13 Juni 2025 3 menit
Meluruskan Peran LSM: Mengawal Demokrasi, Melawan Konsolidasi Oligarki dan Taipan, Bukan Mengadu Domba”
Gaya pidato Presiden Prabowo dalam peringatan hari pancasila yang dirayakan pada tanggal 2 Juni 2025 kemarin, berapi-api dengan suara lantang yang menyerupai Proklamator Presiden Soekarno. Namun, Isi pidato Prabowo sungguh berbeda dengan sang proklamator yang kerap menyoal masalah yang terjadi pada rakyat pada periode kemerdekaan. Pidato Prabowo jauh dari masalah-masalah rakyat, masalah orang-orang papua hari-hari ini, masalah dampak kerusakan lingkungan hidup dari aktivitas industri nikel di Pulau Halmahera dan Pulau Sulawesi atau kehancuran hutan di Kalimantan dan Sumatera akibat ekstraktivisme yang berdampak terhadap masyarakat adat.
Alih-alih menerangkan masalah tersebut di publik, secara vulgar justru Presiden Prabowo menuduh bahwa LSM (kelompok organisasi yang menyuarakan isu-isu demokrasi dan Lingkungan Hidup) sering berperan dalam mengadu domba (publik) atas dukungan dari negara asing. TuK INDONESIA merasa perlu memberikan klarifikasi dan sekaligus menyampaikan keprihatinan atas pernyataan yang berpotensi mendiskreditkan peran masyarakat sipil di Indonesia.
Sejak awal, keberadaan organisasi masyarakat sipil lahir dari semangat demokrasi yang bertujuan menjaga akuntabilitas negara, memperluas partisipasi publik, membela hak-hak masyarakat marjinal, serta mengontrol kekuasaan agar tetap berada dalam rel konstitusi dan keadilan sosial. Tugas utama kami bukanlah mengadu domba, melainkan mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, mengawal tata kelola pemerintahan yang transparan, serta memperjuangkan hak-hak kelompok yang rentan.
Pernyataan yang menyudutkan LSM justru mencerminkan kegelisahan atas suara kritis yang selama ini disuarakan, ketimpangan ekonomi dan penguasaan sumber daya alam oleh segelintir taipan dan pemodal-politisi yang berkuasa (oligarki), kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam, pelanggaran hak-hak masyarakat adat, petani, buruh, perempuan, dan kelompok minoritas.
Organisasi masyarakat sipil menegaskan bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan ruang kritik yang luas. Justru demokrasi terancam runtuh jika kritik dipandang sebagai ancaman, jika aktivis dipersekusi, dan jika LSM dibungkam dengan narasi negatif.
Situasi ini menunjukan kepada kita bahwa sistem politik saat ini dikonsolidasi oleh oligarki. Mereka mempersempit ruang pengawasan, memandulkan lembaga demokrasi, melemahkan independensi penegakan hukum, serta mengancam kebebasan sipil. Kekuasaan uang, politik dinasti, kriminalisasi aktivis, serta kooptasi lembaga masyarakat sipil menjadi pola yang terus menguatkan dominasi kekuasaan oligarkis di berbagai lini kehidupan. Di bawah praktik oligarki, politik sudah tidak dapat lagi dibedakan dengan pasar yang penuh transaksional.
Untuk itu, kami menyerukan kepada pemerintah untuk membuka ruang partisipasi publik yang sebesar-besarnya. Presiden Prabowo mestinya menjadikan LSM sebagai sarana untuk memperkuat pemerintah yang dipimpinnya. Pemerintah bisa memanfaatkan informasi dan masukan dari LSM untuk menyusun kebijakan yang lebih partisipatif dan tepat sasaran, pengelolaan sumber daya berbasis komunitas, penguatan ekonomi desa, pengelolaan konflik agraria, hingga konservasi lingkungan. Langkah ini jauh lebih baik dibandingkan menganggap LSM sebagai lawan yang harus dilemahkan.
TuK INDONESIA
Abdul Haris
Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik
This post is also available in: English