20 Maret 2025 3 menit

Deklarasi Solidaritas Merauke

Deklarasi Solidaritas Merauke lahir dari pengalaman kolektif masyarakat adat yang mengalami perampasan ruang hidup, penghancuran nilai-nilai kultural, dan kekerasan sistemik yang disokong oleh kebijakan negara dan kepentingan korporasi. Melalui proses berbagi cerita, perenungan, dan analisis bersama, kami atas nama Solidaritas Merauke mengungkapkan derita dan trauma kolektif akibat kejahatan yang dilakukan oleh negara dan korporasi atas nama pembangunan nasional.

Sejak ditetapkannya Merauke sebagai bagian dari proyek infrastruktur strategis nasional, ekspansi korporasi dan militer ke wilayah adat meningkat secara signifikan. PSN Merauke yang mencakup kawasan seluas 2.289.255 hektar melibatkan lima klaster besar pembangunan yang tersebar di 13 distrik, mulai dari perkebunan tebu, pabrik bioethanol, hingga proyek cetak sawah baru yang dijalankan oleh korporasi-korporasi besar. Alih-alih membawa kesejahteraan, PSN Merauke justru menimbulkan krisis multidimensi. Berdasarkan pemantauan Yayasan PUSAKA, kawasan PSN Merauke telah mengalami deforestasi seluas lebih dari 6.000 hektar hanya dalam rentang Mei hingga Desember 2024​. .

PSN Merauke tidak hanya merampas ruang hidup masyarakat adat, tetapi juga mencabik nilai-nilai spiritual, sistem pengetahuan lokal, serta jalinan kekerabatan dengan alam yang telah diwariskan lintas generasi. Tempat-tempat sakral, kebun pangan alami, dan ruang hidup lain dihancurkan oleh ekskavator dan digantikan oleh industri ekstraktif yang sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat dalam perencanaannya​. Kami menyatakan dengan tegas bahwa malapetaka yang dialami masyarakat adat Merauke, dan Papua pada umumnya, tidak terjadi secara alami, melainkan merupakan manifestasi dari bentuk penjajahan yang diperhalus oleh bahasa hukum dan kebijakan publik.

Apa yang dihancurkan oleh proyek-proyek ekstraktif di Papua Selatan bukan hanya sekadar tanah atau vegetasi yang terlihat, melainkan keseluruhan makna kehidupan masyarakat adat. Proyek-proyek berskala besar yang dibungkus dalam narasi “pembangunan nasional” menyerang fondasi spiritual, kultural, dan ekonomi masyarakat adat. Hutan keramat, aliran sungai yang menjadi sumber air bersih, dan kebun tradisional yang menopang kehidupan subsisten dirusak oleh alat-alat berat dan pembukaan lahan skala industri. Lebih jauh lagi, masyarakat adat mengalami diskriminasi, kerja paksa, kekerasan fisik, intimidasi, dan kriminalisasi. Lebih jauh lagi, masyarakat adat Merauke mengalami diskriminasi, kekerasan fisik, intimidasi, dan kriminalisasi. PUSAKA mencatat sedikitnya delapan peristiwa kekerasan terhadap masyarakat adat dan pembela HAM lingkungan hidup sepanjang 2024.

Dalam iklim kekerasan struktural seperti ini, pembangunan tidak bisa dimaknai sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, melainkan sebagai proyek pemaksaan kuasa atas nama negara dan modal. Dengan ini, kami menyerukan solidaritas dari berbagai pihak, baik lokal, nasional, maupun internasional, untuk menolak kekerasan struktural yang dibungkus dalam proyek pembangunan. Kami juga menyerukan pemulihan hak-hak masyarakat adat, penghentian proyek-proyek yang merusak ruang hidup, serta perlindungan terhadap pembela lingkungan dan HAM.

Unduh Deklarasi Solidaritas Merauke

TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top