29 Oktober 2025 3 menit

TuK INDONESIA Ajukan Kasasi: Uji Tanggung Jawab Bank Mandiri dalam Pembiayaan yang Menyebabkan Konflik Sosial

Default Image

Jakarta, 28 Oktober 2025 — Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA) resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 27 Oktober 2025. Langkah ini diambil setelah putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan dan justru memperburuk posisi nasabah, sekaligus memperlihatkan betapa lemahnya sistem peradilan Indonesia dalam merespons isu sosial dan lingkungan yang lahir dari praktik pembiayaan bank.

Kasasi ini merupakan kelanjutan dari gugatan hukum yang diajukan TuK INDONESIA terhadap Bank Mandiri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut menyoroti pembiayaan Bank Mandiri kepada PT Astra Agro Lestari dan PT Agro Nusa Abadi (ANA), perusahaan kelapa sawit yang beroperasi tanpa hak guna usaha (HGU) di Sulawesi Tengah dan menimbulkan konflik sosial berkepanjangan dengan masyarakat sekitar. Bagi TuK INDONESIA, kasus ini tidak semata tentang hubungan bisnis antara nasabah dan bank, tetapi tentang tanggung jawab lembaga keuangan terhadap dampak sosial dan lingkungan dari setiap rupiah yang mereka salurkan.

“Kami menyayangkan putusan banding yang justru melemahkan posisi nasabah dan mengabaikan konteks keadilan sosial serta tanggung jawab lingkungan,” ujar Linda Rosalina, Direktur TuK INDONESIA. “Seharusnya hakim tidak hanya berpaku pada relasi kontraktual, tapi juga berani menegakkan prinsip keuangan berkelanjutan yang telah diakui dalam berbagai regulasi nasional.”

Dalam memori kasasinya, TuK INDONESIA menegaskan bahwa hakim tingkat banding keliru dalam menilai hubungan hukum antara penggugat dan bank. Menurut TuK, tanggung jawab bank jauh melampaui fungsi penyimpanan uang nasabah. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank terikat oleh Undang-Undang Perbankan dan prinsip kehati-hatian yang mengharuskan mereka memastikan bahwa pembiayaan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Apalagi, Bank Mandiri telah memiliki komitmen dan kebijakan terkait Environmental, Social, and Governance (ESG) yang seharusnya menjadi dasar dalam setiap keputusan bisnisnya.

TuK INDONESIA juga menegaskan bahwa gugatan ini memiliki dasar hukum yang kuat karena terdapat hubungan kausalitas antara pembiayaan bank dan kerugian yang dialami masyarakat. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 2831 K/Pdt/1996 yang menyatakan bahwa legal standing dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) tidak mensyaratkan adanya hubungan kontraktual langsung antara para pihak, melainkan cukup dengan adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan yang melanggar hukum dan kerugian yang ditimbulkan. Dalam konteks ini, pembiayaan yang diberikan Bank Mandiri kepada perusahaan yang terbukti melanggar hukum merupakan bentuk kelalaian dan pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian.

Putusan banding yang mengabaikan prinsip tersebut, menurut TuK INDONESIA, mencerminkan buramnya arah sistem peradilan Indonesia dalam merespons tantangan keuangan berkelanjutan dan krisis iklim. Di tengah gencarnya lembaga keuangan mempromosikan diri sebagai pelaku “green finance” dan berkomitmen pada prinsip ESG, kasus ini justru menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan masih berhenti pada level retorika. Ketika pengadilan gagal menegakkan akuntabilitas lembaga keuangan, maka seluruh agenda transisi hijau Indonesia berisiko menjadi slogan tanpa substansi.

“Jika lembaga keuangan tidak bisa dimintai tanggung jawab atas dampak pembiayaan yang merusak lingkungan dan memicu konflik, maka konsep keuangan berkelanjutan di Indonesia hanya akan menjadi jargon kosong,” tegas Linda. “Kami berharap Mahkamah Agung dapat mengambil langkah berani untuk menegakkan prinsip keadilan dan memastikan bahwa keuangan berkelanjutan benar-benar memiliki kekuatan hukum untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.”

Kasasi TuK INDONESIA ini diharapkan tidak hanya menjadi langkah hukum semata, tetapi juga preseden penting dalam memperkuat praktik tanggung jawab sosial dan lingkungan lembaga keuangan. Putusan Mahkamah Agung nantinya akan menjadi penentu arah: apakah sistem peradilan Indonesia siap berpihak pada keadilan sosial dan ekologis, atau tetap tunduk pada logika bisnis yang menyingkirkan hak-hak masyarakat dan masa depan lingkungan.

 

Narahubung: 

[email protected] / 087884446640


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top