Bank Diminta Tak Salurkan Kredit Korporasi Pengepul Asap

Sebuah kapal motor melintasi Sungai Kapuas yang diselimuti kabut asap tebal di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Jumat (25/9). Dari hasil pantauan Satelit AQUA/Terra Modis milik BMKG per 25 September, tidak terdapat titik api di wilayah Kalbar namun hingga kini kabut asap yang semakin pekat masih melanda Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/pd/15

Sebuah kapal motor melintasi Sungai Kapuas yang diselimuti kabut asap tebal di Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Jumat (25/9).


Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi ResponsiBank Indonesia meminta agar industri perbankan tidak lagi menyalurkan kredit kepada korporasi pengepul asap.
Perwakilan Koalisi ResponsiBank Indonesia Rahmawati Retno Winarni mengatakan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di beberapa provinsi Indonesia telah mengakibatkan kerugian besar, baik kerugian materiil yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah maupun kerugian immateriil.
“Berlarut-larutnya penanganan Karhutla menunjukkan bahwa pemerintah tidak siap melakukan respon super cepat dan tepat. Pemerintah dan masyarakat kembali dikalahkan oleh korporasi perkebunan sawit pengepul asap,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Selasa (13/10/2015).
Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah harus lebih bersungguh-sungguh dalam upaya penegakan hukum kepada pelaku pembakaran hutan atau lahan, baik individual maupun perusahaan.
“Jangan sampai negara dikalahkan oleh korporasi. Negara harus hadir untuk melindungi masyarakat dan menjaga lingkungan hidup, bukan malah hanya melayani korporasi pembakar hutan,” katanya.
Indonesia, lanjutnya, telah meratifikasi Asean Agreement on Transboundary Haze Pollution maka pemerintah perlu penerbitan regulasi terkait maksimal Pollutant Standard Index (PSI) dan pemberian sanksi yang sifatnya punitive damage yakni memiliki efek jerabukan hanya denda.
“Pemerintah ke depan harus berani menyita aset perusahaan, menjatuhkan sanksi denda 70% dari laba bersih, mengambil alih manajemen, mempublikasikan nama dan peta konsesi perusahaan pembakar, serta penangguhan atau pembatalan pinjaman atau Initial Public Offering (IPO) kepada perusahaan pelaku pembakaran hutan dan lahan,” tuturnya.
Rahmawati menilai kasus Karhutla yang sudah menjadi agenda tahunan di tanah air ini tentu sangat mengganggu stabilitas ekonomi, ekosistem dan kesehatan masyarakat.
Koordinator Advokasi Publish What You Pay Indonesia Aryanto Nugroho menuturkan dari hasil laporan pemeringkatan bank tahun 2014 yang dilakukan oleh Koalisi Responsibank Indonesia, dari 11 bank yakni 3 bank asing dan 8 bank lokal yang dikaji pada tema perubahan iklim, ditemukan bahwa aspek mitigasi pengurangan emisi karbon, perubahan iklim ataupun pelestarian lingkungan belum menjadi syarat bagi korporasi untuk mendapatkan kredit bank.
Padahal, lanjutnya, bank harus punya pertimbangan sosial dan lingkungan hidup dalam memberikan kredit.
“Kalau ada perusahaan perkebunan sawit membakar hutan dan lahan, maka bank yang memberikan kredit juga punya andil dalam kebakaran hutan. Tak ada gunanya tegas namun tetap mengucurkan pinjaman,” ucap Aryanto.
Sumber: 13 Oktober 2015, Bisnis.com.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *