20 November 2025 3 menit
TuK INDONESIA dan IPB University Luncurkan Exclusion List Sektor Perkebunan Sawit untuk Perkuat Ekosistem Keuangan Berkelanjutan
Jakarta, 19 November 2025 — Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA) bersama Pusat Studi Agraria–Lembaga Riset Internasional Pembangunan Sosial, Ekonomi, dan Kawasan IPB University (LRI IPB University) resmi meluncurkan penilaian dan penyusunan Daftar Pengecualian (Exclusion List) Sektor Perkebunan Sawit, sebuah instrumen yang dirancang untuk membantu lembaga keuangan mengidentifikasi dan menghindari pembiayaan berisiko tinggi di sektor sawit (18/11).
Di tengah meningkatnya praktik greenwashing dan minimnya keterbukaan informasi publik, Exclusion List ini diharapkan mampu memperkuat pengawasan serta mendorong peningkatan standar keberlanjutan perkebunan sawit di Indonesia.
Direktur Eksekutif TuK INDONESIA, Linda Rosalina, menegaskan bahwa Exclusion List bukanlah instrumen penghukuman, tetapi alat memperkuat tata kelola pembiayaan.
“Greenwashing masih marak, terutama ketika data publik tidak memadai. Exclusion List ini hadir untuk membantu lembaga keuangan mengidentifikasi, mengelola, dan menghindari pembiayaan berisiko tinggi. Instrumen ini dimaksudkan untuk memperkuat ekosistem keuangan berkelanjutan di Indonesia,” ujarnya.
Kepala LRI IPB University, Prof. Dr. Arya Hadi Dharmawan, menjelaskan bahwa Exclusion List disusun berlandaskan sustainability ethics. “Standar etika moral yang kami ajukan bukan sekadar punishment, tetapi memastikan bahwa perkebunan sawit memberi dampak antar generasi sesuai prinsip keberlanjutan.” Setiap aktivitas ekonomi, katanya, menghasilkan negative externalities seperti polusi dan hilangnya keanekaragaman hayati, sehingga prinsip kehati-hatian menjadi krusial. Instrumen ini juga dibangun atas prinsip purpose-oriented finance agar setiap pembiayaan selaras dengan tujuan keberlanjutan.
Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA, Abdul Haris, mengungkapkan bahwa penilaian terhadap 185 perusahaan sawit menunjukkan mayoritas masih berada di bawah standar administratif dan tata kelola dasar. “Dari 185 perusahaan, hanya 36 yang lolos aspek administratif. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan dapat diklaim berkelanjutan jika administrasi dasar saja tidak terpenuhi? Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan minimnya ketersediaan data, termasuk pada sistem sertifikasi ISPO dan RSPO,” tegasnya.
Ketua Pusat Studi Agraria IPB University, Bayu Eka Yulian, menekankan pentingnya keterbukaan data dalam mewujudkan tata kelola yang kredibel. “Exclusion List adalah instrumen yang mendorong kolaborasi. Transparansi menjadi kunci agar semua pihak dapat berdiskusi dan memastikan arah pembangunan sawit yang berkelanjutan. Ini juga merupakan ajakan bagi semua pihak untuk bersama menjaga kredibilitas kelapa sawit Indonesia,” jelasnya.
Dari sisi pemerintah, Togu Rudianto Saragih, Perancang Peraturan Ahli Muda Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, menegaskan relevansi Exclusion List dengan amanat regulasi nasional. “Kami mengapresiasi langkah TuK INDONESIA dan IPB University. UU 39/2014 menegaskan pentingnya peran serta masyarakat, namun implementasinya masih lemah. Exclusion List dapat menjadi alat penting untuk memastikan perusahaan benar-benar patuh dan transparan,” ujarnya. Ia juga mencatat bahwa sebagian perusahaan telah melapor secara mandiri, tetapi mayoritas belum menjalankan kewajibannya.
Peluncuran Exclusion List ini diharapkan dapat menciptakan standar baru dalam pengambilan keputusan pembiayaan, peningkatan tata kelola perusahaan, serta perlindungan terhadap hak masyarakat dan lingkungan.
TuK INDONESIA dan IPB University mengajak pemerintah, lembaga keuangan, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan publik untuk memanfaatkan daftar ini sebagai rujukan dalam memperkuat pengawasan dan mendorong pembiayaan yang lebih bertanggung jawab.
Dokumentasi terkait:
https://drive.google.com/drive/folders/1EyRTSmEEoeSuo2IhvluPdyD_IF1Q3sXC
Narahubung: Annisa (087884446640)
This post is also available in: English
