Pendekatan Regulasi untuk Keberlanjutan dalam Perbankan Komersial

Oleh: Julian Müller, Profundo (Amsterdam).
Bidang perbankan yang berkelanjutan didominasi oleh kerangka kerja sukarela karena penggabungan dari kriteria keberlanjutan dalam pekerjaan perbankan, tetapi peraturan yang mengikat diperlukan agar berbagai inisiatif tersebut dapat lebih mengikat. Sejak tahun 2010, beberapa Negara telah mempelopori pendekatan regulasi ini. Bangladesh, Brazil, dan Cina adalah Negara-negara yang paling terdepan, Bangladesh dan Cina memimpin pendekatan regulasi tersebut dengan tidak hanya mensyaratkan penggabungan kriteria keberlanjutan, tetapi juga membuat alat untuk memantau keberhasilan dari berbagai inisiatif tersebut, misalnya standarisasi format yang bank harus gunakan ketika membuat laporan kepada otoritas pengawasan. Bangladesh menggunakan berbagai instrument untuk skala yang lebih luas, dari mengawasi perbankan hingga kebijakan moneter, dan dari insentif pinjaman “hijau” hingga ke kuota wajib. Lebih lanjut lagi, instrument tersebut juga mensyaratkan pelaporan tentang resiko manajemen lingkundan dari regulasi bank dengan standar baku dan mengumumkan informasinya per tiga bulan, masyarakat umum dan masyarakat sipil juga memiliki peran dalam melakukan pemantauan.
Langkah-langkah ini menunjukkan apa yang bisa dilakukan untuk menstimulasi bank untuk menaikkan suplai pendanaan ke bisnis yang berkelanjutan dan mengurangi pembiayaan ke binis yang tidak berkelanjutan. Meskipun demikian, langkah-langkah lain dari sisi permintaan harus lebih banyak dilakukan juga. Pemerintah harus menggunakan langkah-langkah ekonomi yang tepat, kebijakan lingkungan dan fiskal, seperti insentif pajak, subsidi atau denda, untuk mendorong bisnis non fiskal agar investasinya terus berlanjut. Hal ini akan mendorong pembiayaan keberlanjutan yang ditawarkan oleh bank.
Bersama dengan Kementarian Lingkungan dan Kehutanan, Otoritas Jasa Keuangan yang juga berperan dalam regulasi perbankan, tahun 2014 diluncurkan “Roadmap Pembiayaan Keberlanjutan di Indonesia,” sebuah rencana kerja untuk mencapai transisi menuju sektor keuangan yang berkelanjutan di Indonesia sampai tahun 2024. Roadmap tersebut menyatakan bahwa lembaga keuangan dibawah otoritas OJK “diharapkan untuk mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan dalam resiko managemen dan tata kelola perusahaan, dan menyediakan laporan perkembangan tentang implementasi pembiayaan berkelanjutan ke publik.” Inisiatif ini pantas mendapatkan banyak dukungan dari pihak-pihak yang tertarik dan terkena dampak dari peraturan ini, termasuk industri perbankan itu sendiri jika hal tersebut untuk membuat perkembangan yang baik. OJK harus didorong untuk belajar dari para pelopor seperti Bangladesh, sementara pemerintah Indonesia harus mendampingi dan mendorong langkah-langkah sisi penawaran ini dengan kebijakan ekonomi dan lingkungan yang juga akan merubah tuntutan pembiayaan.
 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *