Dengan berbahagia kami mengundang Bapak / Ibu untuk hadir dalam :

Diseminasi hasil penelitian dalam bentuk seni dan budaya



“Melihat yang tak terlihat mendengar yang tak terdengar”

Dua puluh lima taipan
Keserakahan atas penguasaan sawit dan hutan Indonesia

Catat Ketentuan

Tanggal

13.30 WIB 17.00 WIB
Jumat 13 Oktober 2023

Diharapkan peserta datang 30 menit sebelum acara dilaksanakan untuk menghindari antrian dan pengisian data kehadiran


Tempat

Teater Salihara
Indoor Room

Jl. Salihara No.16, RT.11/RW.3, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520



Dresscode

Busana Hitam
Formal Rapi

Mohon untuk menggunakan pakaian formal berwarna hitam saat datang dan mengikuti acara / event



Rundown Acara

Pameran foto, pembacaan puisi, berdongeng, bermusik, penuturan hasil studi dan pantomime. Kegiatan ini diselenggarakan oleh TuK INDONESIA. Menghadirkan sejumlah seniman yang memiliki cita-cita sama yaitu mendorong terwujudnya hak konstitusional rakyat menuju keadilan, kesejahteraan, dan jatidiri bangsa Indonesia.

  • Registrasi

    13.00 WIB - 13.30 WIB

    Semua Peserta dan Undangan dipersilakan melakukan registrasi terlebih dahulu

  • Pembukaan

    13.30 WIB - 14.00 WIB

    Peserta dan Undangan dipersilakan memasuki ruangan. Dibuka dengan Indonesia Raya 3 Stanza

  • Pertunjukan musik

    14.00 WIB - 14.15 WIB

    Pertunjukan musik oleh Bagus Dwi Danto

  • Puisi

    14.15 WIB - 14.30 WIB

    Indahnya puisi bersama Peri Sandi

  • Dongeng

    14.30 WIB - 15.00 WIB

    Dongeng bersama PM Toh

  • Puisi

    15.00 WIB - 15.15 WIB

    Indahnya puisi bersama Peri Sandi

  • Penuturan hasil studi & Pantomime

    15.15 WIB - 15.45 WIB

    Penuturan hasil studi 25 Taipan oleh Direktur Eksekutif Tuk INDONESIA Linda Rosalina dan Pantomime bersama Jempling Mime Studio

  • Pertunjukan musik

    15.45 WIB - 16.00 WIB

    Pertunjukan musik oleh Bagus Dwi Danto

Apakah Anda hadir ?

Silakan isi nama, email dan nomor telepon pada form




“Melihat yang tak terlihat mendengar yang tak terdengar”

Dua puluh lima taipan
Keserakahan atas penguasaan sawit dan hutan Indonesia



Sebuah negara yang penuh dengan sejumlah potensi sumber daya alam (SDA) adalah Indonesia. Sejak memilih untuk merdeka dan mandiri, negara Republik Indonesia memiliki janji dan tujuan besar bersama yaitu menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, semestinya dan selayaknya akses atas sumber daya alam bisa diperoleh, dan hasilnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa terkecuali.

Namun apa yang terjadi? ketimpangan dan ekspansi penguasaan lahan terjadi dan terus berlanjut hingga kini. Ketimpangan dan ekspansi ini banyak menghadirkan masalah, utamanya di tingkat tapak (pedesaan). Masalah teritorialisasi ruang hidup masyarakat yang berujung pada masalah konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan besar. Masalah dari konsekuensi monokulturisasi sawit dan hutan tanaman industri terkait isu hilangnya keanekaragaman hayati yang berujung pada deforestasi dan degradasi hutan.

Masalah-masalah sosial dan lingkungan yang terjadi secara berulang merupakan “air mata (masalah hilir)” sebagai akibat dari bekerjanya “mata air (modal kapital)” di hulu. Oleh karena itu, jika masalah sosial-lingkungan adalah akibat, maka modal (kapital) adalah sebab. Jika mata air yang “tercemar” tidak dihentikan, maka rakyat dan lingkungan akan terus tergenang dengan air mata.

Dalam laporan terbaru TuK INDONESIA 2023, sebanyak 25 taipan mengendalikan lahan perkebunan sawit dan pulp dan kertas di Indonesia. Para taipan ini menguasai lebih dari 3,9 juta hektare lahan sawit di Indonesia atau setara dengan dua kali luas provinsi Bengkulu di Sumatera. Luas lahan yang dikendalikan oleh taipan ini kemungkinan lebih tinggi dari yang berhasil diidentifikasi. Sebab, tidak semua luas lahannya mereka ungkap secara terbuka. Para taipan juga sangat mungkin menyembunyikan kepemilikan perusahaan melalui struktur bayangan untuk menghindari pajak, menyembunyikan kekayaan mereka, menghindari persyaratan sertifikasi, maupun alasan-alasan lainnya.

Para taipan ini bekerja dengan modal (kapital) yang difasilitasi oleh bank dan investor sebagai salah satu faktor produksi. Sementara para taipan mengendalikan proses ekspansi, suntikan dana dari bank dan investor institusional memberikan dorongan tambahan untuk mempercepat ekspansi mereka. Sinar Mas, Royal Golden Eagle, dan Salim adalah para taipan yang menerima kredit berupa pinjaman dan penjaminan dengan nilai tertinggi selama periode 2017 hingga September 2022 untuk perkebunan sawit dan pulp dan kertas. Secara berurutan besaran kredit yang disalurkan kepada Sinar Mas Group 25,5 miliar USD, disusul oleh Royal Golden Eagle Group 7,3 miliar USD, dan Salim Group 3,4 miliar USD.

Selama ini seringkali penanganan masalah dilakukan di hilir untuk mengurangi dampak dari ketimpangan dan ekspansi lahan sawit maupun hutan tanaman industri seperti resolusi konflik, pemberdayaan masyarakat, kemitraan, dan ragam program tanggungjawab sosial perusahaan. Padahal kesemuanya itu tidak menjawab the whole of problem yang bersumber dari hulu yaitu bekerjanya modal (kapital). Sehingga, perlu upaya strategis-holistik untuk memberikan penapisan dalam memastikan investasi modal yang menjamin keberlanjutan dari sisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selanjutnya, tata niaga mesti dikoreksi dan pembiayaan ‘kotor’ mesti diperangi secara tuntas, karena kesemuanya adalah sumber masalah terciptanya kondisi seperti saat ini. Sebab, ujung yang diinginkan adalah penguasaan lahan yang tidak lagi timpang dan kesejahteraan rakyat yang semakin baik.

Meningkatkan kesejahteraan rakyat tentu bukan satu-satunya tujuan Republik Indonesia berdiri. Tapi jauh lebih besar dari itu yakni menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan, keadilan harus dilaksanakan di semua sektor agar penerima manfaat utama jauh lebih luas dan lebih tepat sasaran serta dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” harus dapat menjadi keseharian, bukan hanya sebuah kalimat pemanis yang tertulis dalam Pancasila. Maka, tidak akan ada keadilan, selama masih ada ketimpangan. Sebab, yakin dan percaya, Indonesia akan maju tanpa ketimpangan.