[TuK INDONESIA] Produksi Minyak Sawit dan Pelanggaran HAM

Bisnis online menerbitkan dua artikel tentang kampanye hitam sawit [note] Kampanye Hitam Sawit, Kementan Bilang Petani Kuasai 4,4 Juta Hektare, akses di http://industri.bisnis.com/read/20150216/99/403377/kampanye-hitam-sawit-kementan-bilang-petani-kuasai-44-juta-hektare[/note] (16/02/2015 21:02 WIB) dan kampanye negatif sawit (18/02/2015 14:25 WIB) [note] Kampanye Negatif Sawit, Gapki Tolak Masalah Lahan Dikaitkan HAM, akses di http://industri.bisnis.com/read/20150218/99/404111/kampanye-negatif-sawit-gapki-tolak-masalah-lahan-dikaitkan-ham [/note] merupakan pandangan pemerintah dan pengusaha. Pembaca dan publik berhak atas informasi dan berita yang nyata dan objektif.
Artikel ini tidak akan mempertanyakan makna kampanye hitam dan kampanye negatif. Artikel ini mencoba menjabarkan sejumlah hubungan antara produksi minyak sawit dan pelanggaran HAM. Selain memang telah banyak laporan publikasi terkait pelanggaran HAM oleh kegiatan industri produksi minyak sawit (Promised Land, 20053[note] http://sawitwatch.or.id/2012/01/final-land-acquisition-book/[/note]; Losing Ground, 2008[note]http://sawitwatch.or.id/2012/01/palm-impact-in-ecology-and-social/ [/note]; Conflict or Consent, 2013 [note]http://www.tuk.or.id/2015/01/conflict-or-consent/[/note]; Institute for Ecosoc Rights, 2015).
Banyaknya kasus pertanahan perkebunan kelapa sawit berbagai daerah Kabupaten memberi contoh bagaimana pembebasan lahan yang dimiliki komunitas lokal atas nama kelapa sawit dimudahkan oleh lemahnya perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat atas lahan, hutan dan daerah-daerah lain yang penting bagi sumber penghidupan mereka. Beberapa celah hukum tersebut diuraikan di bawah ini.
a) ‘Penguasaan bumi, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran rakyat’ sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD Republik Indonesia Tahun 1945 secara sepihak ditafsirkan dan dilaksanakan oleh pemerintah melalui model dan program pembangunan yang kurang melibatkan partisipasi yang demokratis, termasuk di dalam rencana-rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit. Dalam praktiknya, pengembangan kelapa sawit dipaksakan kepada masyarakat tanpa memberi mereka posisi tawar yang besar atau hak untuk berunding atau menolak ketentuan-ketentuan pembangunan;
b) Berkenaan dengan tanah, pemerintah telah mengunci dirinya sendiri ke dalam interpretasi sempit dari tanah negara yang telah menjadi obyek perkebunan kelapa sawit skala besar. Meskipun hukum Indonesia telah cukup jelas dalam perbedaan antara tanah negara tanpa hak dengan status bebas dengan tanah negara yang dibebani hak, dalam praktiknya, perbedaan-perbedaan hukum tersebut tidak memberikan cukup perlindungan bagi masyarakat untuk menguasai, mengelola dan menggunakan tanah mereka;
c) Otoritas pemerintah mewajibkan bukti kepemilikan dalam bentuk hak tanah atau sertifikat tanah untuk membuktikan hak-hak sesungguhnya atas tanah negara, sesuai dengan peraturan perundangan administrasi pertanahan. UU administrasi pertanahan tersebut tidak mengakui berbagai bentuk hak atas tanah, seperti hak atas tanah yang tidak ditempati atau yang secara aktif atau teratur digunakan oleh perorangan namun memiliki fungsi penting bagi masyarakat dan mata pencaharian mereka, seperti kawasan hutan, daerah aliran sungai, dan tempat-tempat sosial dan budaya lainnya;
d) peraturan perundangan yang lemah dan kurangnya pengetahuan dan pemahaman di kalangan otoritas pemerintah tentang sistem penguasaan masyarakat atas lahan di tingkat lokal menimbulkan ketimpangan kekuatan yang tidak berpihak pada masyarakat dalam perundingan dengan perusahaan. Di satu sisi, perusahaan menggunakan ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk merundingkan cara-cara memperoleh hak pemanfaatan lahan masyarakat. Izin Lokasi, misalnya, dalam praktiknya selalu diartikan sebagai hak atas keseluruhan lahan dan daerah yang ditetapkan dalam izin lokasi. Di sisi lain, masyarakat kekurangan dukungan dan informasi untuk melawan dan mencegah konversi lahan dan pola mata pencaharian mereka tanpa persetujuan penuh dan diinformasikan mereka;
e) Salah satu konsekuensi dari ketidakseimbangan dalam daya tawar ini adalah bahwa masyarakat sering mendapati diri mereka hanya mendapat ganti rugi untuk kerusakan tanaman mereka, yang jauh dari memadai mengingat perubahan radikal dalam cara hidup mereka dan ancaman terhadap keamanan ekonomi mereka yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut.
Hambatan-hambatan yang diuraikan di atas telah mengakibatkan pengabaian yang meluas oleh pemerintah dari kewajibannya untuk memberikan perlindungan secara penuh dan efektif terhadap hak-hak konstitusional masyarakat adat dan masyarakat lokal. Sebagaimana telah dibahas dengan panjang lebar di sumber-sumber lain (Promised Land, 2005; Losing Ground, 2008; Ghosts on our own land, 2006; Ecosoc Institute, 2015), pelanggaran-pelanggaran ini setidaknya melanggar pasal-pasal dalam UUD 1945 di bawah ini:
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan;
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat;
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu;
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban;
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Pasal 33:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan;
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Bagaimana dengan minyak sawit yang anda beli dan konsumsi saat ini? Silakan anda periksa dan tanyakan kepada perusahaan yang mengolah minyak sawit menjadi minyak goreng yang anda pakai sehari-hari. Merupakan langkah maju apabila perusahaan tersebut memberitahukan kebun dan pabrik darimana minyak sawit berasal atau diproduksi sebelum diolah menjadi minyak goreng dari buah kelapa sawit segar dan terbaik.
Redaksi percaya, bahwa produksi minyak sawit yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan berkeadilan tentu tidak melanggar atau memanfaatkan kelemahan hukum. Dengan kata lain, minyak sawit dihasilkan dengan cara tidak melanggar pasal-pasal UUD diatas, secara moral dan sosial, tentu layak disebut tidak ada kaitannya dengan pelanggaran HAM.

This post is also available in: English

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *