19 Juni 2025 7 menit

Delapan Organisasi Sipil Ajukan Amicus Curiae, Desak Pengadilan Tegakkan Akuntabilitas Bank Mandiri atas Pembiayaan Merusak

SIARAN PERS

Jakarta, 18 Juni 2025 — Delapan organisasi masyarakat sipil, baik nasional maupun internasional, telah mengajukan dokumen amicus curiae atau sahabat peradilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai bentuk dukungan terhadap gugatan yang diajukan oleh Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA) terhadap Bank Mandiri. Organisasi tersebut adalah BankTrack, Milieudefensie, RimbaWatch, Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Trend Asia, Eksekutif Nasional WALHI dan Eksekutif Daerah WALHI Riau. Mereka menyerukan pentingnya akuntabilitas lembaga keuangan terhadap pembiayaan proyek yang berdampak buruk bagi lingkungan hidup, masyarakat adat, dan tata kelola demokratis.

Gugatan yang dikenal sebagai ‘Desak Mandiri’ ini telah memasuki tahap pembuktian dan akan segera berlanjut ke sidang kesimpulan. TuK INDONESIA menggugat Bank Mandiri atas pembiayaan kepada PT Agro Nusa Abadi (ANA), anak perusahaan Astra Agro Lestari (AALII), yang diduga telah beroperasi di Sulawesi Tengah secara ilegal dan melanggar prinsip-prinsip keberlanjutan, termasuk aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).

Direktur TuK INDONESIA, Linda Rosalina, menyatakan bahwa dukungan ini menegaskan gugatan terhadap lembaga keuangan bukan semata isu domestik, tetapi juga mendapat perhatian luas dari komunitas global. “Keterlibatan berbagai organisasi dengan latar belakang lingkungan, HAM, keuangan berkelanjutan, dan reforma agraria menunjukkan bahwa dunia sedang menyoroti tanggung jawab bank dalam rantai kerusakan lingkungan dan konflik agraria,” ujar Linda.

Ia menambahkan, “Bank memiliki peran sentral dalam menentukan arah pembangunan. Namun, mereka sering luput dari sorotan ketika proyek-proyek yang mereka biayai menimbulkan dampak yang merugikan. Kami mengajukan gugatan ini untuk menantang paradigma tersebut, bahwa pembiayaan bukan hanya tentang bisnis, tetapi juga tentang keadilan dan keberlanjutan.”

 

Ketika Uang Publik Menciptakan Konflik Sosial

Selama tujuh tahun terakhir (2017-2024), KPA mencatat sedikitnya terjadi 413 letusan konflik agraria yang disebabkan operasi perkebunan sawit dengan luas mencapai satu juta hektar di 533 desa. Benni Wijaya, Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA menegaskan “Situasi ini adalah cerminan dari watak industri perkebunan kita yang masih menggunakan cara-cara klasik, yakni ekspansif dan sarat akan praktek-praktek perampasan tanah. Temuan kami pola-pola tersebut juga sering digunakan oleh AALI bersama anak-anak perusahaan mereka. Sejak 2017 hingga 2024, operasi AALI bersama delapan anak perusahaannya telah menyebabkan 17 letusan konflik agraria dengan luas 37.620 hektar di berbagai wilayah”, ungkap Benni.

Menurut Benni, pembiayaan Bank Mandiri kepada PT ANA adalah tindakan gegabah dan tidak menggunakan prinsip kehati-hatian sesuai dengan UU Perbankan. Pasalnya PT ANA beroperasi secara ilegal karena tidak dapat membuktikan sertifikat HGU. “Artinya Bank Mandiri merupakan bagian dari aktor-aktor yang menyebabkan dan melestarikan konflik agraria di Indonesia. Sudah sepatutnya pembiayaan-pembiayaan kotor semacam ini dihentikan sebab telah berkontribusi besar terhadap tingginya konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Ini sangat bertentangan dengan konstitusi dan UUPA 1960 yang memandatkan negara untuk menjalankan reforma agraria. Sebab itu kami mendukung penuh gugatan TuK INDONESIA karena selaras dengan upaya penyelesaian konflik agraria.”

Jejak kotor AALI juga terlihat di Riau. Berdasarkan investigasi Eyes on the Forest (EoF), WALHI Riau mencatat bahwa anak usaha AALI, PT Sari Lembah Subur (PT SLS), terdindikasi beroperasi tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan HGU. Selain itu, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah menyita lahan milik PT SLS seluas 250 ha karena HGU yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Sedangkan temuan lainnya menunjukkan bahwa AALI yang berlokasi di Kabupaten Rokan Hulu diduga melakukan pelanggaran mengembangkan kebun sawit sebanyak 331 batang di kawasan hutan lebih dulu sebelum keluar SK 878/Menhut-II/2014, 29 September 2014.

Boy Jerry Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau menyebutkan, “Dari temuan tersebut jelas terjadi kerusakan lingkungan hidup dan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat dan tempatan terkait penguasaan lahan, belajar dari kasus di Riau kejadian ini bisa menjadi pertimbangan majelis hakim untuk memberikan putusan berpihak pada lingkungan dan memberikan dasar hukum bagi badan usaha melakukan antisipasi kerusakan lingkungan hidup,” Ujar Even Sembiring.

Hal senada juga diungkap oleh WALHI Nasional. Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional menyampaikan “AALI adalah satu perusahaan di Indonesia yang berkontribusi besar pada kerusakan lingkungan, deforestasi, konflik agraria dan pelanggaran HAM. Selama bertahun-tahun kami berjuang bersama rakyat di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat menuntut AALI mengembalikan tanah masyarakat yang mereka rampas, dan menuntut AALI memulihkan lingkungan yang rusak akibat operasinya.” 

Uli menambahkan bahwa Spesial Reporter PBB juga telah menyatakan bahwa operasi AALI di Sulawesi berpotensi besar melanggar HAM. Sepuluh consumer brands internasional juga telah menyatakan berhenti membeli dari AALI. Meski begitu hingga kini AALI tidak menunjukkan upaya untuk memenuhi tuntutan rakyat dan WALHI. “Kini, saat nya hakim melalui putusannya terhadap gugatan TuK INDONESIA pada bank Mandiri dapat memberikan keadilan, dengan mengabulkan tuntutan TuK INDONESIA. Bank Mandiri harus bertanggung jawab pada publik dengan berhenti memberi pinjaman ke perusahaan jahat seperti AALI,” tegas Uli.

Difa Shafira, Kepala Divisi Kehutanan dan Keanekaragaman Hayati ICEL menyoroti pentingnya perkara ini sebagai gugatan pertama di Indonesia yang meminta pertanggungjawaban Bank atas pendanaannya terhadap kegiatan usaha yang tidak memiliki legalitas yang lengkap sehingga menimbulkan dampak negatif yang masif, baik ekologis maupun sosial. Difa menyatakan, “Perkara bersejarah ini menjadi kesempatan besar bagi Majelis Hakim untuk menegaskan pertanggungjawaban lembaga keuangan terkait pendanaannya terhadap kegiatan usaha ilegal dan destruktif terhadap lingkungan. Perkara ini bukan sekedar perkara antara TuK INDONESIA melawan Mandiri, tetapi perkara ini menandakan titik awal kita dalam melawan seluruh bentuk pendanaan dan dukungan oleh lembaga keuangan terhadap banyaknya kegiatan yang merusak.” 

Difa juga berharap Majelis Hakim dapat memutus dengan bijaksana mengingat perkara ini menjadi preseden utama ke depan yang dapat berperan besar dalam menuntut kepatuhan Bank dan keberpihakan Bank terhadap lingkungan.

 

Suara Global: Gugatan Ini Bisa Jadi Preseden Internasional

Dukungan dari organisasi luar negeri menguatkan posisi TuK INDONESIA dalam menggugat bank. Ola Janus, Pemimpin Kampanye Bank dan Alam di BankTrack mengkritik keras lembaga keuangan yang masih mengabaikan Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM lebih dari satu dekade setelah disepakati secara global. “Gugatan ini menyentuh inti pertanggungjawaban korporasi. Kerangka kerja internasional seperti Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia sangat jelas: bank memiliki tanggung jawab untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan pembiayaan mereka, bahkan di luar hubungan tingkat pertama. Tiga belas tahun setelah adopsi bulat Prinsip-Prinsip PBB, tidak dapat dibenarkan bahwa banyak lembaga keuangan masih menganggap tanggung jawab hak asasi manusia mereka sebagai hal yang opsional. Di sektor yang begitu erat terkait dengan risiko hak asasi manusia seperti minyak sawit di Indonesia, tanggung jawab sosial dan lingkungan bukanlah hal yang opsional—itu adalah minimum mutlak,” tegas Ola.

RimbaWatch, organisasi think tank dari Malaysia menyatakan bahwa gugatan ini adalah langkah strategis dalam perjuangan mewujudkan keadilan iklim dan akuntabilitas korporasi di kawasan Global South. Kuberan Hansrajh Kumaresan dan Claudia Nyon Syn Yue dari RimbaWatch menyampaikan, “kami meyakini bahwa gugatan ini akan menjadi preseden penting bagi akuntabilitas hukum lembaga keuangan dalam skala global. Terkait pertanyaan apakah TuK INDONESIA memiliki legal standing yang kuat untuk melakukan tuntutan, krusial bagi organisasi seperti TuK INDONESIA mendapatkan pemberdayaan untuk melawan tindakan lembaga keuangan yang melawan hukum. Hukum lingkungan bekerja atas prinsip bahwa lingkungan adalah kepentingan mutlak khalayak ramai. Maka dari itu organisasi lingkungan seperti TuK INDONESIA harus memiliki legal standing yang kuat di depan mata hukum karena memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi pelanggaran hukum yang terjadi.”

Sementara itu, Danielle van Oijen dari Milieudefensie menekankan bahwa Bank memiliki kewajiban sosial untuk melindungi hak asasi manusia dan mencegah dampak negatif terhadap iklim dan alam. “Perjanjian Paris dan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global menekankan bahwa aliran kredit harus selaras dengan pembangunan yang tahan iklim dan memprioritaskan harmoni dengan lingkungan. Kami mendukung TuK INDONESIA dalam gugatan bersejarah mereka yang menambah gerakan litigasi strategis global untuk mempertanggungjawabkan lembaga keuangan. Kita perlu terus menetapkan preseden penting untuk  mengubah sistem keuangan kita secara fundamental,” ujar Danielle.

Gugatan ini akan segera memasuki tahap akhir di PN Jakarta Selatan. TuK INDONESIA dan delapan organisasi yang mendukung gugatan ini berharap bahwa hakim tidak sekadar melihat kasus ini sebagai gugatan perdata biasa, tetapi sebagai momentum yang bisa menetapkan standar baru bahwa lembaga keuangan juga tunduk pada prinsip keadilan ekologis dan hak asasi manusia.

Dokumen amicus tersedia pada laman berikut: 

https://www.tuk.or.id/2025/06/organisasi-masyarakat-sipil-internasional-turut-mengajukan-amicus-curiae-terhadap-bank-mandiri/ 

Dokumentasi Konferensi Pers dapat diakses melalui:

https://drive.google.com/drive/folders/1LdAWqAZ54UpEcbo27W940CL8EIMaz-7i  

Tonton siaran lengkapnya melalui:

https://www.youtube.com/watch?v=K0cs8q9YccY

This post is also available in: English


Hambali Hamdan

IT & Knowledge Manager

Scroll to Top