"Komposisi Pimpinan Terpilih KPK Mengkhawatirkan"

Jumat, 18 Desember 2015 | 07:58 WIB

Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih. Dari kiri ke kanan: Saut Sitomorang, Laode Muhamad Syarif, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Agus Rahardjo.

Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih. Dari kiri ke kanan: Saut Sitomorang, Laode Muhamad Syarif, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Agus Rahardjo.


JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, menilai, komposisi lima pimpinan terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan.
Lima pimpinan terpilih itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situmorang.
“Komposisi pimpinan KPK yang terpilih mengkhawatirkan. Setidaknya bisa diukur lewat dua hal,” ujar Miko saat dihubungi, Kamis (17/12/2015).
Pertama, kata Miko, komitmen penguatan KPK oleh tiga dari lima pimpinan terpilih sejak awal menimbulkan keraguan. Mereka adalah Basaria, Alexander, dan Saut.
Basaria, kata Miko, menyatakan secara terbuka bahwa KPK cukup menjadi pusat pelaporan antikorupsi.
“Artinya, jika ada kasus korupsi, KPK melimpahkannya ke kepolisian dan kejaksaan,” kata Miko.
Kemudian, Alexander dikenal kerap melontarkan dissenting opinion dalam putusan.
Dalam beberapa putusannya, kata Miko, Alexander membebaskan terdakwa korupsi tanpa argumentasi yang cukup kuat.
Pimpinan lainnya, Saut, dianggap tidak memiliki kompetensi dan pengalaman pada bidang korupsi.
“Dia diragukan kompetensi dan pengalamannya di bidang korupsi,” kata Miko.
Miko mengatakan, seharusnya pemilihan pimpinan baru KPK dapat memberikan harapan baru terhadap penguatan KPK dan masa depan pemberantasan korupsi.
Namun, kata Miko, yang terjadi justru sebaliknya, mengkhawatirkan.
“Nama-nama yang memiliki rekam jejak panjang dalam kerja pemberantasan korupsi malah tidak dipilih oleh Komisi III,” kata dia.
Oleh karena itu, ia menekankan, perlu adanya pengawasan dari publik dan internal KPK untuk mengawasi kinerja pimpinan baru.
“Pimpinan KPK harus berdiri di depan untuk mendukung penguatan KPK dan menolak pelemahan KPK,” kata Miko.
Anggota Komisi III DPR melakukan voting setelah upaya musyawarah mufakat tidak tercapai. Voting diikuti oleh 54 anggota komisi bidang hukum itu dari lintas fraksi.
Lima calon terpilih adalah Agus Rahardjo (53 suara), Basaria Panjaitan (51 suara), Alexander Marwata (46 suara), Laode Muhammad Syarif (37 suara), dan Saut Situmorang (37 suara) sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019.
Kemudian, dilakukan voting lagi dan Agus Rahardjo terpilih menjadi ketua.
Agus mengantongi 44 suara, mengungguli empat pimpinan terpilih KPK lainnya.
Link: http://nasional.kompas.com/read/2015/12/18/07585511/.Komposisi.Pimpinan.Terpilih.KPK.Mengkhawatirkan.?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp
 
Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
TEMPO.COJakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya memiliki lima pemimpin baru. Dalam voting yang digelar di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 17 Desember 2015, Agus Rahardjo terpilih menjadi Ketua KPK.
Dalam voting, mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini berhasil mengungguli Basaria Pandjaitan, satu-satunya perempuan yang lolos menjadi pemimpin KPK, dengan 44 suara.
Siapa sesungguhnya Agus Rahardjo? Lahir di Magetan, Agus selalu identik dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Ini karena Agus ditunjuk menjadi ketua lembaga itu menggantikan Roestam Sjarief pada 2010 dan baru lepas tahun 2015, ketika Agus mau mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. LKPP dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007. Sebelum menjabat Kepala LKPP, lelaki 59 tahun ini pernah menjabat Direktur Sistem dan Prosedur Pendanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Karier Agus banyak dihabiskan sebagai pegawai negeri sipil dengan menjadi anggota staf perencanaan pembangunan di Bappenas. Lulusan Teknik Sipil ITS awalnya bercita-cita menjadi kontraktor, tapi nasib membawanya menjadi PNS.
Agus juga tercatat sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia. Namun ia memilih mundur pada 2010 karena kesibukannya di LKPP.
Sejak ikut tes calon pimpinan KPK, Agus sudah dikenali wartawan karena komentarnya yang fenomenal. Ia mengajak masyarakat meludahi koruptor. Dalam wawancaranya saat tes di gedung Sekretariat Negara, Agus mengaku kesal dengan koruptor yang berani melawan KPK.
Menurut Agus kala itu, banyak koruptor tertawa menghadapi KPK. “Ini memprihatinkan. Makanya perlu ada hukuman dari masyarakat, seperti di lingkungan sekitar tidak diajak bergaul. Diludahi juga bisa,” ucapnya.
Saat diuji kelayakan kemarin, ia menyatakan ingin menggugat ke Mahkamah Konstitusi kalau terpilih menjadi pemimpin komisi antirasuah. Gugatan itu terkait dengan putusan MK yang tidak membolehkan Dewan Perwakilan Rakyat mengetahui susunan anggaran pemerintah hingga tingkat satuan tiga. “Saya orang yang tidak setuju kalau DPR tidak boleh tahu satuan tiga. Seharusnya lebih detail. Semua orang tahu yang diajukan pemerintah detail sekali. Dibuka ke publik,” ujar Agus.
Menurut dia, dengan dibukanya anggaran sedetail mungkin ke publik, sisa lebih penghitungan anggaran yang terjadi setiap akhir tahun bisa dikurangi. Agus menilai, selama ini, penyerapan anggaran oleh pemerintah daerah, lembaga, atau kementerian yang lambat bukan lantaran takut diawasi KPK. “Ini sistem yang perlu kita ubah dan sempurnakan,” tuturnya.
Agus mencontohkan Amerika Serikat yang membuka detail anggarannya. Pemerintah negara itu bahkan mengajukan anggaran ke legislatif jauh-jauh hari. Pembahasan anggaran Amerika setiap tahun dimulai Oktober, tapi pada Februari sudah diajukan. Karena itu, legislatif dan publik bisa memelototi satu per satu anggaran yang diajukan.
Agus juga mendorong penerapan e-budgeting pada setiap pengadaan. Menurut dia, sudah ada contoh keberhasilan penerapan e-budgeting, di antaranya ditemukannya korupsi pengadaanuninterruptible power supply (UPS) di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Kenapa UPS tidak perlu, gara-gara diterapkan e-budgeting. Sekolah tidak begitu membutuhkan UPS,” katanya.
Hal lain dari Agus adalah kekayaannya. Pejabat eselon II ini ternyata hanya memiliki uang Rp 20 juta di empat rekeningnya. Sedangkan kekayaannya yang lain adalah sebidang tanah di Jonggol serta kaveling tanah di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, dan Citra Raya, Tangerang. Dia mengaku memperoleh kekayaan tersebut dengan cara menabung. Menabung dari gaji yang dimilikinya dan saat aktif sebagai pembicara di lembaga international di Paris pada 1995-1997.
Berikut adalah jejak karir dari Agus Rahardjo:
– Tahun 2006, menjabat Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ) Kantor Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
– Tahun 2007 menjabat sebagai Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yakni salah satu dari 28 Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia. PPKPBJ merupakan cikal bakal LKPP.
– Tahun 2010, Agus Rahardjo dilantik menjadi Kepala LKPP menggantikan Roestam Syarief yang memasuki masa pensiun. Pelantikan dilakukan Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana. Adapun Susunan Pejabat LKPP menjadi Kepala LKPP: Agus Rahardjo, Sekretaris Utama LKPP: Eiko Whismulyadi, Deputi Sumber Daya Manusia/Kepegawaian LKPP: Agus Prabowo, Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP: Bima Haria Wibisana
– Tahun 2011, tepatnya tanggal 6 Januari 2011, Agus Rahardjo bersama sejumlah pejabat antara lain Ketua KPK Busyro Muqqodas, kepala BPKP Mardiasmo dan Menhan Purnomo Yusgiantoro melakukan deklarasi anti korupsi.
– Tahun 2015, posisi Agus Rahardjo sebagai ketua LKPP, digantikan oleh Agus Prabowo. Sebelumnya, Agus Prabowo menjabat Deputi Sumber Daya Manusia/Kepegawaian LKPP. Saat itu Agus Rahardjo dikabarkan mendaftar sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
– Tahun 2015, tanggal 17 Desember 2015, Agus Rahardjo terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi untuk periode 2015-2019 bersama empat pimpinan KPK terpilih lainnya yakni Inspektur Jenderal Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, yang sebelumnya menjabat sebagai hakim Adhoc pengadilan tipikor, Laode Muhamad Syarif, dosen dari Universitas Hassanudin dan seorang konsultan Hukum, dan Saut Situmorang yang merupakan staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN).
WDA | INDRI MAULIDAR | EGI | DESTRIANITA | EVAN PDAT
Link: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/12/17/063728646/siapa-agus-rahardjo-ketua-kpk-2015-2019/2
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

Profil Singkat 5 Pimpinan KPK Terpilih

Ikhwanul Khabibi – detikNews
Jakarta – Komisi III DPR sudah memilih lima orang jadi pimpinan KPK. Tak ada pejabat internal atau pimpinan lama yang masuk dalam daftar. Bagaimana profil mereka?
Lewat voting yang diikuti oleh anggota Komisi III, Kamis (17/12/2015) malam, terpilih lima nama yang bakal menduduki kursi pimpinan KPK. Mereka mendapat perolehan suara terbanyak.
Berikut nama dan profil singkat para pimpinan KPK terpilih di DPR:
1. Agus Rahardjo (59 tahun)
Pendidikan terakhir:
S2 Manajemen dari Arthur D. Little Management Education Institute, AS
Pekerjaan terakhir:
Kepala Lembaga Kebijakan Barang dan Jasa Pemerintah
Catatan:
– Dipertanyakan panitia seleksi soal kepemilikan tanah di banyak tempat.
– Tidak memperbarui Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara sejak 2012.
2. Alexander Marwata (48 tahun)
Pendidikan terakhir:
D-IV dari STAN Jakarta
Pekerjaan terakhir:
Hakim adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Catatan:
– Pernah menjadi auditor ahli BPKP (1989-2011)
– 10 kali dissenting opinion dalam perkara korupsi termasuk menyatakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tidak terbukti korupsi.
3. Inspektur Jenderal (Pol.) Basaria Panjaitan (58 tahun)
Pendidikan terakhir:
Magister Hukum Ekonomi UI
Pekerjaan terakhir:
Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Politik
Catatan:
– Polwan pertama berpangkat inspektur jenderal
– Pernah menjadi penyidik utama di Bareskrim Polri (2008)
4. Laode Muhammad Syarif (50 tahun)
Pendidikan terakhir
Doktor hukum lingkungan hidup internasional dari Universitas of Sydney
Pekerjaan terakhir:
– Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
– Senior Adviser Partnership for Governance Reform in Indonesia.
Catatan:
– Kerap memerikan pelatihan pada proyek antikorupsi Indonesia yang didanai USAID.
5. Thony Saut Situmorang (56 tahun)
Pendidikan terakhir:
Doktor Manajemen SDM dari Universitas Persada Indonesia
Pekerjaan terakhir:
– Staf Ahli Kepala BIN
– Dosen Kajian Strategik Intelijen Pascasarjana UI
Catatan:
– Menjabat sebagai Direktur PT Indonesia Cipta Investama.
(Hbb/mad)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *