Walhi Bengkulu Menangkan Gugatan Informasi HGU Lawan BPN

walhi bengkuluTEMPO.CO, Bengkulu – Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Bengkulu harus memberikan seluruh peta hak guna usaha (HGU) perkebunan yang diminta oleh Walhi Bengkulu. Lembaga advokasi lingkungan hidup ini menggugat BPN.
Perintah tersebut merupakan putusan dari sidang Komisi Informasi Provinsi (KIP) Bengkulu yang berlangsung pada Rabu, 29 Juli 2015.
Sidang dipimpin komisioner KIP Bengkulu, Tri Susanti, beranggotakan Ifsyanusi dan Emex Verzoni. Sidang ini menghadirkan pemohon, yakni Walhi Bengkulu yang diwakili oleh Sony Taurus dan BPN Wilayah Bengkulu diwakili kuasa hukum BPN, Jamaludin.
Tri Susanti menjelaskan informasi yang diminta Walhi bersifat terbuka hanya untuk yang berkepentingan. Dalam uji konsekuensi, BPN juga tidak dapat membuktikan alasan bahwa jika informasi itu dibuka dapat dipergunakan untuk kepentingan persaingan bisnis.
“KIP mengabulkan semua permintaan pemohon dan meminta termohon untuk memberikan semua yang diminta pemohon. Alasan BPN yang menyatakan data yang diminta tersebut adalah informasi yang dikecualikan tak dapat dibuktikan oleh BPN dalam uji konsekuensi,” kata Tri Susanti saat membacakan amar putusan. Dia menganjurkan pihak yang tak puas dengan putusan tersebut untuk melakukan gugatan ke PTUN.
Sengketa informasi ini bermula saat Walhi Bengkulu pada 13 Februari 2015 mengirimkan surat permohonan data kepada BPN, yakni data daftar HGU perusahaan perkebunan, peta perkebunan, serta HGU PT Sandabi Indah Lestari (SIL), PTPN VII, dan PT Agriandalas. Ketiga perusahaan ini bersengketa pertanahan dengan masyarakat di Kabupaten Seluma.
BPN membalas surat permohonan tersebut dengan alasan tak dapat memberikan data yang diminta karena Permen Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah Pasal 35 ayat 2,3, dan 4 tak diperbolehkan memberikan data itu dengan alasan privasi atau data yang dikecualikan. Merasa keberatan terhadap alasan tersebut, Walhi mengajukan keberatan ke KIP untuk melakukan sidang sengketa informasi.
Sumber: Tempo, 30 Juli 2015

[KOMPAS] Ini 48 Nama Capim KPK yang Lolos Seleksi Tahap Kedua

Selasa, 14 Juli 2015 | 15:45 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 48 orang dari 194 peserta seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan lolos seleksi tahap kedua dan berhak mengikuti seleksi selanjutnya.
Para peserta yang masih bertahan ini memiliki latar belakang beragam, tetapi sebagian besar memiliki pendidikan tinggi. Tahap seleksi selanjutnya adalah profile assement, yang akan diselenggarakan pada 27-28 Juli 2015 di Pusdiklat Kementerian Kesehatan, Jalan Hang Jebat Raya, blok F3, Kebayoran Baru mulai pukul 07.00-selesai.
Pansel KPK masih menerima masukan masyarakat soal latar belakang para calon hingga 3 Agustus 2015. Masyarakat bisa menyampaikan masukannya kepada pansel soal kandidat-kandidat yang ada melalui situs web capimkpk.setneg.go.id atau melalui surat dengan alamat Sekretariat Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK, Kementerian Sekretariat Negara, Gedung 1 lantai 2, Jalan Veteran Nomor 18, Jakarta Pusat. (Baca 48 Orang Capim KPK Lolos Seleksi Tahap Kedua)
Berikut daftar peserta lolos seleksi tahap kedua sebagaimana diumumkan Panitia Seleksi Capim KPK di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (14/7/2015) siang ini.
1. Ade Maman Suherman, Prof, Dr, SH, MSc (48 tahun)
2. Agus Rahardjo, ST, MSc Mgt (59 tahun)
3. Agus Rawan, Drs, SH, MM, MSi (60 tahun)
4. Alexander Marwata, Ak, SH, CFE (48 tahun)
5. Basaria Panjaitan, Brigjen Pol, SH, MH (58 tahun)
6. Budi Pribadi, A (51 tahun)
7. Budi Santoso, SH, LLM (51 tahun)
8. Chesna Fizetty Anwar, BA, MSc (54 tahun)
9. Firman Zai, Drs, MSi (58 tahun)
10. Firmansjah, Ir, CES (60 tahun)
11. Firmansyah TG Satya, SE, MM (50 tahun)
12. Giri Suprapdiono, ST, MA (41 tahun)
13. Hendardji Soepandji, Mayjen TNI (Purn), Drs, SH (63 tahun)
14. Hesti Armiwulan Sochma, Dr Hj, SH (52 tahun)
15. Hulman Siregar, SH (53 tahun)
16. Indra Utama, SE, MM, CFE (51 tahun)
17. Jamin Ginting, Dr, SH, MH (43 tahun)
18. Jimly Asshiddiqie, Prof, Dr SH (59 tahun)
19. Jimmy M Rifai Gani, BA, MPA (43 tahun)
20. Johan Budi Sapto Pribowo, ST (49 tahun)
21. Krisnadi Nasution, DR, SH, MH (55 tahun)
22. Lalu Suprapta, Drs, MM (61 tahun)
23. Laode Muhamad Syarif, PhD (50 tahun)
24. Lucky Djuniardi Djani, ST, MPP, PhD (44 tahun)

25. Maman Setiaman Partaatmadja, Drs Ak, MPA (63 tahun)
26. Moh. Gudono, Prof PhD, CMS, CA (52 tahun)
27. Monica Tanuhandaru, SE, MM (45 tahun)
28. Mulyanto, Dr (52 tahun)
29. Niko Adrian Azwar, SH (44 tahun)
30. Nina Nurlina Pramono, SE (57 tahun)
31. R Bagus Dwiantho, SH, MH (44 tahun)
32. Rodjai S Irawan, SH, MM (59 tahun)
33. Roni Ihram Maulana, SE, MM (55 tahun)
34. Rooseno, SH, MHum (58 tahun)
35. Rudiard M L Tampubolon, Drs Irjen Pol (Purn) (59 tahun)
36. Sarwono Sutikno, Dr Eng, CISA, CISSP, CISM (56 tahun)
37. Saut Situmorang, Drs MM (56 tahun)
38. Sri Harijati P, SH, MM (57 tahun)
39. Suhardi, SH (57 tahun)
40. Sujanarko, ST, MSE (54 tahun)
41. Surya Tjandra, SH, LLM (44 tahun)
42. Syahrul Mamma, Irjen Pol Dr Drs, SH, MH (57 tahun)
43. Ubaidillah Nugraha, SE, MM (42 tahun)
44. Wewe Anggreaningsih, SE, Ak, MSi (51 tahun)
45. Y Usfunan, Prof Dr Drs SH, MH (60 tahun)
46. Yohanis Anthon Raharusun, Dr, SH, MH (50 tahun)
47. Yotje Mende, Drs, SH , MHum (58 tahun)
48. Yudi Kristiana, Dr, SH, MHum (44 tahun)

Link: http://nasional.kompas.com/read/2015/07/14/15452401/Ini.48.Nama.Capim.KPK.yang.Lolos.Seleksi.Tahap.Kedua?page=3

Release: HAKIM PRAPERADILAN: BEBASKAN SUKIMIN DARI KRIMINALISASI

SEO-Writing-for-Press-ReleaseRILIS

HAKIM PRAPERADILAN: BEBASKAN SUKIMIN DARI KRIMINALISASI
Saat ini SUKIMIN Bin MANGUN SUWITO (Alm), wargadesa Tumbu’an Kecamatan Lubuk Sandi, Kabupaten Selumaberhadapan dengan hukum, dan sudah ditetapkan Polres Seluma sebagai tersangka. Tindak pidana yang dituduhkan kepada SUKIMIN adalah dugaan perkara pidana pencurian buah kelapa sawit di Wilayah PT. SANDABI INDAH LESTARI (pasal 363 KUHPidana). Tindak pidana yang dituduhkan kepada SUKIMIN sangat menga-ada dan penetapan SUKIMIN sebagai tersangka terkesan dipaksakan. Ini merupakan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Polres Seluma.Jadi sangat jelas bahwa proses penyidikan kepada SUKIMIN bukan bertujuan melakukan penegakan hukum (law enforcement), tetapi KRIMINALISASI, TEROR, INTIMIDASI kepada SUKIMIN sebagai petani kelapa sawit, dan masyarakat petani lainnya yang mengelola, menggarap lahan terlantar Ex PT. Way Sebayur. Ini juga menunjukkan keberpihakan Polres Seluma kepada pemilik modal (PT. SANDABI INDAH LESTARI).
Oleh karena itulah SUKIMINmengajukan Gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Tais untuk menguji keabsahan status hukum SUKIMIN sebagai tersangka. Sidang Praperadilan dimulai pada tanggal 06 Juli 2015 dan akan berakhir pada hari Senin 13 Juli 2015, dengan agenda Pembacaan Putusan. Selama proses sidang, pemeriksaan terhadap bukti-bukti surat, saksi, ahli yang diajukan SUKIMINsebagai Pemohon dan Polres Seluma selaku Penyidiksudah dilakukan, kecuali Polres Seluma tidak mengajukan ahli dalam sidang praperadilan ini.
Berdasar keseluruhan proses pemeriksaaan, ada beberapa poin penting untuk menjadi catatan khusus bagi hakim tunggal Subachi Eko Putro, S.Hdalam mengeluarkan putusan perkara praperadilan ini, yaitu:
Pertama,PENYIDIK POLRES SELUMA MELAKUKAN PROSES HUKUM YANG BUKAN MERUPAKAN TINDAK PIDANA, TAPI WILAYAH HUKUM PERDATA. Sebenarnya kasus yang menyangkut SUKIMIN ini bukanlah bagian dari hukum pidana, tetapi adalah WILAYAH HUKUM PERDATA, yaitu sengketa lahan antara masyarakat  penggarap lahan terlantar Ex PT. Way Sebayur dengan PT. SANDABI INDAH LESTARI (PT. SIL) di Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu. Karena itu Penyidik Kepolisian Polres Seluma tidak berwenang melakukan penyidikan terhadap perkara ini. Penyelesaian kasus ini seharusnya melalui mekanisme perdata, bukan mekanisme hukum pidana.
Kedua,PEMERIKSAAN SUKIMIN SEBAGAI TERSANGKA MELANGGARA ASAS HUKUM PRADUGA TAK BERSALAH.Pada waktu Sukimin diperiksa sebagai tersangka pada tanggal 12 September 2014 di Polres terdapat kejanggalan karena Penyidik Polres Seluma cenderung menjerat Pemohon. Pertanyan yang diajukan Penyidik Polres Seluma menjerat Sukimin karena Penyidik langsung menyimpulkanSukiminmelakukan pencurian buah kelapa sawit. Hal ini jelas melanggar asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence) sebagaimana  sebagaimana diamanatkan KUHAP.
Ketiga, POLISI YANG MELAKUKAN PENANGKAPAN TERHADAP SUKIMIN BUKANLAH PEJABAT YANG BERWENANG. Yang melakukan penangkapan terhadap SUKIMINdan anaknya MUHAMAD NURAMAN Als AHMAD pada tanggal 12 September 2015 bukanlah pejabat yang berwenang, dan bukan Penyidik yang menangani kasus SUKIMIN. Tetapi adalah Brimob. Padahal berdasarkan KUHAP dan UU. No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI bahwa Brimob bukanlahlah pejabat yang berwenang melakukan penangkapan terhadap seseorang tersangka yang diduga melakukan tindak pidana, sebab Birimob bukanlah penyidik. Jelas ini merupakan pelanggaran dan pengingkaran hukum yang berlaku.
Keempat, PENETAPAN SUKIMIN SEBAGAI TERSANGKA TIDAK MELALUI GELAR PERKARA YANG MELIBATKAN SUKIMIN SEBAGAI TERSANGKA. Gelar Perkara hanya secara internal, tapi tidak melibatkan SUKIMIN sebagai tersangka
Kelima, PEMANGGILAN SUKIMIN TIDAK DIDASARI OLEH SURAT PERINTAH PENYIDIKAN sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Keenam,SUKIMIN SELAKU TERSANGKA TIDAK SEGERA MENDAPATKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP). Sukimin mendapatkan BAP dari penyidik pada tanggal 15 Juni 2015 ketika SUKIMIN mendatanga kantor Polres Seluma untuk meminta BAP dari Penyidik, padahal SUKIMIN diperiksa pada tanggal 12 September 2015.
Ketujuh,TIDAK ADA KEPASTIAN HUKUM BAGI SUKIMIN TENTANG DUGAAN TINDAK PIDANA. Surat panggilan dari Penyidik kepada SUKIMIN hanya menyebutkan pasal 363 KUHPidana (pencurian), tapi tidak menyebutkan dengan jelas di ayat berapa tindak pidana yang dituduhkan kepada pemohon?. Padahal pasal 363 KUH Pidana terdiri dari 2 (dua) ayat, ayat pertama terdiri dari 5 (lima) angka. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi SUKIMIN karena tidak jelas pasal yang dituduhkan, dalam hal ini mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan penggingkaran Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil sebagaima diatur dalam pasal Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 Jo Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Kedepalapan, PENETAPAN TERSANGKA TIDAK DISERTAI DENGAN 2 ALAT BUKTI YANG SAH. Penetapan Sukimin sebagai tersangka tidak pada minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana diamanatkan KUHAP Jo  Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21 / PUU-XII/ 2014 tertanggal 28 April 2015. Fakta yang terungkap di persidangan membuktikan tidak adahal yang menunjukkan bahwa SUKIMIN melakukan tindak pidana pencuriansebagaimana dimaksud dalam pasal 363 KUHPidana.Anehnyaalat bukti yang digunakan dalam perkara ini terkait obyek dan tempat dugaan dilakukannya tindak pidana masih dalam sengketa hukum perdata antara warga yang menggarap/mengelola lahan terlantar Ex PT. Way Sebayur dengan PT SIL.Dengan demikian sangat jelas bahwa Penetapan tersangka atas diri Sukimin tidaklah terang 2 (dua) alat buktinya
TUNTUTAN
Persidangan praperadilan telah membuktikan secara nyata bahwa penetapan SUKIMIN sebagai tersangka melanggar hukum baik prosedur dan substansial, mulai dari KUHAP, UU. No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI, Instrumen Ham, Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Oleh sebab itu, hakim tunggal yang memeriksa permohonan praperadilan ini, dimohon untuk membuat putusan yang adil dan benar sesuai dengan fakta-fakta persidangan yang bertujuanuntuk membebaskan SUKIMIN dari KRIMINALISASI. Karena itu Hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili praperadilan ini dimohon menyatakan bahwa penetapan SUKIMIN sebagi tersangka tidak sah dan memerintahkan Penyidik Polres Seluma Kejaksaan Negeri Tais menghentikan proses Hukum terhadap SUKIMIN.
HIDUP RAKYAT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
HIDUP PETANI !!!!!!!!!!!!!!!!!!!
 
Bengkulu, 12 Juli 2015
Kontak Person:1. Judianto Simanjuntak (Public Interest Lawyer Network /PILNET selaku Kuasa Hukum Sukimin): 081381055864, 2.Beni Ardiansyah (Direktur Eksekutif Walhi Daerah Bengkulu), HP: 082375088004, 3. Edi Sutrisno (Transformasi Untuk Keadilan/TuK INDONESIA). HP:081315849153, 4.Osian Pakpahan (Forum Petani Bersatu/FPB): HP: 081278472378
SALAM JUANG !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

PN Tais Sidangkan Praperadilan Petani Seluma

walhi-bengkulu-rilis15Bengkulu (Antara) – Pengadilan Negeri Tais Kabupaten Seluma menggelar sidang lanjutan permohonan praperadilan atas penetapan Sukimin, petani Desa Lunjuk yang dituduh menguasai lahan perkebunan sawit milik PT Sandabi Indah Lestari, sebagai tersangka oleh Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais.
“Agenda hari ini pembacaan bantahan atas jawaban Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais,” kata Hakim tunggal Subachi Eko Putro yang memimpin sidang itu, Kamis.
Pada sidang yang digelar Selasa (7/7), Polres dan Kejaksaan Negeri Seluma menyatakan bahwa penetapan Sukimin sebagai tersangka telah sesuai dengan prosedur perundang-undangan.
Sukimin melalui kuasa hukumnya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Muhnur Satyahaprabu menyangkal argumentasi Polres dan Kejaksaan Negeri Tais itu.
“Penetapan tersangka tidak didasari oleh bukti permulaan yang cukup, dan kami melihat ada upaya kriminalisasi atas perjuangan petani menuntut lahan yang ditelantarkan PT Way Sebayur,” kata Muhnur.
Ia mengatakan bahwa praperadilan tersebut untuk menguji penetapan tersangka dipertanyakan apakah sesuai dengan keputusan kaedah-kaedah hukum yang berlaku.
Praperadilan tersebut juga sebagai wujud kontrol kewenangan aparat penegak hukum agar dalam menjalankan kewenangannya tidak sewenang-wenang dan arogan.
Sementara Direktur Walhi Bengkulu Beny Ardiansyah mengatakan dalam kasus ini pemerintah harus tegas menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat dengan PT Sandabi Indah Lestari.
“Aparat penegak hukum juga seharusnya hati-hati dalam memproses laporan perusahaan, sedangkan laporan masyarakat terkait pengrusakan lahan petani tidak pernah diproses,” ucapnya.
Tindakan diskriminasi atau perbedaan perlakuan oleh aparat penegak hukum dengan petani menurutnya sudah sering terjadi.
Penegak hukum menurutnya perlu memahami akar masalah atau konflik antara petani dengan PT Sandabil Indah Lestari yang dipicu oleh penerbitan hak guna usaha kepada perusahaan itu yang menggusur petani.
“Akan banyak Sukimin lain yang menjadi korban jika penegak hukum tidak melihat konflik ini secara menyeluruh,” tukasnya.
Sengketa lahan antara petani dengan PT Sandabi Indah Lestari mulai merebak setelah perusahaan itu masuk ke Kabupaten Seluma pada 2011 yang menenangkan lelang Hak Guna Usaha (HGU) PT Way Sebayur.
Para petani yang mengelola areal seluas 1.200 hektare terusik dan terancam tergusur dari lahan yang sudah mereka kuasai secara turun-temurun.
Sumber: Antara Bengkulu, 9 Juli 2015

Press Release: Sidang Permohonan Praperadilan atas Penetapan Tersangka Sukimin oleh Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais, Bengkulu.

walhi-bengkulu-rilis15Rabu 08 Juli 2015 Pengadilan Negeri Tais kembali menggelar Sidang permohonan praperadilan atas penetapan tersangka Sukimin oleh Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais.. Sidang dipimpin oleh hakim tunggal Subachi Eko Putro,S.H.sidang hari ini dengan agenda pembacaan bantahan atas jawaban Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais. Dalam jawaban yang disampaikan oleh Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais pada intinya adalah menyatakan penetapan tersangka telah sesuai dengan prosedur perundang-undangan.
Sukimin melalui kuasa hukumnya menyangkal argumentasi Polres Seluma dan Kejaksaan Negeri Tais. Kuasa hukum Sukimin meyakini bahwa penetapan tersangka Sukimin tidak didasari oleh bukti permulaan yang cukup, penetapan tersangka atas diri Sukimin menurut kuasa hukumnya adalah upaya kriminalisasi atas perjuangan petani yang menuntut lahan terlantar Ex PT. Way Sebayur.
Kuasa hukum Sukimin, Muhnur Satyahaprabu menyatakan bahwa praperadilan ini bermaksud menguji penetapan tersangka Sukimin apakah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku. Praperadilan ini juga wujud control kewenangan aparat penegak hukum supaya dalam menjalankan kewenangannya tidak sewenang-wenang dan arogan.
Direktur Eksekutif WALHI Daerah Bengkulu Beny Ardiansyah menyampaikan, dalam kasus ini pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah konflik yang terjadi antara masyarakat dengan PT. Sandabi Indah Lestari. Seharusnya negara hadir untuk menyelesaikan masalah ini dan jangan hanya berpihak kepada perusahaan. Beny menambahkan aparat penegak hukum seharusnya hati-hati dalam memproses laporan perusahaan sedangkan laporan masyarakat terakait pengrusakan yang dilakukan oleh perusahaan tidak diproses.
Sementara itu ketua Forum Petani Bersatu (FPB) organisasi yang menaungi perjuangan petani Osian Pakpahan menyampaikan kekecewaannya terhadap tindakan aparat hukum Polres Seluma. Tindakan diskriminasi dan perbendaan perlakuan aparat penegak hukum terasa ketika masyarakat melaporkan tindaka pidana yang didua dilakukan oleh perusahaan. Aparat penegak hukum tidak memahami akar konflik antara masyarakat dan PT Sandabi Indah Lestari, konflik dipicu dari tidak transaransinya proses terbitnya HGU sampai pada tata batas dan luasan wiayah PT SIL yang sampai sekarang tidak jelas. Kami meminta pemerintah melakukan evaluasi atas HGU PT. SIL;
 
Kontak Parson :
Beny Ardiansyah ( Direktur Walhi Bengkulu) : 082375088004
Muhnur Satyahaprabu ( Kuasa Hukum ) : 081326436437
Osian Pak pahan ( Ketua Forum Petani Bersatu) : 081278472378

Raksasa Minyak Sawit Wilmar Kembali Melakukan Cara-Cara Kotor

***Siaran Pers untuk disebarluaskan segera***        

Raksasa Minyak Sawit Wilmar Kembali Melakukan Cara-Cara Kotor

Perusahaan perdagangan kelapa sawit terbesar dunia, Wilmar International Ltd., sedang diselidiki berkenaan dengan tuduhan masyarakat terhadap perusahaan pemasoknya merampas hak masyarakat atas tanah adat, mengganggu ketenteraman dan penipuan.
Jakarta, 8 Juli 2015: Raksasa minyak sawit  Wilmar International Ltd. (F34.SI / WLIL.SI) dituding kembali melakukan ‘cara-cara kotor’ dalam perlakuannya terhadap masyarakat. Tuduhan itu datang dari para tokoh adat dan organisasi non-pemerintah (ornop) yang telah melacak operasi perusahaan di lapangan di Kalimantan, Sumatra, Uganda dan Nigeria. Pada 2013, perusahaan dengan volume perdagangan mencakup 45% pangsa pasar minyak sawit dunia mengadopsi sebuah kebijakan berkiblat jauh ke masa depan untuk hanya memanfaatkan komodit yang ‘nihil deforestasi, nihil eksploitasi dan nihilmerusak gambut’. Namun laporan-laporan menunjukkan bahwa dalam operasinya perusahaan ini bahkan melanggar standard-standard yang disepakatinya pada 2005.
Kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat
Di Sumatra Barat, anak perusahaan Wilmar, PT PHP dituduh masyarakat  Minangkabau komunitas adat Kapa telah mengkriminalisasi mereka setelah mereka menaikkan pengaduan kepada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Komunitas ini mengetahui bahwa pada 2014 perusahaan sedang berupaya mendapatkan ijin Hak Guna Usaha (HGU) sehingga dapat mengambil tanah mereka tanpa persetujuan dari pihak masyarakat Kapa.  Masyarakat kemudian secara resmi mengadukan persoalan ini kepada RSPO agar menghentikan upaya perusahaan mendapatkan ijin tersebut karena ijin usaha tersebut akan menghapus hak-hak adat masyarakat secara permanen. Dengan dukungan dari Forest Peoples Programme, warga masyarakat Kapa pergi menghadiri pertemuan RSPO di Kuala Lumpur pada November 2014 untuk bertemu dengan pihak perusahaan dan staff RSPO. Di hadapan pejabat RSPO Wilmar sepakat untuk melakukan pertemuan dengan warga masyarakat Kapa dan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengkaji pilihan-pilihan langkah hukum untuk mengamankan perkebunan mereka tanpa menghilangkan hak-hak masyarakat adat.
“Perusahaan tidak menepati janjinya”, demikian pengaduan Samsiwa Rangkayo Mudo, salah seorang Pemangku Adat Kapa.  “Sementara kami menunggu untuk bertemu dengan pihak Badan Pertanahan, mereka justru pergi mengupayakan dan memperoleh ijin HGU dengan membelakangi kami. Kami kemudian ditahan dengan tuduhan palsu oleh pihak kepolisian daerah Sumatra Barat”, demikian Alman Gampo Alam, pimpinan adat Kapa. Gampo Alam ditahan selama dua bulan dan dalam masa tersebut ia dipaksa untuk mencabut kuasa dari pengacaranya dan harus mengundurkan diri dari jabatan sebagai Gampo Alam, pimpinan adat Kapa. ”Pemangku adat lainnya diintimidasi dan diancam akan bernasib sama seperti Alman Gampo Alam. Kami tahu pasti bahwa sesungguhnya perusahaan berada di balik semua ini”, kata Zulkifli, warga Kapa yang sedang mencari perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta. “Kami menuntut agar Wilmar mencabut kembali ijin PT PHP dari tanah adat kami”.
Pihak kepolisian tidak bisa mendakwa Gampo Alam dan telah membebaskan dia pada akhir Juni. Akan tetapi masyarakat Kapa kini telah kehilangan hak atas tanah ulayat mereka yang telah dirampas oleh Wilmar.
Bank Dunia selidiki penyuapan
Pada 2011, Wilmar dihadapkan pada sebuah pengaduan kepada Compliance Advisory Ombudsman (CAO – sebuah mekanisme pengaduan dari Korporasi Keuangan Dunia atau the International Finance Corporation (IFC)) bahwa salah satu anak perusahaannya, PT Asiatic Persada, telah membayar polisi setempat untuk  menggusur paksa masyarakat adat dari konsesi perusahaan sawitnya, konsesi mana diklaim oleh masyarakat Batin Sembilan sebagai tanah adat mereka. Perusahaan kemudian secara sepihak membongkar 83 rumah masyarakat sampai ke dekat tepian anak sungai. Pihak perusahaan setuju untuk dimediasi oleh CAO untuk menyelesaikan sengketa tetapi pihak Batin Sembilan dan ornop pendukung menjadi bingung melihat negosiasi yang berlarut-larut dalam waktu panjang (dan akhirnya gagal).
Dokumen Bank Dunia yang belum lama ini diluncurkan menjelaskan tentang tertunda-tundanya masalah ini. Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa salah satu mediator CAO melaporkan bahwa personil dari pihak Grup Wilmar telah mencoba menyuap dirinya untuk menyerahkan informasi yang berkaitan dengan kasus ini. Tuduhan penyuapan ini telah dibawa kepada World Bank Group’s Integrity Vice Presidency dan kemudian dinaikkan ke World Bank Group’s Sanctions Board. Sengketa ini menimbulkan jurang ketidakpercayaan antara CAO dan Wilmar dan sangat memperlambat proses penyelesaian sengketa. CAO akhirnya terpaksa melepaskan kasus tersebut setelah pihak Wilmar menjual anak perusahaannya, meninggalkan masyarakat terdampak dalam keadaan tanpa sumber daya sama sekali.
“Batin Sembilan adalah korban dari penyuapan dan tipu daya Wilmar”, kata Pak Nurman Nuri, seorang tokoh adat masyarakat Batin Sembilan di Desa Sungai Bahar. “Pertama, kami kehilangan tanah karena diatasnya telah dibangun perkebunan, kemudian ketika Wilmar mengambil-alih konsesi, mereka sama sekali tidak menghormati kesepakatan yang telah dibangun. Perusahaan malah mengirim aparat kepolisian bersenjata untuk mengintimidasi masyarakat dan menggusur pemukiman masyarakat Sungai Beruang sampai ke sungai. Pihak Wilmar terus menggerogoti proses mediasi konflik dengan penyuapan dan akhirnya menjual anak perusahaan dan konsesinya ketika perusahaan tidak mampu lagi menghindari tekanan untuk bernegosiasi secara adil dengan kami. Dalam pandangan kami, Wilmar masih bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan yang telah ditimpakannya kepada masyarakat”.
Ingkar Janji
Banyak masyarakat lain juga telah menderita karena Wilmar. Baru setelah sebuah konsorsium ornop menaikkan pengaduan pada 2008 kepada International Finance Corporation (IFC) bahwa kliennya, Wilmar, merampas tanah masyarakat di Sumatra dan Kalimantan tanpa persetujuan masyarakat, perusahaan ini bersedia untuk menempuh mediasi penyelesaian konflik oleh Compliance Advisory Ombudsman independen dari IFC. Sejumlah lahan telah dikembalikan dan plasma kembali dilaksanakan di dua desa di Sumatra Barat, namun masyarakat masih tetap memandang dengan kritis pada Wilmar.
”Semua itu hanya sekedar untuk pamer saja”, kata Pak Muksidin, salah seorang tokoh adat Sajingan Kecil dan ketua koperasi sawit setempat dengan getir.  “Kami memang mendapat plasma  sejalan dengan kesepakatan tentang pembayaran kembali biaya pembukaan lahan dan penanaman, tetapi kemudian perusahaan  tidak membuat tindak lanjut apa pun. Jalan tidak diperbaiki, kami tidak dapat membawa buah sawit kami ke pabrik dan ditinggalkan begitu saja dengan hutang yang tak terbayarkan.”
Bank-bank dan para investor semestinya tidak berasumsi bahwa perusahaan-perusahaan dengan komitmen yang kuat lantas bebas dari risiko-risiko sosial, lingkungan, hukum dan pasar. “Investor dan pihak pembeli harus mencermati betul apa yang terjadi di lapangan ketika mereka menilai pelaksanaan janji-janji perusahaan tentang  nihil deforestasi dan nihil eksploitasi. Komitmen-komitmen Wilmar memang sangat mengesankan di atas kertas, tetapi perusahaan perlu secara radikal memperbaiki kinerja aktualnya”, tegas Patrick Anderson, penasihat kebijakan di Forest Peoples Programme.
==Sekian==
Catatan untuk Editor
Wilmar International Ltd (F34.SI / WLIL.SI) adalah perusahaan perdagangan minyak sawit terbesar di dunia dengan nilai mencapai 17,9 miliar dollar Amerika. Melalui banyak anak perusahaannya, Wilmar, yang berpusat di Singapura, menguasai sebuah ‘bank tanah’ mencakup lebih dari 600.000 hektar, di Malaysia dan Indonesia, terutama di Sabah, Sarawak, Sumatra dan Kalimantan. Perusahaan ini juga meluaskan sayapnya sampai Afrika. 45% pangsa perdagangan minyak sawit dunia dikuasai perusahaan ini. Sekitar 30% minyak sawit mentah (CPO) yang diproses Wilmar di dalam pabrik-pabrik pengolahan raksasa miliknya berasal dari kebun-kebun miliknya sementara selebihnya didapat dari berbagai perusahaan pemasok. Wilmar memperoleh dukungan finansial yang besar dari kelompok Bank Dunia pendukung sektor swasta, yaitu International Finance Corporation. Operasi Wilmar telah banyak dikritik karena gagal mentaati hukum, mengambil tanah-tanah masyarakat tanpa persetujuan mereka, tidak taat AMDAL dalam pembersihan lahan dan melakukan pembakaran lahan secara ilegal. Ada banyak konflik lahan yang terjadi antara anak-anak perusahaan Wilmar dan komunitas-komunitas lokal, dan juga konflik menyangkut perlakukannya terhadap pada petani plasma.
Sumber:
A report, jointly released today by Friends of the Earth U.S. and Environmental Rights Action-Nigeria, exposes Wilmar’s destruction of High Conservation Value (HCV) areas, including community food-producing areas and water sources essential to local communities:
‘Exploitation and empty promises: Wilmar’s Nigerian Land grab’:
http://webiva-downton.s3.amazonaws.com/877/22/9/6057/FOE_ExploitationAndEmpty_LOWRES_rev.pdf
Summary Document for policymakers:
http://webiva-downton.s3.amazonaws.com/877/f7/4/6087/Nigeria_report_summary-lowres.pdf
Friends of the Earth Press Release (July 8th 2015): http://www.foe.org/news/news-releases/2015-07-worlds-largest-palm-oil-trader-comes-under-scrutiny
World Bank Sanctions Board Decision No. 76:
http://siteresources.worldbank.org/INTOFFEVASUS/Resources/3601037-1346795612671/SanctionsBoardDecisionNo.76%28SanctionsCaseNo.265%29.pdf
FPP Complaints and Community Actions:
http://www.forestpeoples.org/tags/wilmar-international
Berita-berita sebelumnya:
Deforestation, exploitation, hypocrisy: no end to Wilmar’s palm oil land grabs (May, 2015):
http://www.theecologist.org/News/news_analysis/2879965/deforestation_exploitation_hypocrisy_no_end_to_wilmars_palm_oil_land_grabs.html
Palm oil regulator asked to investigate illegal land grab by Wilmar group supplier in Borneo (June, 2015):
http://www.forestpeoples.org/topics/palm-oil-rspo/news/2015/06/press-release-palm-oil-regulator-asked-investigate-illegal-land-gr
Oil palm giant Wilmar lets down local communities yet again and jeopardises their futures (July, 2013):
http://www.forestpeoples.org/topics/palm-oil-rspo/news/2013/07/indonesia-oil-palm-giant-wilmar-lets-down-local-communities-yet-ag
Gambar
Images for media use are available here (information on credits here)
Kontak Media:
Tokoh masyarakat:
Zulkifli: +62 81294 025781
Pak Nurman: +62 85378706667
Ornop:
Patrick Anderson, Indonesia Policy Advisor, Forest Peoples Programme: + 62 812 1965 0850  Email: [email protected]
Emil Kleden, Pusaka, +6281311683111 [email protected]
Forest Peoples Programme works with forest peoples in South America, Africa, and Asia, to help them secure their rights, build up their own organisations and negotiate with governments and companies as to how economic development and conservation are best achieved on their lands. The vision of the organisation is that forests be owned and controlled by forest peoples in ways that ensure sustainable livelihoods, equity and well-being based on respect for their rights, knowledge, cultures and identities. For more information, please visit www.forestpeoples.org

1c Fosseway Business Centre
Stratford Road
Moreton-in-Marsh, Gloucestershire GL56 9NQ
United Kingdom

 

Selamatkan Pilkada Serentak: Selama 11 Tahun, Ada 56 Kepala Daerah yang Terjerat Kasus Korupsi di KPK

Kamis 06 Aug 2015, 07:04 WIB

Selama 11 Tahun, Ada 56 Kepala Daerah yang Terjerat Kasus Korupsi di KPK

Ikhwanul Khabibi – detikNews

Jakarta – Gelaran Pilkada serentak sebentar lagi akan dimulai. Kampanye dengan mengobral banyak janji, termasuk janji bebas korupsi pun akan segera marak di hampir seluruh penjuru negeri.

Namun, sebelum terkecoh janji para calon kepala daerah, tak ada salahnya menilik data terkait kisah para kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Salah satunya, adalah kisah para kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di KPK.
Dalam data yang didapat dari pihak KPK, Kamis (6/8/2015), hingga saat ini, setidaknya sudah ada 56 kepala daerah yang terjerat kasus hukum di KPK. Terhitung sejak KPK berdiri pada tahun 2003, kepala daerah merupakan salah satu objek bidang penindakan KPK.
56 kepala daerah yang telah terjerat KPK terdiri dari gubernur, wakil gubernur, walikota, bupati dan wakil bupati. Rata-rata dari para kepala daerah itu terjerat kasus penyalahgunaan wewenang, baik dalam pengelolaan anggaran dan aset daerah ataupun penyalahgunaan terkait perizinan. Namun ada pula kepala daerah yang terjerat kasus penyuapan.
Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan KPK, kepala daerah yang mempraktikan politik dinasti paling rawan korupsi. Hal itupun terbukti dari beberapa kasus yang telah ditangani KPK.
“Potensi korupsi dalam politik dinasti memang sangat memungkinkan berdasarkan praktik empiris, seperti kasus Gubernur Banten atau kasus Bupati Empat Lawang,” kata Plt Pimpinan KPK, Indriyanto Seno Adji beberapa waktu yang lalu.
Para kepala daerah yang memiliki kewenangan begitu besar memang lebih berpotensi terjerat kasus hukum karena penyalahgunaan wewenang. Bahkan, berdasarkan data di KPK, tak sedikit kepala daerah yang terjerat lebih dari satu kasus.
Berikut daftar kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di KPK selama 11 tahun ini:
1. Abdullah Puteh    Gubernur NAD,  TPK dalam pengadaan pesawat Helikopter Mi-2 milik Pemerintah Provinsi NAD      
2.  Suwarna Abdul Fatah Gubernur Kalimantan Timur , TPK pelaksanaan Program Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit sejuta Hektar di Kalimantan Timur yang diikuti dengan Penerbitan Ijin Pemanfaatan Kayu Tahun 1999-2002       
3.  Abubakar Ahmad,  Bupati Dompu , TPK pengeluaran atau penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya pada Dana Tak Tersangka APBD Kabupaten Dompu TA 2003-2005     
4. Sjachriel Darham,  Gubernur Kalimantan Selatan   PK penyalahgunaan atau penggunaan tidak sesuai dengan peruntukannya pada Anggaran Belanja Rutin Pos Kepala Daerah Kalimantan Selatan Tahun 2001 s.d 2004     
5.  Hendy Boedoro, Bupati Kendal TPK penyalahgunaan wewenang penggunaan Dana APBD TA 2003 Pos Dana Tak Tersangka Dana Alokasi Umum dan Dana Pinjaman Daerah Kabupaten Kendal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku     
6. Syaukani HR , Bupati Kutai KartanegaraTPK dalam pelaksanaan proyek pembangunan Bandara Samarinda Kutai Kartanegara yang terjadi di pemerintahan Daerah Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur, tahun 2003 s.d 2004       
7. Baso Amiruddin Maula , Walikota Makassar  TPK Proyek Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran Merk Tohatsu Tipe V-80-ASM di Pemerintah Kota Makassar APBD Tahun 2003 dan 2004    
8. Abdillah, Walikota Medan, TPK Proyek Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran Merk MORITA di Pemerintah Kota Medan APBD Tahun 2005 dan TPK Penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan TA 2002 sd 2006       
9. Ramli, Wakil Walikota Medan, TPK Proyek Pengadaan Mobil Pemadam Kebakaran Merk MORITA di Pemerintah Kota Medan APBD Tahun 2005     
10. Tengku Azmun Jaafar,  Bupati Pelalawan,TPK penyalahgunaan perijinan dalam penerbitan IUP HHK-HT/IPK tahun 2001 sd 2006 di wilayah Kabupaten Pelalawan kepada sejumlah perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku    
11. Agus Supriadi, Bupati Garut, TPK penyimpangan penggunaan dana APBD Garut TA 2004 s.d 2007    
12. Vonnie A Panambunan, Bupati Minahasa Utara, TPK penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 
13. Iskandar, Bupati Lombok Barat,  TPK pada ruislag tanah dan bangunan eks kantor Bupati Lombok Barat tahun 2004     
14. Dany Setyawan, Mantan Gubernur Jawa Barat, TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran , mobil ambulan, stoom walls dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003    
15. Armen Desky, Bupati Aceh Tenggara, TPK dalam pengelolaan APBD Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara TA 2004-2006     
16. Jimmy Rimba Rogi, Bupati Manado,  TPK penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Pemerintah Kota Manado TA 2006     
17. Samsuri Aspar, Wakil Bupati Kutai Kartanegara, TPK penyalahgunaan anggaran bantuan sosial Kabupaten Kutai Kartanegara tahun 2005     
18.  Ismunarso, Bupati Situbondo, TPK Penyalahgunaan APBD Kabupaten Situbondo TA 2005 – 2007    
19. Syahrial Oesman, Mantan Gubernur Sumatera Selatan, TPK perbuatan turut serta terhadap pemberian sejumlah dana kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan proses permohonan alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang Sumatera Selatan.     
20. Jules F Warikar, Bupati Kabupaten Supiori, TPK dalam kegiatan pembangunan Pasar Sentral Supiori, terminal induk kabupaten Supiori, Rumah Dinas Eselon Kabupaten Supiori, dan renovasi pasar sentral Supiori untuk kantor cabang Bank Papua dengan menggunakan dana APBD Kabupaten Supiori TA 2006-2008     
21. Hamid Rizal, Mantan Bupati Natuna, TPK penyalahgunaan APBD Kabupaten Natuna TA 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan pengeluaran kas tidak disertai bukti yang lengkap dan sah.    
22. H Daeng Rusnadi, Bupati Natuna, TPK penyalahgunaan APBD Kabupaten Natuna TA 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan pengeluaran kas tidak disertai bukti yang lengkap dan sah.
23. Arwin AS, Bupati Siak, TPK terkait penerbitan ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman tahun 2001 sampai dengan 2003 di wilayah kabupaten Siak kepada sejumlah perusahaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dan atau menerima hadiah  berkaitan dengan kekayaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya    
24. Ismeth Abdullah, Gubernur Kepulauan Riau, TPK dalam pengadaan Mobil Pemadam kebakaran Merek Morita Tahun Anggaran 2004 dan 2005 di Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam      
25. Indra Kusuma, Bupati Brebes, TPK dalam pengadaan tanah untuk pasar pada pemerintah kabupaten Brebes TA 2003    
26. Yusak Yaluwo, Bupati Boven Digoel, TPK penyalahgunaan dana APBD dan OTSUS Pemda Kabupaten Boven Digoel Prop Papua TA 2006-2007      
27. Syamsul Arifin, Gubernur Sumatera Utara, TPK dalam penyalahgunaan dan pengelolaan kas daerah Kabupaten Langkat serta penyalahgunaan penggunaan APBD Kabupaten Langkat pada tanun 2000-2007     
28. Jefferson Soleiman Montesqieu Rumajar, Walikota Tomohon, TPK dalam penggunaan APBD Pemkot Tomohon TA 2006-2008    
29. Mochtar Mohamad, Walikota Bekasi, TPK dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan APBD Pemerintah Kota Bekasi dan atau perbuatan melakukan percobaan perbantuan, atau permufakatan jahat untuk memberi atau menjanjikan sesuatu terkait dengan Adipura dan pengesahan APBD 2010.    
30. Binahati B Baeha, Bupati Nias, TPK dalam pengelolaan dana penanggulangan bencana alam Nias Tahun 2007      
31. Robert Edison Siahaan, Mantan Walikota Pematang Siantar, TPK dalam Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Sekretariat Daerah dan Dana rehabilitasi / Pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum pada APBD Kota Pematang Siantar TA 2007     
32. Fahuwusa Laila, Bupati Nias Selatan, TPK memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.    
33.  Murman Effendi, Bupati Seluma, TPK memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.    
34. Soemarmo Hadi Saputro, Walikota Semarang, TPK terkait dengan pemberian sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara bersama sama dengan Sekda Kota Semarang.    
35. Amran Batalipu, Bupati Buol, TPK berupa menerima sesuatu atau janji terkait dengan proses pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan atas nama PT Cipta Cakra Murdaya dan atau PT Hardaya Inti Plantation yang terletak di Kecamatan Bukal Kab. Buol Sulawesi Tengah    
36. Muhammad Hidayat Batubara, Bupati Mandailing Natal, Perkara TPK pemberian sesuatu oleh PN dan atau pegawai negeri dan atau pihak-pihak tertentu Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal kepada PN atau pegawai negeri dan atau pihak-pihak tertentu Pemerintah Propinsi Sumatera Utara terkait alokasi Dana Bantuan Daerah (DBD) tahun 2013    
37, Dada Rosada, Walikota Bandung, Perkara TPK berupa memberi hadiah atau janji terkait dengan penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi mengenai penyimpangan dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat dengan terdakwa Rochman (Mantan Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kota Bandung)    
38. Hambit Bintih, Bupati Gunung Mas, Perkara TPK memberi sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili berkaitan dengan Penanganan Perkara Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas Propinsi Kalimantan Tengah    
39.  Rusli Zainal, Gubernur Riau, Perkara TPK sehubungan dengan pemberian pengesahan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (BKUPHHKHT) pada areal hutan alam dalam kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak tahun 2004.    
40. Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten,  Perkara TPK memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili berkaitan dengan penanganan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lebak, Propinsi Banten Tahun 2013 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia    
41. Ikmal Jaya, Walikota Tegal, perkara TPK sehubungan dengan pelaksanaan tukar guling tanah antara Pemerintah Kota Tegal dengan pihak swasta tahun 2012.    
42. Ilham Arief Sirajuddin, Walikota Makassar, ,perkara TPK sehubungan dengan pekerjaan kerjasama rehabilitasi, kelola dan transfer untuk instalasi pengolahan air antara PDAM kota Makassar dengan pihak swasta periode tahun 2006 – 2011.    
43. Rachmat Yasin, Bupati Bogor, perkara TPK sehubungan dengan menerima hadiah atau janji terkait pemberian rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di kabupaten bogor atas nama PT. Bukit Jonggol Asri.    
44. Romi Herton, Walikota Palembang, perkara TPK sehubungan dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah Kota Palembang di Mahkamah Konstitusi tahun 2013 dan dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar terkait persidangan atas nama terdakwa M. Akil Mochtar di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta.    
45. Yesaya Sombuk, Bupati Biak Numfor, perkara TPK sehubungan dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Pengurusan APBN-P TA 2014 pada Kementerian PDT untuk proyek pembangunan TALUD di Kabupaten Biak Numfor Provinsi Papua.    
46. Ade Swara, Bupati Karawang, dugaan TPK sehubungan dengan pegawai negeri/penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu terkait pengurusan izin Surat Persetujuan  Pemanfaatan Ruang (SPPR) atas nama PT. Tatar Kertabumi di Kabupaten Karawang.    
47. Raja Bonaran Situmeang, Bupati Tapanuli Tengah,  TPK sehubungan dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada M. Akil Mochtar selaku Hakim Mahkamah Konstitusi dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011 yang diserahkan kepadanya untuk diadili.  
  
48. Amir Hamzah, Wakil Bupati Lebak, dugaan TPK sehubungan dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili berkaitan dengan penanganan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Tahun 2013 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia atau memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
49. Zaini Arony, Bupati Lombok Barat, dugaan TPK sehubungan dengan proses permohonan izin pengembangan kawasan Wisata di Lombok Barat Tahun 2010 s.d. 2012.
50. Fuad Amin, Bupati Bangkalan, dugaan TPK sehubungan dengan menerima hadiah atau janji terkait dengan jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur Bangkalan Madura, Jawa Timur dan perbuatan penerimaan lainnya.
51. Barnabas Suebu, Gubernur Papua,  dugaan TPK sehubungan dengan Kegiatan Detail Engineering Design (DED) PLTA sungai Memberamo dan Sungai Urumuka tahun 2009 dan 2010 di Propinsi Papua.
52. Annas Maamun, Gubernur Riau, dugaan TPK sehubungan dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dngan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pengajuan Revisi Alih Fungsi Hutan di Provinsi Riau Tahun 2014 kepada Kementerian Kehutanan.
53. Marthen Dira Tome, Bupati Abu Raijua, dugaan TPK dalam kegiatan penyalahgunaan kewenangan dalam menggunakan Dana Pendidikan Luar Sekolah pada Sub Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun Anggaran 2007
54. Budi Antoni Aljufri, Bupati Empat Lawang, TPK memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah kabupaten empat lawang di Mahkamah Konstitusi tahun 2013
55. Rusli Sibua, Bupati Pulau Morotai, TPK memberi atau menjanjiakn sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Pulau Morotai di Mahkamah Konstitusi tahun 2011
56. Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Utara, TPK bersama-sama memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang kepada majelis hakim dan panitera PTUN Medan, Sumatera Utara dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili terkait permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Utara sesuai UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), dan penahanan pencairan dana bagi hasil (DBH) yang dilakukan Gubernur Sumatera Utara di PTUN.
(kha/fdn)

Link:

http://news.detik.com/berita/2984630/selama-11-tahun-ada-56-kepala-daerah-yang-terjerat-kasus-korupsi-di-kpk

ResponsiBank Dorong RUU Perbankan Peka Sosial dan Lingkungan

MongabayPembahasan RUU Perbankan sedang berjalan di DPR. Untuk itu, koalisi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam ResponsiBank meminta DPR memasukkan pasal-pasal yang memungkinkan perbankan andil dalam menjaga lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. Menurut mereka, perbankan memiliki peran besar dalam menentukan kelestarian lingkungan.
Aktivis Transformasi untuk Keadilan (TuK), Edi Sutrisno di Jakarta, akhir Juni 2015, mengatakan, bank bukan menara gading yang semata-mata mengejar profit. Bank juga bagian tak terpisahkan dari masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial. “Investasi mereka perlu memperhatikan hak-hak masyarakat yang terkena dampak investasi,” katanya. Koalisi ini terdiri dari Perkumpulan Prakarsa, ICW, Walhi, TuK, Publish What You Pay, Inifid, dan YLKI.
Dia mencontohkan, banya kerusakan lingkungan dan konflik sosial dalam perkebunan sawit yang secara tak langsung didukung sektor perbankan. “Ada1.600 perusahaan perkebunan sawit di Indonesia. Ada 25 taipan menguasai 479 perusahaan besar. Sawit tidak hanya bekerja sendiri juga ada dorongan dari perbankan dalam bentuk pinjaman.”
Dia memaparkan, relasi hubungan sosial dengan perkebunan sawit, seperti perampasan tanah terjadi dimana-mana. “Kriminalisasi terus terjadi. Persoalan buruh baik laki-laki, perempuan juga anak. Ini masalah besar.”
Belum lagi, soal kesehatan, penggunaan pestisida, perizinan yang mengurangi ruang gerak masyarakat lokal dan adat, akses mengelola SDA warga terbatas.
“Lalu soal petani plasma. Pemerintah menganggap plasma baik-baik saja. Kalau kita lihat, apa benar ada petani plasma? Tidak pernah lebih 5%. Belum soal akses pupuk, menentukan harga dan lain-lain,” katanya.
Seharusnya, katanya, sektor perbankan bisa memperhatikan hal-hal ini sebelum menentukan perusahaan yang menjadi rekanan dalam mendapat bantuan permodalan. “Ini seharusnya bisa diatur RUU Perbankan.”
Kurniawan Sabar, dari Walhi Nasional mengatakan, kebijakan bank perlu lebih tegas dalam meminta calon kreditur sebelum memberikan kredit.
“Seringkali pelanggaran aspek legalitas itulah yang menjadi masalah di lapangan. Hingga ujung-ujung perusakan lingkungan dan pelanggaran hak masyarakat.”
Saat ini, bencana ekologis terus meningkat dari tahun ke tahun, banjir, longsor, sampai rob. “Desa-desa yang sebelumnya tidak pernah bencana kini mengalami.”
Konflik SDA dan agraria juga makin meningkat. Data Konsorsium Pembaruan Agraria menyebut, tahun 2014 terjadi 472 konflik dengan luas 2,8 juta hektar dan 1.587 keluarga. Jumlah ini naik 27,9%. Setiap sektor menyumbang konflik baik kehutanan, perkebunan maupun pertambangan.
“Konflik sepanjang November sampai Juni 2015, Walhi menangani 173 orang ditangkap, tujuh orang dianiaya dan dua meninggal.”
Wawan mengatakan, perbankan tak cukup hanya melihat soal Amdal karena itu hanya aspek paling kecil. Terlebih, banyak Amdal copy paste.
Akbar Ali, Peneliti Sustainable Development Perkumpulan Perkasa, mengatakan, setelah Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peta jalan keuangan berkelanjutan, industri perbankan di Indonesia tak bisa mundur lagi dari kecenderungan global menekankan aspek keberlanjutan dalam bisnis.
Dia mengatakan, ada empat pilar yang didorong Koalisi ResponsiBank dalam pembahasan RUU Perbankan ini. Pertama, tanggungjawab lingkungan hidup dan sosial, terutama berkaitan pembangunan keberlanjutan. Kedua, perlindungan konsumen terkait mekanisme pengaduan nasabah dan penyediaan informasi transparan. Ketiga, inklusi keuangan terkait peran bank dalam membiayai sektor riil dan UMKM. Keempat, transparansi tata kelola terkait pelaporan dan pengawasan bank untuk mencegah transaksi keuangan ilegal.
Pada 11 Juni, Koalisi ResponsiBank rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR-RI menyampaikan masukan-masukan terhadap RUU Perbankan. RUU itu inisiatif DPR. DPR, katanya, akan focus group discussion membahas masukan-masukan itu.
Sumber: Mongabay, 2 Juli 2015