Pos

[Tempo.co] 10 Kegagalan Ekonomi SBY Versi Indef

KAMIS, 27 NOVEMBER 2014 | 12:54 WIB.

TEMPO.COJakarta – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika membeberkan 10 kegagalan ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun. (Baca juga:BBM Naik, Chatib: Alhamdulillah, Benar Sekali)
“Memang ada beberapa indikator perbaikan makro ekonomi dan sosial, namun sayang banyak indikator ekonomi utama justru memburuk,” ujarnya dalam sambutan seminar Prospek Ekonomi Indonesia 2015: Tantangan Kabinet Kerja Memenuhi Ekspektasi di Ballroom Candi Singosari, Grand Sahid Jaya, Kamis, 27 November 2014. 
Dalam kajian proyeksi ekonomi tahun depan, Indef melakukan evaluasi kinerja perekonomian 10 tahun, ditemukan 10 indikator kegagalan perekonomian SBY. Pertama, ketimpangan melebar dengan meningkatnya Rasio Gini sebesar 0,5 persen. “Jika pada 2004 sebesar 0,32 persen; tahun 2013 menjadi 0,41 persen,” ujarnya. (Lihat pula: JK: Kenaikan BBM Solusi Perbaikan Ekonomi )
Kedua, penurunan kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), jika tahun 2004 sumbangan industri terhadap PDB nasional berada di angka 28 persen, namun 2013 konstribusi yang disumbang industri hanya sebesar 23,5 persen.
Ketiga, terjadi defisit neraca perdagangan dari surplus pada 2004 sebesar US$ 25,06 miliar menjadi defisit US$ 4,06 miliar pada 2013. Keempat, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi penciptaan lapangan kerja. Sehingga, elastisitas 1 persen pertumbuhan dalam membuka lapangan kerja turun dari 436 ribu menjadi 164 ribu atau turun 272 ribu.
Kelima, efisiensi ekonomi semakin memburuk, hal ini dibuktikan dengan naiknya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dari 4,17 menjadi 4,5. Beberapa hal yang menghambat efisiensi yakni lambannya birokrasi, merajalelanya korupsi, dan keterbatasan infrastruktur. (Baca:Chatib Basri Bocorkan Cerita BBM Naik Era SBY)
Keenam, menurunnya tax ratio dari 12,2 persen menjadi 10,8 persen pada 2013. Ketujuh, kesejahteraan petani menurun 0,92 persen; Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). “Jika 2004 NTP sebesar 102, namun 2013 hanya 101,96,” ujarnya.
Kedelapan, utang pemerintah mencemaskan. Terdapat penurunan rasio utang terhadap PDB, namun utang per kapita naik US$ 531,29 per penduduk pada 2005 menjadi US$ 1.002,69 per penduduk. Pembayaran bunga utang menyedot rata-rata 13,6 persen anggaran pusat, dengan realisasi pembayaran rata-rata 92,7 persen per tahun sepanjang 2005-2013.
Kesembilan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) naik namun disertai defisit keseimbangan primer. “Tahun 2004 keseimbangan primer surplus 1,83 persen dari PDB; tahun 2013 malah defisit 1,19 persen,” paparnya.
Kesepuluh, postur APBN semakin tidak proporsional, boros dan semakin didominasi pengeluaran rutin dan birokrasi. Perinciannya belanja birokrasi naik dari 16,23 persen menjadi 22,17 persen pada 2013, kemudian subsidi energi naik dari 16,2 persen menjadi 20,89 persen, serta belanja modal hanya naik tipis dari 6,4 persen menjadi 8,06 persen.
JAYADI SUPRIADIN

[SELASAR POLITIK] 38 Koruptor Mendapat Pembebasan Bersyarat Selama Pemerintahan SBY

Jumat, 12 September 2014 | 05:00 WIB
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sedikitnya terdapat 38 terpidana korupsi mendapatkan pembebasan bersyarat selama 10 tahun masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka terdiri dari 31 terpidana kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 7 terpidana Kejaksaan Agung.
“Berdasarkan data penelusuran ICW, selama era SBY (2004-2014) sedikitnya terdapat 38 terpidana korupsi yang telah menikmati pembebasan bersyarat,” demikian kutipan siaran pers ICW pada Ahad (7/9/2014) lalu.
Namun, jumlah riil penerima pembebasan bersyarat diperkirakan lebih besar dari yang berhasil dipantau oleh ICW.
Menurut ICW, pembebasan bersyarat yang paling kontroversial adalah yang diberikan kepada terpidana suap Bupati Buol, Hartati Murdaya. Pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati dinilai tidak memenuhi syarat dan prosedur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.
“Hal ini juga menunjukkan bahwa Menteri Hukum dan HAM tidak paham hukum atau bahkan dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho seperti dikutip kompas.com.
Menurut ICW, selama ini Hartati Murdaya tidak pernah mendapatkan status justice collaborator, atau mendapat rekomendasi dari KPK. Karena itu, pembebasan bersyarat Hartati harus batal demi hukum.
Berikut ini adalah daftar lengkap koruptor penerima pembebasan bersyarat di masa pemerintahan Presiden SBY yang dirangkum oleh metrotvnews.com:
 
Mantan duta besar:
1. Rusdiharjo, Mantan Duta Besar RI untuk Malaysia terkait kasus Pungli di Kedubes RI di Malaysia.
 
Mantan menteri dan sekretaris menteri:
2. Rokhmin Dahuri, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, terkait kasus Dana non Budgeter Kelautan dan Perikanan.
3. Hari Sabarno, Mantan Menteri Dalam Negeri, terkait kasus pengadaan alat pemadam kebakaran.
4. Wafid Muharam, Mantan Sekretaris Kemenpora, terkait kasus suap Wisma Atlet.
 
Mantan gubernur dan Deputi Bank Indonesia:
5. Burhanudin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia, terkait kasus aliran dana Bank Indonesia.
6. Aulia Pohan, mantan Deputi Bank Indonesia, Besan Presiden SBY, terkait kasus aliran dana Bank Indonesia.
7. Maman H Somantri, jabatan dan kasus yang sama.
8. Bun Bunan Hutapea
9. Aslim Tadjuddin
 
Mantan gubernur:
10. Suwarna Abdul Fatah, Gubernur Kalimantan Timur, terkait kasus program lahan sawit 1 juta hektare di Kalimantan Timur.
11. Saleh Djasit, mantan Gubernur Riau, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran.
12. Abdullah Puteh, mantan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, terkait kasus pembelian helikopter Rusia.
13. Ismeth Abdullah, mantan Gubernur Kepulauan Riau, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran.
14. Danny Setiawan, mantan Gubernur Jawa Barat, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran.
 
Direktur BUMN dan swasta:
15. Eddie Widiono, Direktur PLN, terkait kasus proyek Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi PLN Disjaya, Tangerang, Banten.
16. Sukotjo S Bambang, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia, terkait kasus Simulator SIM.
17. Mindo Rosalina Manulang, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, terkait kasus Wisma Atlet.
18. Hartati Murdaya, Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya, terkait kasus Suap Bupati Buol, Sulawesi Tengah.
 
Mantan anggota DPR RI dan DPRD:
19. Yusuf Erwin Faishal, DPR RI, terkait kasus suap alih fungsi hutan Tanjung Api Api, Sumatra Selatan.
20. Abdul Hadi Djamal, DPR RI, terkait kasus suap dermaga Indonesia Timur.
21. Udju Djuhaeri, DPR RI, terkait kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.
22. Dudhie Makmun Murod, mantan Bendahara Fraksi PDIP, kasus pemilihan Deputi Bank Indonesia.
23. Panda Nababan, DPR non aktif,  kasus pemilihan Deputi Bank Indonesia.
24. Sunardi Ibrahim, mantan anggota DPRD Indragiri Hulu (Inhu), terkait kasus APBD Inhu 2005-2008.
25. Hamka Yandhu, Politisi Golkar, terkait kasus pemilihan Deputi Bank Indonesia.
26. Endin Akhmad Jalaludin Soefihara, DPR Fraksi PPP, terkait kasus pemilihan Deputi Bank Indonesia.
 
Mantan wali kota dan bupati:
27. Vonnie Panambunan, mantan Bupati Minahasa Utara, terkait kasus penunjukan langsung Bandara Kukar Samarinda.
28. Abdillah, mantan Wali Kota Medan, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran.
29. Baso Amiruddin Maula, Wali Kota Makassar, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran.
30. Sunaryo HW, mantan Wakil Wali Kota Cirebon, kasus APBD Cirebon 2004.
31. Djatmiko Royo Saputro, mantan Wali Kota Madiun, terkait kasus dana operasional DPRD Kota Madiun.
 
Lain-lain:
32. Artalyta Suryani, pengusaha, terkait kasus suap kepada Jaksa Urip Tri Gunawan.
33. Syarifudin, Hakim Niaga Pengadilan Jakarta Pusat (nonaktif), terkait kasus suap penanganan kepailitan PT Sycamping Indonesia.
34. Oentarto Sindung Mawardi, Mantan Dirjen Otonomi Daerah Depdagri, terkait kasus pengadaan mobil pemadaman kebakaran 2003-2004.
35. Sjahril Djohan, mantan penasehat ahli fungsional Direktorat IV Narkoba, terkait kasus suap PT Salma Arwana Lestari.
36. Sukro Nur Harjono, Kepala Desa Selopamioro Imogiri (nonaktif), terkait kasus dana rekonstruksi gempa.
37. Tri Waldiyana, Kepala Desa Dukuh Mancingan, Parangtritis, Kretek, Bantul, terkait kasus dana rekonstruksi gempa.
38. Mulyono, mantan Kepala Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tasikagung, Jawa Tengah, terkait kasus dana retribusi TPI 2007-2009.
 
Bagaimana menurut Anda? Dengan data ini, apakah menurut Anda SBY berhasil mengurangi korupsi karena bisa jadi jika presidennya bukan SBY, akan terjadi lebih banyak pengurangan hukuman. Atau sebaliknya, menurut Anda, SBY terlalu banyak memberikan keringanan bagi koruptor?
(RS)
Tautan/link:
https://www.selasar.com/politik/38-koruptor-mendapat-pembebasan-bersyarat-selama-pemerintahan-sby