Hapus UU Privatisasi Air, MK Tunjukan Pemerintah Simpangi UU SDA

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=10637#.VPAAdHWUfDE
Senin, 23 Februari 2015 | 09:59 WIB
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Sumber Daya Air (SDA). Padahal UU yang juga dikenal dengan sebutan UU Privatisasi Air itu dinyatakan berlaku oleh MK pada tahun 2004. Mengapa putusan MK berubah?
\”Meskipun pengujian UU SDA yang diputuskan di tahun 2015 menggunakan dasar konstitusional yang sama dengan pengujian di tahun 2004, hal tersebut tidak melanggar Pasal 60 UU MK karena sifat putusan 2004 yang konstitusional bersyarat tersebut,\” kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Senin (23/2/2015).
Berdasarkan Pasal 60 UU MK menyebutkan terhadap UU yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali (nebis in idem) kecuali jika materi muatan dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda. Namun putusan MK tahun 2004 sifatnya conditionally constitusional(konstitusional bersyarat).
\”Yaitu apabila UU SDA dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan MK, maka terhadap UU SDA tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali,\” ujar Bayu.
Putusan MK kali ini juga menunjukan pemerintah selama 10 tahun terakhir menyimpangi putusan MK tahun 2004 lalu. Secara jelas putusan MK tahun 2004 menyebutkan pemerintah haruslah mengutamakan pemenuhan hak asasi atas air dibandingkan dengan kepentingan lain, karena hak asasi atas air adalah hak utama.
\”Namun nyatanya selama 10 tahun terakhir, pemerintah selama ini telah menafsirkan pelaksanaan UU SDA secara berbeda bahkan menyimpangi putusan MK tentang UU SDA,\” ujar pengajar Universitas Jember itu.
Penyimpangan ini tergambar dalam PP Nomor 16 tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum dan PP Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air yang lebih condong kepada kepentingan swasta secara berlebihan
\”Dengan dibatalkannya UU SDA oleh MK, untuk mengisi kekosongan hukum sambil dibentuk UU SDA yang baru,\” cetus Bayu.
Sebelum ada UU baru, maka UU 11/1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali. Untuk itu pemerintah sebaiknya segera menyusun UU SDA yang baru dengan benar-benar memperhatikan 6 pembatasan MK terkait pengusahaan air di Indonesia, yaitu:
1. Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air;
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air;
3. Harus mengingat kelestarian lingkungan hidup;
4. Pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak;
5. Prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD; 6. Apabila semua pembatasan diatas sudah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
\”Putusan MK kali ini harus benar-benar diperhatikan oleh DPR sebagai pembentuk UU dan Pemerintah sebagai pelaksana UU, karena jika dilanggar kembali diyakini MK tidak segan akan membatalkannya kembali,\” cetus Bayu.
Putusan ini juga menunjukkan perlunya pengujian peraturan perundang-undangan tidak disebar di MK dan MA melainkan sebaiknya diletakkan di satu atap yaitu di MK
\”Mengingat dalam putusan ini MK tidak secara langsung telah mempraktekkan menguji Peraturan pelaksana UU meskipun pintu masuknya adalah pengujian UU,\” cpungkas Bayu.
==================================
Nasakah Putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 dapat diunduh di:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang_2131_85_PUU_2013-UU_SumberDayaAir-Dikabulkan-telahucap-18Feb2015-FINAL-%20wmActionWiz.pdf

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *