19 September 2025 5 menit
Eksaminasi Putusan #DesakMandiri: Akademisi & Mahasiswa Soroti Lemahnya Akuntabilitas Bank dalam Putusan PN Jakarta Selatan
Depok, 19 September 2025 – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1186/PDT.G/2024/PN.Jkt.Sel yang menyatakan gugatan publik TuK INDONESIA terhadap Bank Mandiri niet ontvankelijke verklaard (NO) kembali dipertanyakan melalui forum akademik. Dalam acara Eksaminasi Putusan #DesakMandiri, yang digelar TuK INDONESIA bersama BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), para akademisi dan mahasiswa memberikan analisis kritis terhadap pertimbangan majelis hakim, terutama alasan “kurang pihak” yang digunakan untuk menolak gugatan (16/09).
Linda Rosalina, Direktur TuK INDONESIA, menegaskan bahwa alasan “kurang pihak” dalam putusan tersebut justru menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap hak masyarakat dan lingkungan. “Alasan kurang pihak yang dipakai hakim melemahkan semangat pencari keadilan. Padahal, yang seharusnya diuji adalah tanggung jawab Bank Mandiri dalam pembiayaannya kepada PT Agro Nusa Abadi, anak usaha Astra Agro Lestari yang beroperasi tanpa HGU dan memicu konflik dengan masyarakat di Sulawesi Tengah,” ujarnya. Linda juga mengingatkan, sektor perbankan tidak bisa lepas tangan dari dampak krisis sosial dan lingkungan yang ditimbulkan pembiayaan mereka. “Kredit yang mengalir ke sektor ekstraktif sangat besar, Rp 1.032 triliun di AFOLU dan Rp 548 triliun di pertambangan. Peran Bank Mandiri ada di sana, dan itu harus dipertanggungjawabkan. Putusan seperti ini justru memberi sinyal bahwa bank bisa bebas dari tanggung jawab, dan itu bahaya,” tegasnya.
Eksaminasi ini menghadirkan lima hakim eksaminator dari berbagai universitas dan latar belakang, yaitu Majda El Muhtaj (Universitas Negeri Medan), Dr. Ghansam Anand (Fakultas Hukum Universitas Airlangga), Muhamad Faiz Aziz (praktisi sekaligus akademisi), Umar Mubdi (Universitas Gadjah Mada), dan Eko Riyadi (Universitas Islam Indonesia). Ghansam Anand, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1186/PDT.G/2024/PN.JKT.SEL masih menyisakan catatan penting. “Kami tentu menghargai putusan tersebut, tapi secara akademik perlu diingat bahwa eksaminasi putusan adalah ruang untuk memberi kajian kritis, bukan untuk merendahkan kewibawaan peradilan,” jelas Ghansam. Menurutnya, pertimbangan majelis hakim soal eksepsi kurang pihak belum memenuhi standar pertimbangan yang lengkap sebagaimana diatur Pasal 178 HIR maupun yurisprudensi Mahkamah Agung. “Hakim memang menyebut perlunya menarik beberapa pihak seperti Eco Nusantara, ATR/BPN, KLHK, dan OJK, tapi tidak menguraikan secara jelas hubungan hukum yang mewajibkan mereka ikut serta,” tambahnya. “Dengan demikian, secara akademik, putusan yang mendasarkan pada eksepsi kurang pihak ini tidak memiliki pertimbangan yang cukup dan lengkap (insufficient judgement) atau tidak sempurna pertimbangan hukumnya (onvoeldoende gemotiveerd). Oleh karenanya, secara akademik, putusan demikian berpeluang untuk dibatalkan pada tingkat peradilan tingkat banding,” pungkasnya.
Senada dengan Ghansam, Umar Mubdi menyatakan bahwa Hakim seyogianya bisa memilah mana pihak-pihak yang mutlak harus diperlukan (indispensable party) dan mana pihak-pihak yang berkaitan (relevant authority). “Apabila dia pihak-pihak yang indispensable party maka dia turut dijadikan pihak dalam perkara. Tapi kalau dia adalah relevant authority maka dia cukup dijadikan alat bukti, baik itu saksi, dokumen, ataupun ahli. Kalau memang tidak memiliki hubungan yang mutlak ada, maka seyogyanya tidak ditarik sebagai Para Pihak. Sehingga pertimbangan untuk menarik Eco Nusantara dan lain-lain maka kurang valid,” ujarnya.
Sementara itu, Faiz Aziz menyoroti eksaminasi ini sebagai ruang dalam memberikan perspektif kritis terhadap pertimbangan hukum hakim, sekaligus membuka ruang diskusi yang sehat di kalangan akademisi dan praktisi. “Melalui eksaminasi ini, penting untuk melihat bagaimana konsistensi penerapan prinsip hukum, khususnya dalam perkara perdata dengan harapan dapat memperkaya pemahaman proses perkara perdata sekaligus memberikan masukan konstruktif bagi lembaga peradilan.”
Eko Riyadi menekankan bahwa para tergugat memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia dan pengadilan memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan hak-hak konstitusional terlindungi. “Indonesia sudah meratifikasi hampir seluruh instrumen hak asasi manusia. Salah satu konsekuensinya adalah kewajiban untuk tunduk pada prestasi yang ada melalui mekanisme domestik di dalam negeri.” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Majda El Muhtaj menegaskan posisi strategis bank yang seharusnya tidak netral. Menurutnya, bank memiliki kuasa dan otoritas untuk memastikan mekanisme pembiayaan yang sehat dan mampu menyehatkan keseimbangan tatanan kehidupan masyarakat. “PT Bank Mandiri berada dalam jerat complicity atas pembiayaan perusahaan bisnis yang dalam operasinya berdampak serius terhadap hak asasi manusia lingkungan hidup serta berdampak pada ketahanan masyarakat rentan. Oleh karena itu, gugatan hukum dan upaya hukum terhadapnya harus terus dilakukan untuk mengawal komitmen nasional inkorporasi UNGPs dalam aktivitas bisnis, termasuk pada sektor dan industri keuangan,” Ujar Majda.
Sebagai mitra penyelenggara, BEM FH UI menekankan pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam isu akuntabilitas bank. Sebab, pendanaan terhadap sejumlah perusahaan yang terbukti merusak lingkungan merupakan bentuk ketidaksesuaian dengan tanggung jawab negara untuk menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Dengan demikian, setiap bank mesti cermat dan berhati-hati tatkala hendak mengalokasikan dana dengan memastikan rekam jejak perusahaan. Jangan sampai uang-uang yang disediakan oleh bank justru berakibat pada rusaknya ekosistem lingkungan yang tidak akan pernah bisa diperbaiki dengan uang, berapapun jumlahnya.
Diskusi yang dimoderatori jurnalis Della Syahni dari Mongabay Indonesia ini juga membuka ruang tanya jawab publik. Peserta diajak melihat bagaimana putusan pengadilan bukan hanya soal teknis hukum, melainkan juga keberpihakan terhadap keadilan lingkungan dan perlindungan masyarakat terdampak.
Narahubung:
Annisa 08788 444 6640
Saksikan tayangan
STREAMING EKSAMINASI PUTUSAN_16 September 2025
STREAMING EKSAMINASI PUTUSAN #2_16 September 2025
This post is also available in: English