Pos

Workshop Media atas Kajian TuK INDONESIA: “Taipan di Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia”

???????????????????????????????
Kamis, 12 Februari 2015, Hotel Hermitage, Cikini, Jakarta.
Ekspansi dalam skala yang luar biasa atas perkebunan kelapa sawit di Indonesia menciptakan masalah lingkungan dan sosial yang serius; sejumlah besar hutan berharga dikonversi menjadi perkebunan, habitat spesies yang dilindungi terancam punah, emisi gas rumah kaca yang signifikan disebabkan oleh pengembangan lahan gambut, dan banyak masyarakat kehilangan akses terhadap tanah yang sangat penting untuk subsisten mereka dan untuk siapa mereka telah mengadakan hak hukum atau adat selama beberapa generasi.
Untuk mengatasi masalah ini, kekuatan pendorong di belakang pertumbuhan yang kuat dari sektor kelapa sawit, yaitu pemilik dan pemodal – mesti ikut mengemban tanggung jawab mereka. TuK INDONESIA bersama Profundo pada paruh kedua tahun 2014 telah melakukan kajian terhadap 25 grup bisnis terbesar kelapa sawit di Indonesia, dan taipan di belakangnya, bagian mana dari sektor minyak sawit Indonesia yang didominasi oleh kelompok usaha yang dikendalikan oleh para taipan tersebut, serta lembaga finansial mana saja yang selama ini mendukung para taipan membangun perusahaan kelapa sawit mereka.
Pada workshop media yang dihadiri oleh rekan-rekan media, LSM nasional maupun daerah, serta para narasumber dari OJK, Perkumpulan Prakarsa dan salah seorang dosen di UI ini, sekaligus untuk meluncurkan hasil kajian terhadap 25 grup bisnis kelapa sawit di Indonesia yang dilakukan TuK INDONESIA bersama Profundo, yang berisi tentang bagaimana kendali para taipan terhadap bisnis sektor perkebunan kelapa sawit ini dan juga bagaimana mereka mendapatkan pembiayaan untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan mereka sehingga mampu melaju dengan pesat, serta lembaga-lembaga keuangan mana saja yang memberikan pembiayaannya kepada para taipan tersebut.
“Sekelompok kecil konglomerat menjadi penentu bagi pengembangan sektor kelapa sawit,” kata Rahmawati Retno Winarni, Direktur Program TuK Indonesia dalam peluncuran riset itu, Kamis (12/02/2015). “Mereka ikut bertanggung jawab atas pelanggaran HAM, perampasan lahan, konflik sosial petani kecil.”
Dia menuturkan pemerintah harus mengakui bahwa kerusakan hutan secara berkesinambungan dan hilangnya hak tanah oleh masyarakat, disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit.
Rahmawati Retno Winarni juga memaparkan dalam presentasinya, “ada sebanyak 29 orang taipan yang mengendalikan 25 grup bisnis kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 2013 setidaknya mereka mengantongi izin 5,1 juta ha lahan sawit dari 10 juta ha luas tanam kelapa sawit di Indonesia. Dari luas lahan tersebut yang telah dimiliki oleh para taipan, sebanyak 3.1 juta ha (60%) yang sudah ditanam sawit dan sebanyak 2.1 juta ha (40%) yang belum ditanam.
Ekspansi yang begitu cepat lajunya dikarenakan proses kepemilikan lahan di sector kelapa sawit ini difasilitasi oleh lembaga keuangan, baik bank domestic maupun bank asing sehingga para taipan dengan mudah mendapatkan pembiayaan untuk mengekspansi bisnisnya dengan lebih massif dan cepat.
Pada Januari 2014 bank asing maupun domestik total menyediakan sebesar US$ 15,6 Miliar sebagai hutang berjalan untuk sector pertanian, kehutanan dan perburuan. Dan kami mengidentifikasi sejumlah US$ 17,8 Miliar hutang baru telah disalurkan hanya untuk 25 grup perusahaan kelapa sawit pada periode 2009-2013. Bank Mandiri sebagai bank domestic terbesar yang memberikan pinjaman atau pembiayaan tersebut, sedangkan untuk bank asing ada HSBC (United Kingdom) dan OCBC dari Singapore, pungkasnya.”

[Tempo.co] 10 Kegagalan Ekonomi SBY Versi Indef

KAMIS, 27 NOVEMBER 2014 | 12:54 WIB.

TEMPO.COJakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika membeberkan 10 kegagalan ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun. (Baca juga:BBM Naik, Chatib: Alhamdulillah, Benar Sekali)
“Memang ada beberapa indikator perbaikan makro ekonomi dan sosial, namun sayang banyak indikator ekonomi utama justru memburuk,” ujarnya dalam sambutan seminar Prospek Ekonomi Indonesia 2015: Tantangan Kabinet Kerja Memenuhi Ekspektasi di Ballroom Candi Singosari, Grand Sahid Jaya, Kamis, 27 November 2014. 
Dalam kajian proyeksi ekonomi tahun depan, Indef melakukan evaluasi kinerja perekonomian 10 tahun, ditemukan 10 indikator kegagalan perekonomian SBY. Pertama, ketimpangan melebar dengan meningkatnya Rasio Gini sebesar 0,5 persen. “Jika pada 2004 sebesar 0,32 persen; tahun 2013 menjadi 0,41 persen,” ujarnya. (Lihat pula: JK: Kenaikan BBM Solusi Perbaikan Ekonomi )
Kedua, penurunan kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jika tahun 2004 sumbangan industri terhadap PDB nasional berada di angka 28 persen, namun 2013 konstribusi yang disumbang industri hanya sebesar 23,5 persen.
Ketiga, terjadi defisit neraca perdagangan dari surplus pada 2004 sebesar US$ 25,06 miliar menjadi defisit US$ 4,06 miliar pada 2013. Keempat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi penciptaan lapangan kerja. Sehingga, elastisitas 1 persen pertumbuhan dalam membuka lapangan kerja turun dari 436 ribu menjadi 164 ribu atau turun 272 ribu.
Kelima, efisiensi ekonomi semakin memburuk, hal ini dibuktikan dengan naiknya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dari 4,17 menjadi 4,5. Beberapa hal yang menghambat efisiensi yakni lambannya birokrasi, merajalelanya korupsi, dan keterbatasan infrastruktur. (Baca:Chatib Basri Bocorkan Cerita BBM Naik Era SBY)
Keenam, menurunnya tax ratio dari 12,2 persen menjadi 10,8 persen pada 2013. Ketujuh, kesejahteraan petani menurun 0,92 persen; Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). “Jika 2004 NTP sebesar 102, namun 2013 hanya 101,96,” ujarnya.
Kedelapan, utang pemerintah mencemaskan. Terdapat penurunan rasio utang terhadap PDB, namun utang per kapita naik US$ 531,29 per penduduk pada 2005 menjadi US$ 1.002,69 per penduduk. Pembayaran bunga utang menyedot rata-rata 13,6 persen anggaran pusat, dengan realisasi pembayaran rata-rata 92,7 persen per tahun sepanjang 2005-2013.
Kesembilan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) naik namun disertai defisit keseimbangan primer. “Tahun 2004 keseimbangan primer surplus 1,83 persen dari PDB; tahun 2013 malah defisit 1,19 persen,” paparnya.
Kesepuluh, postur APBN semakin tidak proporsional, boros dan semakin didominasi pengeluaran rutin dan birokrasi. Perinciannya belanja birokrasi naik dari 16,23 persen menjadi 22,17 persen pada 2013, kemudian subsidi energi naik dari 16,2 persen menjadi 20,89 persen, serta belanja modal hanya naik tipis dari 6,4 persen menjadi 8,06 persen.
JAYADI SUPRIADIN

Fiksi Iklim Langgengkan Phase 4 Bisnis Kotor SDA Indonesia

Release
TUK-Indonesia, Silvagama, Elsam, WALHI

Fiksi Iklim Langgengkan Phase 4 Bisnis Kotor SDA Indonesia

Climate Summit Delegation , Wake Up before Leave !!

Jakarta 25 September 2014, Dalam acara Climate Summit 2014 yang diselengarakan oleh PBB di New York 23 September 2014, 27 Negara dan  34 perusahaan yang berkaitan dengan proses deforestasi, serta berbagai Organisasi masyarakat sipil, menandatangani Deklarasi New York untuk Penyelamatan Hutan Dunia. Deklarasi ini menargetkan pemulihan hutan 150 juta hektar pada tahun 2020 dan hingga 200 juta hektar pada tahun 2030. Komitmen ini didasar oleh fakta bahwa 1,6 milyar masyarakat dunia bergantung dengan hutan, sedangkan laju deforestasi mencapai 14 juta hektar setiap tahunnya.1*
Hadirnya perwakilan sejumlah perusahaan besar sector sawit dan kertas dalam konferensi ini mendapat sorotan tajam dari sejumlah organisasi di Indonesia, seperti halnya Norman Jiwan Direktur Eksekutif TUK-Indonesia dalam konferensi pers mereka di kantor WALHI menilai “Dari segi substansi, deklarasi ini terjebak dan tergiring dalam agenda negara maju agar kewajiban penghentian dan pengurangan radikal emisi gas rumah kaca tidak akan pernah dipandang sebagai solusi cepat dan tepat. Sebaliknya hutan dilihat sebagai solusi cepat, tepat, tersedia dan paling murah saat ini”
“”Wilmar, GAR dan Cargil (bersama KADIN) tidak bisa diklaim menjadi contoh yang baik. Ini jelas contoh kegagalan negara mengendalikan industri perusak hutan dan lahan Indonesia, justru Beberapa group perusahaan sawit dan pulp and paper tersebut berhasil memanfaatkan climate summit sebagai manifesto global bahwa mereka terdepan dalam komitmen ‘zero deforestasi’. Dimana Pengusaha baru komitment diatas kertas sudah menyandera PBB dan Climate Summit untuk mendapatkan insentif””. Lanjut Norman
Sedangkan Syahrul Fitra dari Silvagama, mengungkapkan “” Asian Pulp and Paper (APP) salah satu group yang menandatangani deklarasi New York ini merupakan salah satu group yang Koalisi Anti Mafia Hutan laporkan ke KPK tanggal 16 September 2014 yang lalu, dimana mereka menjadi pihak yang menikmati hasil gratifikasi perizinan yang telah menempatkan beberapa kepala bupati termasuk Gubernur Riau menjadi terpidana kasus korupsi perizinan HTI” 2*
Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar WALHI, memandang bahwa “Komitmen penurunan deforestasi dan pemulihan hutan pada deklarasi tersebut fiksi iklim yang tidak akan mungkin menjadi kenyataan baik oleh Pemerintah maupun oleh sederet group bisnis monokultur tersebut, di KTT tersebut mereka tanda tangani komitmen penurunan angka deforestasi di Indonesia group pengusaha berselingkuh dengan pemerintah menargetkan 1,1 juta hektar hutan untuk sawit di 2015 dan 5,9 juta hektar untuk HTI dari 14 juta hektar yang terancam mengalami deforestasi””.
“”Deklarasi Neow York ini selain menyembunyikan para pelaku penghancur hutan tropis Indonesia dari mata public, juga telah berhasil melanggengkan target phase keempat bisnis SDA alam Indonesia, setelah selamat dari sanksi apapun atas rangkaian penghancuran lingkungan melalui bisnis ekstraksi, sawit dan pulp and paper, saat ini group besar menunggangi Isu Perubahan iklim untuk bisnis konservasi dan karbon dimana saat ini kavling konsesi bisnis konservasi dan karbon sudah mencapai 397.878 hektar pada tahun 2013 dengan target 2,6 juta hektar.””
“”Kalau Pemerintah mau berangkat ke KTT tersebut dengan kenyataan, seharusnya group perusahaan seperti APP, GAR dan WILMAR tidak berada dalam forum tersebut, karena dari tahun 2013 konsesi mereka langganan titik api penyebab kabut asap Indonesia 3*. kita juga menemukan upaya menyembunyikan penebangan hutam alam pada layer ke-2 anak perusahaan Group WILMAR seperti yang dilakukan PT. Sawindo Cemerlang dan PT. Sawit Tiara Nusa anak group Kencana Agri di Pohuwato provinsi Gorontalo, Dimana sebagian saham Kencana Agri Group milik WILMAR”” 4*
“Persoalan iklim dan keselamatan rakyat gagal menjadi skala priotas yang ril dalam KTT Iklim 2014” ini tutup Zenzi.
Kontak Person :
Zenzi Suhadi – WALHI : 081384502601
Edi Sutrisno – TUK Indonesia : 081315849153
Syahrul – Silvagama : 08116611340
—-
1* http://www.un.org/climatechange/summit/wp-content/uploads/sites/2/2014/09/FORESTS-New-York-Declaration-on-Forests.pdf
2* http://m.antarariau.com/berita/42504/walhi-laporkan-27-korporasi-riau-diduga-korupsi
3* http://walhi-sumsel.blogspot.com/2014/09/cabut-izin-perusahaan-penyebab-bencana.html
4* http://regional.kompas.com/read/2013/02/13/02501484/Hutan.Jadi.Lahan.Sawit
 
 

Fiksi Iklim Langgengkan Phase 4 Bisnis Kotor SDA Indonesia

Release
TUK-Indonesia, Silvagama, Elsam, WALHI

Fiksi Iklim Langgengkan Phase 4 Bisnis Kotor SDA Indonesia

Climate Summit Delegation , Wake Up before Leave !!

Jakarta 25 September 2014, Dalam acara Climate Summit 2014 yang diselengarakan oleh PBB di New York 23 September 2014, 27 Negara dan  34 perusahaan yang berkaitan dengan proses deforestasi, serta berbagai Organisasi masyarakat sipil, menandatangani Deklarasi New York untuk Penyelamatan Hutan Dunia. Deklarasi ini menargetkan pemulihan hutan 150 juta hektar pada tahun 2020 dan hingga 200 juta hektar pada tahun 2030. Komitmen ini didasar oleh fakta bahwa 1,6 milyar masyarakat dunia bergantung dengan hutan, sedangkan laju deforestasi mencapai 14 juta hektar setiap tahunnya.1*
Hadirnya perwakilan sejumlah perusahaan besar sector sawit dan kertas dalam konferensi ini mendapat sorotan tajam dari sejumlah organisasi di Indonesia, seperti halnya Norman Jiwan Direktur Eksekutif TUK-Indonesia dalam konferensi pers mereka di kantor WALHI menilai “Dari segi substansi, deklarasi ini terjebak dan tergiring dalam agenda negara maju agar kewajiban penghentian dan pengurangan radikal emisi gas rumah kaca tidak akan pernah dipandang sebagai solusi cepat dan tepat. Sebaliknya hutan dilihat sebagai solusi cepat, tepat, tersedia dan paling murah saat ini”
“”Wilmar, GAR dan Cargil (bersama KADIN) tidak bisa diklaim menjadi contoh yang baik. Ini jelas contoh kegagalan negara mengendalikan industri perusak hutan dan lahan Indonesia, justru Beberapa group perusahaan sawit dan pulp and paper tersebut berhasil memanfaatkan climate summit sebagai manifesto global bahwa mereka terdepan dalam komitmen ‘zero deforestasi’. Dimana Pengusaha baru komitment diatas kertas sudah menyandera PBB dan Climate Summit untuk mendapatkan insentif””. Lanjut Norman
Sedangkan Syahrul Fitra dari Silvagama, mengungkapkan “” Asian Pulp and Paper (APP) salah satu group yang menandatangani deklarasi New York ini merupakan salah satu group yang Koalisi Anti Mafia Hutan laporkan ke KPK tanggal 16 September 2014 yang lalu, dimana mereka menjadi pihak yang menikmati hasil gratifikasi perizinan yang telah menempatkan beberapa kepala bupati termasuk Gubernur Riau menjadi terpidana kasus korupsi perizinan HTI” 2*
Zenzi Suhadi, Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar WALHI, memandang bahwa “Komitmen penurunan deforestasi dan pemulihan hutan pada deklarasi tersebut fiksi iklim yang tidak akan mungkin menjadi kenyataan baik oleh Pemerintah maupun oleh sederet group bisnis monokultur tersebut, di KTT tersebut mereka tanda tangani komitmen penurunan angka deforestasi di Indonesia group pengusaha berselingkuh dengan pemerintah menargetkan 1,1 juta hektar hutan untuk sawit di 2015 dan 5,9 juta hektar untuk HTI dari 14 juta hektar yang terancam mengalami deforestasi””.
“”Deklarasi Neow York ini selain menyembunyikan para pelaku penghancur hutan tropis Indonesia dari mata public, juga telah berhasil melanggengkan target phase keempat bisnis SDA alam Indonesia, setelah selamat dari sanksi apapun atas rangkaian penghancuran lingkungan melalui bisnis ekstraksi, sawit dan pulp and paper, saat ini group besar menunggangi Isu Perubahan iklim untuk bisnis konservasi dan karbon dimana saat ini kavling konsesi bisnis konservasi dan karbon sudah mencapai 397.878 hektar pada tahun 2013 dengan target 2,6 juta hektar.””
“”Kalau Pemerintah mau berangkat ke KTT tersebut dengan kenyataan, seharusnya group perusahaan seperti APP, GAR dan WILMAR tidak berada dalam forum tersebut, karena dari tahun 2013 konsesi mereka langganan titik api penyebab kabut asap Indonesia 3*. kita juga menemukan upaya menyembunyikan penebangan hutam alam pada layer ke-2 anak perusahaan Group WILMAR seperti yang dilakukan PT. Sawindo Cemerlang dan PT. Sawit Tiara Nusa anak group Kencana Agri di Pohuwato provinsi Gorontalo, Dimana sebagian saham Kencana Agri Group milik WILMAR”” 4*
“Persoalan iklim dan keselamatan rakyat gagal menjadi skala priotas yang ril dalam KTT Iklim 2014” ini tutup Zenzi.
Kontak Person :
Zenzi Suhadi – WALHI : 081384502601
Edi Sutrisno – TUK Indonesia : 081315849153
Syahrul – Silvagama : 08116611340
—-
1* http://www.un.org/climatechange/summit/wp-content/uploads/sites/2/2014/09/FORESTS-New-York-Declaration-on-Forests.pdf
2* http://m.antarariau.com/berita/42504/walhi-laporkan-27-korporasi-riau-diduga-korupsi
3* http://walhi-sumsel.blogspot.com/2014/09/cabut-izin-perusahaan-penyebab-bencana.html
4* http://regional.kompas.com/read/2013/02/13/02501484/Hutan.Jadi.Lahan.Sawit