melalui Pemerintah Provinsi Riau.  Lalu, pernyataan tersebut dimanfaatkan oleh oknum Darmex Agro, Gulat Manurung dan Edison Marudut sawit dengan cara “menyuap” Annas Maamun agar “memutihkan” sawit mereka yang selama ini berada dalam kawasan hutan.
Pada 25 September 2014 Annas Maamun tertangkap tangan oleh KPK di Jakarta sedang menerima suap sebesar Rp 500 juta dan US$ 156.000 terkait alih fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan terkait RTRWP Riau. Suap ini berasal dari Gulat Manurung, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau yang juga akademisi di Universitas Riau dan Edison Marudut Marsadauli Siahaan, Direktur Utama PT Citra Hokiana Triutama dan Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat. Annas juga menerima uang suap sebesar Rp 3 Milyar dari Surya Darmadi (pemilik grup Darmex/Duta Palma Grup).
Data KLHK, Zulkifli Hasan menerbitkan SK pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit total 2,2 juta.
“Beranikah KLHK mengembalikan izin tersebut menjadi kawasan hutan? Dalam Inpres ini dapat dimaknai evaluasi termasuk pelepasan kawasan hutan hingga periode rezim sebelumnya. Tinggal, beranikah Presiden Jokowi melawan Zulkifli Hasan dan Susilo Bambang Yudhoyono dan Korporasi sawit?” kata Made Ali.

Moratorium Kredit Korporasi Sawit

Inpres belum menyasar lembaga jasa keuangan yaitu perbankan berupa moratorium fasilitas pembiayaan dalam bentuk utang, penjaminan saham dan obligasi bagi korporasi yang hendak melakukan ekspansi kebun sawit. “Moratorium pemberian kredit ini juga berlaku pada lembaga pembiayaan nasional maupun internasional,” kata Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif Tuk INDONESIA.
Temuan TuK Indonesia 25 dari 29 grup perusahaan sawit (4 diantaranya BUMN) dikendalikan oleh 29 taipan, yang setidaknya mengantongi 5,1 juta hektar lahan sawit.
Taipan-taipan itu: Bakrie Grup (Abu Rizal Bakri), Darmex Agro Grup (Surya Darmadi), Harita Grup (Lim Haryanyo Wijaya Sarwono), Jardine Mathheson (Henry Keswick, skotlandia), Musim Mas (Bachtiar Karim), Provident Agro (Edwin Soeryajaya dan Sandiaga Uno), Raja Garuda Mas (Sukanto Tanoto).
Selain itu juga grup Sinarmas (Eka Tjipta Widjaya), Surya Dumai Grup/First Resources (Martias dan Ciliandra Fangiano), Wilmar Grup (Rebert Kuok, Khoon Hong Kuok dan Martua Sitorus), Anglo-Eastern (Lim Siew Kim, Malaysia), Austindo Grup (George Santosa Tahija), Batu Kawan (Lee Oi Hian dan Lee Hau Hian, Malaysia), BW Plantation (Budiono Widodo), DSN Grup (Theodore Rachmat, Benny Subianto), Gozko Grup (Tjandra Mindharta Gozali), IOI grup (Lee Shin Cheng, Malaysia), Kencana grup (Henry Maknawi), Sampoerna (Putera Sampoerna), Tanjung Lingga Grup (Abdul Rasyid), Tiga Pilar Sejahtera (Priyo Hadi Sutanto, Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto), Triputra Grup (Thedore Rachmat dan Benny Subianto).
Bank-bank yang memberikan pinjaman kepada para taipan: HSBC, OCBC, CIMB, Mitsubishi UFJ Financial Grup, DBS, Sumitomo Grup, Bank Mandiri, United Overseas Bank, Mizuho Financial Grup, Commonwealth Bank Of Australia, Rabobank, BNI, BRI dan Citi Bank. Bank-bank itu berasal dari Indonesia, Amerika, Singapura, Malaysia, Jepang, Australia, Belanda dan Perancis.
Laporan TuK dan Profundo pada November 2017 berjudul Maybank Penyandang Dana Sawit Terbesar menyebut pada periode 2010-2016, Maybank menyediakan kurang lebih US$ 3.9 miliar dalam bentuk pinjaman dan Penjaminan Emisi Efek untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit. Setara dengan sekitar 11% dari semua pendanaan yang disediakan untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit terpilih. Faktanya, pada tahun 2016 saja, Maybank menyediakan 60% dari semua pinjaman dan Penjaminan Emisi Efek untuk perusahaan-perusahaan minyak kelapa sawit terpilih.
Pada 2016, jumlah total aset Maybank US$ 164 miliar dan menghasilkan laba sebesar US$ 1.6 miliar. 69% dari pendapatan Maybank pada tahun 2016 dihasilkan di Malaysia, 12% di Singapura, dan 11% di Indonesia. Operasi Maybank di Indonesia mendapatkan laba bersih terbesar pada tahun 2016, dengan peningkatan tahun-per-tahun sebesar 71%.
Melalui pemberian pinjaman, obligasi dan pelayanan Penjaminan Emisi Efek penerbitan saham, dan juga penanaman modal dalam bentuk obligasi dan saham, dari 20 perbankan yang berasal dari Amerika, Singapura, Inggris, Tiongkok, Norwegia dan Jepang memungkinkan Maybank menyediakan kredit ke dalam sektor minyak kelapa sawit. Selain mendanai lima perusahaan di atas, Maybank juga mendanai grup Wilmar, Harita, Salim, Sinarmas, Sime Darby, KLK, Batu Kawa, Jadine Mattheson yang punya anak-anak perusahaan di Riau.
TuK mencatat, investasi tak berkelanjutan negara-negara lain membahayakan keberlanjutan Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa kondisi keuangan dunia masih terus mendukung situasi ketidakberlanjutan, melalui pembiayaan sektor-sektor yang membahayakan dan merisikokan hutan, lingkungan serta kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini perlu dan harus segera diubah. Uang bisa diibaratkan seperti peluru, dia punya daya rusak, daya bunuh, bila disalurkan membiayai kegiatan yang tidak berpihak pada keadilan.
Sinergi dengan KPK dan Otoritas Lembaga Jasa Keuangan
Dalam rangka evaluasi perizinan, dinilai penting Pemerintah untuk bersinergi dengan KPK yang sejauh ini telah sangat gencar melakukan upaya pencegahan korupsi di sektor sumberdaya alam melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam.
Di Riau, KPK bersama Gubernur Riau pada Februari 2015 telah menyusun 19 Renaksi Pemda Riau (Gubernur dan Bupati/Walikota), salah satunya Penataan Perizinan Kehutanan dan Perkebunan. KPK juga telah memverifikasi hasil temuan Pansus Monev Perizinan DPRD Riau. Tiga tahun kemudian, KPK bersama Pemprov Riau menyusun Rencana Aksi Pencegahan Korupsi di Sektor Perkebunan.
“Empat hal tersebut: jangan ada moratorium penegakan hukum, perluas hingga moratorium kredit perbankan, perluas hingga evaluasi perizinan di era Zulkifli Hasan dan bekerjasama dengan KPK dan OJK, bila dilaksanakan tata kelola sawit dapat dibenahi dan pendapatan negara dari sektor sawit meningkat hingga sawit Indonesia yang bebas dari NDPE dapat diterima pasar internasional,” kata Rahmawati dari TuK Indonesia.
Jikalahari dan TuK INDONESIA merekomendasikan kepada:
Menko Perekonomian:

  1. Membentuk Tim Kerja sebelum Oktober berakhir dan memastikan tidak melakukan moratorium penegakan hukum atas tindak pidana kehutanan dan perkebunan
  2. Menetapkan waktu enam bulan “verifikasi data dan evaluasi” selesai dilakukan
  3. Dalam Tim Kerja melibatkan OJK dan Perbankan agar dapat menyasar moratorium kredit perbankan pada korporasi sawit yang berada dalam kawasan hutan dan membeli tandan buah segar atau sawit dari kawasan hutan atau melakukan NDPE.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan:

  1. Segera menetapkan tersangka korporasi atau cukong yang berada dalam kawasan hutan tanpa izin dari Menteri LHK sebagai wujud penegakan hukum tidak dimoratorium
  2. Mengevaluasi perizinan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang diterbitkan oleh Menteri Zulkilfi Hasan.

Lembaga Keuangan:

  1. Khususnya perbankan – baik nasional maupun internasional, untuk dapat proaktif berhubungan dengan Menko Perekonomian dan seluruh kementerian terkait atas korporasi yang didanainya atau yang akan didanainya atau yang memiliki relasi perbankan dengannya guna mendapat data yang mutakhir atas kepatuhan terhadap hukum dan regulasi, khususnya yang terkait dengan Inpres Moratorium Sawit
  2. Melakukan moratorium pemberian fasilitas pembiayaan dalam bentuk utang, penjaminan saham dan obligasi bagi korporasi yang hendak melakukan ekspansi kebun sawit.
  3. Melakukan review atas atas fasilitas pembiayaan pada korporasi yang ditengarai memiliki masalah kepatuhan hukum terkait moratorium ini, agar terhindar dari paparan risiko finansial sebagai akibat ketidakpatuhan korporasi yang didanainya
  4. Mempertimbangkan pemberian insentif bagi korporasi yang patuh atas regulasi terkait moratorium dalam bentuk penilaian credit rating yang baik

KPK

  1. Melaporkan hasil evaluasi GNPSDA sektor Perkebunan kepada publik dan merekomendasikan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo untuk disinergikan dengan Inpres 8 Tahun 2018.
  2. KPK segera memeriksa pelepasan kawasan hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Provinsi Riau yang melibatkan terpidana Annas Maamun.

Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari, 0812-7531-1009
Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif TuK Indonesia, 0813-1060-7266
Arpiyan Sargita, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari, 0812-6111-6340
[1] Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan HGU, IU-Perkebunan, IUPHHK-HT, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE, IUPHHBK, dan HTR melakukan monev terhadap izin perusahaan yang ada di Riau pada 2014.
[2] Laporan hasil temuan Eyes on the Forest (EoF) https://www.eyesontheforest.or.id/reports/perusahaan-hti-beroperasi-dalam-kawasan-hutan-melalui-legalisasi-perubahan-fungsi-kawasan-hutan-april-2018 dan https://www.eyesontheforest.or.id/reports/legalisasi-perusahaan-sawit-melalui-perubahan-peruntukan-kawasan-hutan-menjadi-bukan-kawasan-hutan-di-provinsi-riau-2-maret-2018
3. Rilis 20181009- Inpres Moratorium Sawit, Apa yang di Moratorium

[detik.com] Revisi UU KPK Ancaman Bagi Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia

Dhani Irawan – detikNews
Minggu 21 Feb 2016, 02:33 WIB
Jakarta – Penolakan atas revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Kewenangan KPK dianggap akan dikebiri apabila revisi UU tersebut tetap dilakukan.
Salah satunya mengenai pembenahan tata kelola hutan dan lahan yang memang tengah dilakukan oleh Kantor Staf Presiden dengan KPK saat ini. Anggota Presidium Dewan Kehutanan Nasional, Martua Sirait, menyebut bahwa revisi UU KPK akan mengancam pembenahan tata kelola hutan dan lahan.
“Karena pembenahan tata kelola hutan dan lahan yang saat ini dilakukan oleh Kantor Staf Presiden dan KPK sedang berlangsung dan pelemahan KPK melalui revisi UU KPK mengancam pembenahan tata kelola hutan dan lahan saat ini,” ucap Martua dalam keterangan yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menggelar diskusi bersama Dewan Kehutanan Nasional dan Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam, Sabtu (20/2/2016).
Martua menyebut ada 5 agenda penting yang tengah dilakukan dalam rangka pembenahan tersebut yaitu membentuk Kawasan Hutan Negara yang legal dan legitimate, penyelesaian konflik agraria di kawasan hutan dengan berprespektif HAM, perluasan wilayah kelola rakyat, pembenahan sektor BUMN bidang kehutanan dan juga pemenuhan kewajiban sektor swasta, dan pembenahan sistem pencegahan anti korupsi di sektor kehutanan.
“Pembenahan sektor kehutanan merupakan investasi jangka panjang yang harus dapat memberikan kesejahteraan rakyat sekaligus menjamin terpenuhinya layanan alam melalui pembangunan yang adil dan lestari,” ucapnya.
Kemudian perwakilan Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam yaitu Dimas dan M Hadiya menyebut kewenangan penyadapan yang akan direvisi itu malah akan menguntungkan koruptor sumber daya alam. Mereka menyebut proses perizinan di sektor sumber daya alam saat ini masih rawan praktik suap menyuap.
“Proses perizinan di semua sektor sumber daya alam seperti kehutanan, perkebunan, pertambagan dan migas saat ini masih rentan terhadap praktek suap menyuap. Apabila proses penyadapan dipersulit dan dihambat maka penangkapan terhadap pelaku suap di sektor sumber daya alam juga sangat mungkin dilakukan. Dengan demikian maka pihak yang paling bergembira atas revisi UU KPK adalah aktor-aktor korupsi yang bermain di sektor sumber daya alam,” ucapnya.
“Setuju revisi UU KPK hanya akan mengancam penyelamatan sumber daya alam,” ujarnya menambahkan.
(dhn/dhn)
Link:
http://news.detik.com/berita/3147041/revisi-uu-kpk-ancaman-bagi-penyelamatan-sumber-daya-alam-indonesia

Revisi UU KPK Untungkan Koruptor SDA

Meski banyak ditolak, sejumlah partai politik nampaknya nekat ingin menyelesaikan “Proyek Cepat“ Revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi  (Revisi UU KPK). Dari sepuluh Partai Politik di DPR, saat ini baru Partai Gerindra, Demokrat dan PKS yang menyatakan menolak, tujuh Partai lainnya lainnya masih belum bersikap tegas untuk menolak Revisi UU KPK. Jika tidak ada perubahan sikap, maka dapat dipastikan Rapat Paripurna DPR pada Selasa (23/2) mendatang akan menghasilkan keputusan Revisi UU KPK akan dilanjutkan dibahas sebagai usul inisiatif DPR. Jika Revisi UU KPK mulai dibahas dan disahkan di DPR maka artinya eksistensi KPK sedang terancam.

Secara subtansi naskah Revisi UU KPK yang beredar di publik sangat jelas dan nyata tidak dimaksudkan untuk memperkuat KPK namun justru berupaya menghambat kerja-kerja KPK dan menjadikan KPK menjadi tidak independen. Pimpinan KPK pernah menyatakan 90 persen subtansi dalam Revisi UU KPK dinilai melemahkan institusi KPK.

Subtansi yang dinilai melemahkan KPK antara lain mengenai prosedur Penyadapan dan Penyitaan KPK yang harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas, tidak bolehnya KPK melakukan rekruitmen penyidik dan penyelidik sendiri diluar Kepolisian dan Kejaksaan, Dewan Pengawas yang diangkat dan dipilih oleh Presiden, hingga KPK dapat melakukan penghentian perkara. 

Niat Sejumlah Partai Politik yang katanya memperkuat KPK melalui Revisi UU KPK juga patut diragukan. Justru kecurigaan yang muncul ini adalah upaya balas dendam sejumlah partai politik kepada KPK. Hal ini mengingat sudah banyak kader dan pimpinan partai politik – baik dengan status sebagai anggota parlemen, kepala daerah maupun menteri – yang telah dijerat oleh KPK dalam perkara korupsi.  Juga tidak sedikit politisi yang memiliki usaha disektor Sumber Daya Alam yang selama ini terganggu dengan kerja penindakan dan pencegahan korupsi.

Keberadaan Revisi UU KPK jika disahkan tidak saja menghambat atau mengancam kerja-kera institusi KPK namun juga berdampak serius pada terancamnya upaya pemberantasan korupsi di sektor Sumber Daya Alam. Dibandingkan dengan institusi atau kementrerian lainnya, selama ini hanya KPK yang memiliki perhatian serius terhadap upaya pemberantasan korupsi dan penyelamatan Sumber Daya Alam.

Pada aspek penindakan, Sejak KPK berdiri – akhir tahun 2003 lalu – hingga 2015 sedikitnya terdapat 7 (tujuh) perkara korupsi di sektor sumber daya alam khusus kehutanan yang telah ditangani oleh lembaga antikorupsi ini.  Perkara korupsi tersebut antara lain adalah: Penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten dalam bidang kehutanan; Menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur , dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu ; Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp  89 miliar; Suap terhadap anggota dewan terkait dengan Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan dan alih fungsi lahan ; Suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau ; Suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan ; Dugaan suap terkait pemberian Rekomendasi HGU Kepada Bupati Buol oleh PT Hardaya Inti Plantation.

Dari perkara-perkara tersebut, tercatat sedikitnya 23 orang aktor telah diproses oleh KPK, diadili dan divonis oleh pengadilan tipikor dan mayoritas telah menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan. Mereka terdiri dari 14 orang dari lingkungan eksekutif (mantan kepala daerah, pejabat dinas/kementrian kehutanan atau dinas kehutanan provinsi),  6 orang dari politisi/legislatif dan 3 orang dari pihak swasta. Beberapa pelaku korupsi tertangkap seperti Al Amin Nasution, Hartati Murdaya dan Bupati Buol salah satunya akibat proses penyadapan yang dilakukan oleh KPK

Penanganan perkara korupsi kehutanan yang dilakukan oleh KPK juga memberikan kontribusi dalam pengembalian kerugian keuangan negara (asset recovery). Tercatat pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh Marthias – terpidana perkara korupsi Penerima IPK dan penikmat kebijakan yang diterbitkan oleh Gubernur Kaltim, Suwarna AF – sebesar Rp 346 miliar merupakan yang terbesar yang diperoleh KPK hingga saat ini.

Pada aspek pencegahan,  pada tahun 2013 KPK juga melakukan inisiasi adanya Nota Kesepakatan Bersama (NKB) Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan Indonesia dengan 12 Kementrian yang terkait. Selajutnya pada 19 Maret 2015,  KPK bersama dengan 20 Kementrian dan lembaga negara menandatangani Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Penandatanganan yang dilaksanakan di Istana Negara Jakarta dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu disepakati pula Deklarasi Aparat Penegak Hukum untuk mendorong upaya penegakan hukum dalam rangka penyelamatan SDA di Indonesia.

Berdasarkan kajian KPK, munculnya ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih dan potensi korupsi dalam proses perizinan. Pada tahun 2014 ditemukan sekitar 1,3 juta Ha izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta Ha berada dalam kawasan hutan lindung. Akibatnya negara kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp 15,9 triliun per tahun. Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang bisa mencapai Rp 35 triliun per tahun.

Peran KPK yang sudah terbukti kuat dalam melakukan penindakan mempunyai efek positif dalam menjalankan kewenangannya melakukan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA itu. Pelemahan KPK berarti juga akan melemahkan perbaikan sistem dan kebijakan PSDA yang  korup dan tidak adil selama ini.

AURIGA mencatat upaya pencegahan korupsi sektor sumber daya alam yang lain dilakukan KPK melalui kegiatan Koordinasi Supervisi Mineral dan Batubara (Korsup Minerba) di 12 Propinsi di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi Korsup Minerba  ditingkat propinsi pada tahun 2014, pemerintah daerah harus melakukan evaluasi dan penataan terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang bermasalah, baik permasalahan administrasi, keuangan maupun wilayah. Salah satu indikator evaluasi izin adalah IUP bermasalah dengan status non Clean and Clear (CNC). Dimana, izin-izin yang belum mendapatkan sertifikat CNC direkomendasikan untuk dicabut.

Berdasarkan data Korsup Minerba tahun 2014, propinsi dengan jumalah IUP Non-CNC tertinggi adalah Propinsi Bangka Belitung (601 IUP) diikuti Propinsi Kalimantan Timur (450 IUP) dan Kalimantan Selatan (441 IUP). Dari jumlah IUP yang bermasalah dan berstatus Non-CNC, hingga september 2015 tercatat 721 IUP telah dicabut di 12 Propinsi. Tiga Propinsi dengan jumalah pencabutan tertiggi adalah Sulawesi Tengah 160 IUP, Sumatera Selatan 148 IUP dan Kepulauan Riau 93 IUP. Walaupu demikian, dibeberapa Propinsi penataan izin bermasalah ini juga dilakukan perbaikan dan penyelesaian permasalahan sehingga IUP yang Non-CNC menjadi bersertifikat CNC.

TuK Indonesia melihat bahwa harus ada tindakan pencegahan atas kebijakan pendanaan di bidang perkebunan, salah satunya adalah alokasi dana melalui kebijakan CPO Fund (dana kelapa sawit/Crude Palm Oil Fund). Kami mensinyalir bahwa selain menguntungkan perusahaan kelapa sawit, CPO Fund menyediakan ruang yang sangat besar bagi pejabat publik yang mengurusi hal ini. Tidak adanya transparansi yang jelas oleh badan pengelola dana kelapa sawit (BPDPKS) sebagai pengampu dana terkait mekanisme pemungutan dan distribusi dana serta penentuan harga sehingga ada kemungkinan penyelewangan dana yang dilakukan oleh pihak tertentu. Dengan direvisinya UU KPK, akan membuka peluang sangat besar bagi segala kebijakan pendanaan sumber daya alam dan idealnya, revisi UU KPK bukan melemahkan namun mengawal ketidaktransparanan atas kebijakan pendanaan yang ada salah satunya CPO Fund.

Jika Revisi UU KPK disahkan dan proses penyadapan KPK dipersulit maka salah satu yang diuntungkan adalah koruptor Sumber Daya Alam. Proses perizinan disemua sektor Sumber Daya Alam seperti kehutanan, perkebunan, pertambagan dan migas saat ini masih rentan terhadap praktek suap menyuap. Apabila proses penyadapan dipersulit dan dihambat maka penangkapan terhadap pelaku suap disektor sumber daya alam juga sangat mungkin dilakukan. Dengan demikian maka pihak yang paling bergembira atas Revisi UU KPK adalalah aktor-aktor korupsi yang bermain di sektor Sumber Daya Alam. Muncul kekhawatiran bahwa kepentingan untuk melakukan Revisi UU KPK selain berasal dari Politisi juga datang dari pihak swasta/Pengusaha atau Korporasi disektor kehutanan yang selama ini terlibat dalam praktek suap maupun korupsi untuk melancarkan usaha.

Oleh karena itu maka kami dari dari Koalisi Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam menyatakan menolak Revisi UU KPK seperti yang digagas oleh sejumlah Partai Politik. Setuju Revisi UU KPK hanya akan mengancam penyelamatan Sumber Daya Alam.

Jakarta, 20 Februari 2016

KOALISI ANTI MAFIA SUMBER DAYA ALAM

(AURIGA, WALHI Kalbar, Publish What You Pay, Indonesia Corruption Watch, Transformasi untuk Keadilan Indonesia, Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan, Public Interest Lawyer Network indonesia, Sajogyo Institute)

Cp: Dimas NH – AURIGA Hp 0811520404
CP: M. Hadiya Rasyid – TuK Indonesia Hp 085355631430

Polisi dan staf BIN masuk capim KPK, Jimly tak lolos

150714085026_panitia_seleksi_pimpinan_kpk_640x360_bbc1 September 2015
Dari delapan nama calon pimpinan KPK yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo, terdapat unsur BIN, polisi, hakim, dan pejabat lembaga negara.
Presiden Jokowi mengumumkan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hasil seleksi tim panitia seleksi itu di Istana Negara, Selasa, (1/9/15).
Menurut Presiden, ia tak akan melakukan campur tangan terhadap hasil seleksi itu dan akan mengirimkan ke-delapan nama itu ke DPR, untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test)
“Segera, besok saya siapkan suratnya untuk segera saya sampaikan kepada DPR,” kata Jokowi seperti dikutip Kompas.
Dari delapan nama hasil seleksi yang diterima Presiden, tidak terdapat nama Jimly Asshiddiqie -bekas Ketua Mahkamah Konstitusi.
Lepas dari kekuatiran para pegiat anti korupsi tentang kuatnya upaya lembaga-lembaga pemerintah menyodorkan calon, terdapat dua nama di seleksi akhir yang terkait unsur pemerintah.
Yakni Staf ahli Kepala Badan Inteljen Negara, BIN, Saut Situmorang, dan Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan. Juga terdapat hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat Alexander Marwata, dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan Agus Rahardjo.

‘Berusaha netral’

Unsur yang tak terkait lembaga pemerintah juga berjumlah empat orang: pengacara publik Surya Tjandra, akademisi Universitas Hasanuddin Makasar, Laode Muhammad Syarif, serta dua tokoh dari KPK: Johan Budi SP (Pelaksana tugas pimpinan KPK), dan Sujanarko (Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK)
Ketua Pansel Destry Damayanti kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia mengatakan, pemilihan itu sama sekali tak didasarkan pada keterwakilan, melainkan pada, terutama integritas dan kompetensi.
“Kita berusaha senetral mungkin,” papar Destry.
“Kita tak melihat dari unsur mana pun asalnya. Kita melihat benar-benar berdasarkan kemampuan individual,” tegasnya.
Munculnya nama staf ahli Kepala BIN, misalnya “karena dia memiliki kemampuan IT. Dia bisa mengembangkan sistem informasi dan manajemen. Lalu Kepala LKPBJPP -pengadaan barang dan jasa, itu terkait pada fakta bahwa korupsi di Indonesia banyak terkait pengadaan barang dan jasa, ia bisa sangat potensial dalam upaya pencegahan -dia sudah pensiun sekarang ini.”
Tentang kemunculan nama Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan, Destry mengatakan: “Basaria kami pilih karena hasil penilaian individual, baik dari hasil tes kesehatan, wawancara dan catatan dari trackers. Kami tidak melihat institusi yang bersangkutan.”
Berlainan dengan tradisi sebelumnya, kali ini Pansel Capim KPK juga membagi delapan nama itu dalam empat kompetensi: kategori pencegahan (Saut Situmorang dan Surya Chandra,) kategori penindakan (Alexander Marwata dan Basariah Panjaitan), kategori manajemen (Agus Rahardjo dan Sujanarko) serta kategori supervisi dan pengawasan (Johan Budi Sapto Prabowo dan Laode Muhammad Syarif.)
Link:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150901_indonesia_8capim_kpk

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Inilah Delapan Nama Calon Pimpinan KPK yang Diumumkan Presiden Jokowi

Selasa, 1 September 2015 11:43 WIB

 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Presiden Joko Widodo, Selasa (1/9/2015), mengumumkan delapan nama calon pimpinan KPK yang dinyatakan lolos seleksi wawancara terbuka.

Pengumuman delapan nama Pansel KPK tersebut dilakukan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, bersama sembilan srikandi anggota pansel KPK.

“Delapan orang itu adalah dibagi menjadi empat, yang berkaitan dengan pencegahan, penindakan, manajemen dan supervisi, koordinasi serta monitoring,” ujar Presiden Jokowi.

Berikut nama-nama yang diumumkan Presiden Jokowi:

Bidang Pencegahan:

Saut Situmorang (Staf Ahli Kepala BIN), Surya Tjandra (Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya)

Bidang Penindakan:

Alexander Marwata (hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta), Basaria Panjaitan (Sespimti Polri)

Bidang Manajemen:

Agus Rahardjo (mantan Kepala LKPP), Sujanarko (Direktur Pembinaan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK).

Bidang Supervisi:

Johan Budi Sapto Prabowo (Plt Pimpinan KPK) dan Laode Muhamad Syarif (Dosen Fakultas Hukum Universitas Hassanudin).

Beberapa nama yang sempat diunggulkan, yaitu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqqie tidak lolos

Sementara capim KPK perempuan, Nina Nurlina pun tidak dibacakan Presiden Jokowi.

Link:
http://www.tribunnews.com/nasional/2015/09/01/inilah-delapan-nama-calon-pimpinan-kpk-yang-diumumkan-presiden-jokowi

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Seleksi Calon Pemimpin KPK, 8 Orang Ini Minim Kontroversi

JUM’AT, 28 AGUSTUS 2015 | 10:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Sembilan anggota panitia seleksi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini akan berembuk di Kementerian Sekretariat Negara setelah Rabu lalu menuntaskan seleksi tahap akhir berupa wawancara terbuka.
Ketua panitia seleksi, Destry Damayanti, mengatakan rapat akan mengkompilasi hasil verifikasi, rekam jejak, dan tes kesehatan para calon. “Keputusan memilih delapan nama baru akan diambil Ahad besok,” kata Destry dalam wawancara kepada Tempo di Plaza Mandiri, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2015.
Dari 19 calon yang ikut seleksi tahap akhir itu, ada delapan nama yang minim mendapat sorotan negatif dari pansel saat menjalani wawancara terbuka, 24-26 Agustus lalu.
Setidaknya, kedelapan calon ini tidak ditanya ihwal harta kekayaan atau dimintai konfirmasi mengenai kedekatannya dengan kekuasaan atau pemilik modal yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Beberapa dari delapan nama itu juga dinilai layak memimpin KPK periode 2015-2019 oleh sebagian kalangan.
Tumpak Hatorangan Panggabean, Ketua KPK periode 2003-2007, misalnya, menyebut salah satu anak didiknya di KPK, Johan Budi Sapto Pribowo. “Integritasnya tak perlu diragukan. Mereka terlatih untuk tidak terpengaruh apa pun selain bekerja,” ujarnya saat dihubungi.
Berikut delapan nama calon pemimpin KPK yang minim kontroversi:
1. Johan Budi Sapto Pribowo, 49 tahun
Pelaksana Tugas Pemimpin KPK
Banyak yang saya lakukan tapi tidak bisa mengklaim itu karena effort pribadi saya, itu kerja tim.”
2. Agus Raharjo, 59 tahun
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (2010-2015)
Koruptor di KPK itu masih ketawa-ketawa, keluar penjara masih kaya dan dihormati. Kalau sudah tertata dengan baik, ada hukuman lingkungan sekitar.”
3. Sujanarko, 54 tahun
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antarkomisi dan Instansi KPK
Ketika melacak aset-aset pejabat, uangnya habis untuk foya-foya, mabuk, dan perempuan. Ini yang belum bisa dijerat.”
4. Giri Suprapdiono, 41 tahun
Direktur Gratifikasi KPK
Ketika jadi value, lebih baik mencegah dibanding penindakan, karena tidak terjadi kerusakan. Tapi kalau penegak hukum, harus ada pencegahan dan penindakan.”
5. Surya Chandra, 44 tahun
Pengacara Publik, Dosen Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta
Pimpinan harus bekerja serius, enggak usah main publikasi-publikasi. Kita tunjuk empat juru bicara.”
6. Chesna Fizetty Anwar, 54 tahun
Direktur Kepatuhan Bank Standard Chartered
Setiap proses harus selalu ada improvement yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.”
7. Budi Santoso, 51 tahun
Komisioner Ombudsman
Minimnya pegawai KPK bisa bersinergi dengan Ombudsman.”
8. Sri Harijati, 57 tahun
Direktur Perdata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung
Saya setuju penyidik independen, karena jumlah perkara yang ditangani KPK sangat banyak.”
ISTIQOMATUL HAYATI | LINDA TRIANITA | AGOENG WIJAYA 
Link:
http://www.tempo.co/read/fokus/2015/08/28/3244/seleksi-calon-pemimpin-kpk-8-orang-ini-minim-kontroversi

[KOMPAS.com] PPATK Laporkan ke Presiden 10 Capim KPK dengan Transaksi Mencurigakan

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/13/07042321/PPATK.Laporkan.ke.Presiden.10.Capim.KPK.dengan.Transaksi.Mencurigakan

Kamis, 13 Agustus 2015 | 07:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan M Yusuf mengatakan, pihaknya mencatat setidaknya 10 dari 48 peserta seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang lolos tahap ketiga memiliki transaksi mencurigakan.
Catatan tersebut telah diserahkan Yusuf kepada Presiden Joko Widodo.
“Saya katakan ke Presiden, semua 10,” ujar Yusuf saat dihubungi, Rabu (12/8/2015) malam.
Yusuf mengatakan, 10 orang tersebut ada yang diberi catatan ringan hingga berat. Namun, ia tidak mau membuka siapa saja pemilik transaksi mencurigakan tesebut.
“Tidak boleh saya komentari,” kata Yusuf. 
Catatan tersebut diinformasikan kepada Presiden Jokowi sebelum Pansel KPK mengumumkan 19 orang yang lolos seleksi tahap ketiga. Saat disinggung apakah nama-nama pemilik transaksi mencurigakan itu ada dalam daftar 19 orang yang lolos, Yusuf enggan mengungkapkannya. Ia menyerahkan penilaian tersebut kepada Pansel. 
“Pansel itu nanti diklarifikasi, jadi tanya Pansel biar Pansel yang menilai,” ujarnya.
Proses seleksi calon pimpinan KPK akan memasuki tahap terakhir. Juru Bicara Pansel KPK Betty Alisjahbana mengatakan, tes selanjutnya merupakan tes kesehatan dan wawancara yang akan dilakukan pada 24-26 Agustus 2015. Nantinya, mereka akan menjalani tes tahap empat secara paralel. 
“Saat wawancara, mereka akan menghadapi sembilan orang yang berasal dari tim Pansel. Materi yang akan ditanyakan pun berbeda-beda,” ujar Betti.
Nama-nama yang lolos tahap keempat nantinya akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus 2015. Berikut 19 nama capim KPK yang lolos tes tahap ketiga:
1. Ade Maman Suherman (Ketua Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Universitas Jenderal Soedirman) 
2. Agus Rahardjo (Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan) 
3. Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat) 
4. Brigjen Pol Basaria Panjaitan (Widyaiswara Madya Sespimti Polri) 
5. Budi Santoso (Komisioner Ombudsman) 
6. Chesna Fizetty Anwar (Direktur Kepatuhan Standard Chartered Bank) 
7. Firmansyah TG Satya (Pendiri dan Direktur Intercapita Advisory, Consultant Strategic and Business, Investment Banking, Audit and Governance Risk Management) 
8. Giri Suprapdiono (Direktur Gratifikasi KPK) 
9. Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji (mantan Aspam KSAD) 
10. Jimmly Asshiddiqie (Ketua DKPP) 
11. Johan Budi SP (Pimpinan sementara KPK) 
12. Laode Muhammad Syarif (Lektor Universitas Hasanuddin) 
13. Mohammad Gudono (Ketua Komite Audit UGM dan Direktur Program Studi Magister Akuntansi FEB UGM) 
14. Nina Nurlina Pramono (Direktur Eksekutif Pertamina Foundation) 
15. Saut Situmorang (Staf Ahli Kepala BIN) 
16. Sri Harijati (Direktur Perdata Jam Datun Kejaksaan Agung) 
17. Sujanarko (Direktur pada Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK) 
18. Surya Tjandra (pengacara publik) 
19. Irjen Pol Yotje Mende (eks Kapolda Papua)