Suarakan Greenwashing, TuK INDONESIA Aksi di RT2023 RSPO

Jakarta, 22 November 2023. TuK INDONESIA melakukan aksi protes terhadap RSPO dalam agenda RT2023 RSPO di Hotel Mulia, Senayan. Spanduk dan poster yang TuK INDONESIA bentangkan pada acara RT RSPO 2023 menegaskan kegagalan RSPO dalam menghadirkan industri sawit berkelanjutan. Tema yang diusung RT2023 seharusnya adalah bahwa RSPO “Partner for Environmental Destruction”.

Dalam catatan TuK INDONESIA, korporasi yang memegang sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) terlibat dalam operasi sawit di dalam kawasan hutan tanpa izin yang sah atau secara ilegal mencakup juga perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam kelompok besar. Grup-grup yang teridentifikasi memiliki keterkaitan dengan perkebunan kelapa sawit ilegal di kawasan hutan adalah pemain besar dalam industri kelapa sawit Indonesia di mana paling tidak, terdapat 25 kelompok perusahaan besar yang menguasai total lahan perkebunan seluas 3,9 juta hektar di Indonesia.

Direktur TuK INDONESIA, Linda Rosalina menyatakan bahwa dua dekade berdiri, RSPO menjadi alat legitimasi bagi industri sawit yang melakukan penghancuran lingkungan, pelecehan Hak Asasi Manusia (HAM), dan perampasan lahan. Kehadiran RSPO selama ini tidak lebih dari instrumen pencucian dosa.

Terbaru, November 2023 ini, seluas 84 ribu hektar sawit ilegal dalam kawasan hutan tersebut memohon pengampunan pada pemerintah melalui skema yang disediakan Undang-Undang Cipta Kerja yang tak lain adalah produk hukum yang cacat. TuK INDONESIA menemukan bahwa grup-grup besar anggota RSPO memohon pengampunan dengan masing-masing persentase: Musim Mas Holdings Pte. Ltd. (33.1%), PT. Sawit Sumbermas Sarana (23.2%), Goodhope Asia Holdings Ltd. (14.9%), Golden Agri-Resources Ltd (12.4%), dan Kuala Lumpur Kepong Berhad (5%). Selain itu, bank dan investor anggota RSPO juga terlibat dalam pembiayaan perusahaan yang sawitnya dalam kawasan hutan, diantaranya ada BNP Paribas dan HSBC Holdings Plc.

Isu lain, berkaitan dengan kewajiban plasma, perusahaan-perusahaan anggota RSPO masih diabaikan pemenuhan kewajiban plasma. Misalnya, kasus yang melibatkan warga di Desa Biru Maju, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang sedang berkonflik dengan PT Buana Artha Sejahtera (BAS) anak perusahaan PT Sinar Mas. Buruknya, isu tersebut bergulir hingga mencetus konflik berdarah dan menimbulkan korban jiwa.

“Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa RSPO tidak memiliki komitmen sama sekali terhadap industri sawit berkelanjutan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). RSPO tidak kredibel mengeluarkan sertifikasi berkelanjutan dan justru memfasilitasi greenwashing”, Abdul Haris, Pengkampanye TuK INDONESIA.

Jika dilihat di laman web portal pengaduan RSPO, total sepanjang RSPO berdiri, terdapat 160  aduan. TuK INDONESIA sendiri mengidentifikasi dalam lima tahun terakhir (2018-2023), menunjukkan ada 74 pengaduan terhadap RSPO. Meski belum termasuk melihat aduan-aduan yang berhasil RSPO tutup tanpa keputusan dismissed, diidentifikasi bahwa sepanjang 2018 hingga 2023, Indonesia menjadi negara dengan perkebunan sawit terdokumentasi paling bermasalah, yaitu 52 aduan.

Mufida, Peneliti TuK INDONESIA mengidentifikasi bahwa isu tenaga kerja menjadi isu paling banyak dilaporkan (38,5%), diikuti isu deforestasi (12,8%), Free, Prior and Informed Consent/FPIC (9,4), intimidasi masyarakat lokal dan/atau masyarakat adat (9,4%), kemudian sengketa lahan (8,5%), yang mana bertolak dari observasi lapang dan kerja-kerja advokasi yang selama ini dilakukan, isu-isu tersebut merupakan isu yang saling berhubungan erat dan berkelindan satu sama lain.

Fakta-fakta tersebut merupakan sedikit dari fakta yang melegitimasi bahwa RSPO tidak relevan, menjadi alat greenwashing, dan terlibat dalam kejahatan lingkungan dan HAM.

This post is also available in: English